CHAPTER 04
Dengan penampungan batin super kelam, Marigold kukuh berpretensi tidur seperti orang mati. Sanubarinya bergejolak perih kendati ada kepuasan sinting.
Ah, dasar goblok.
Ortiz Romano memang tidak pernah menyebutkan nama Rosemary atau berkali-kali menghindari topik konversasi soal perempuan tersebut. Hanya saja masih ada ketidakpuasan yang membuat Marigold terseret pada konstelasi yang rumit. Ironisnya, Marigold tidak meyakini dasar atas perasaan yang dia punya. Dia tidak tahu apakah itu lantaran polemik besar antara dirinya dan Rosemary terkait relasi persaudaraan keduanya, sesuatu soal Ortiz juga, atau dia hanya ingin membuat catatan di sebuah diari yang baru dan telak tak bernoda.
Ortiz terus mendikte Marigold, dan anehnya Marigold menurut saja seolah jiwanya sudah diberikan pada pria itu. Barangkali memang dia menyesal juga, tapi dia kesulitan untuk menghilangkan sifat dan sikap buruknya. Apakah Ortiz benar-benar berubah?
Namun, entahlah, Marigold Anneliese super bingung.
Saat ini, Ortiz persis berada di belakang posterior Marigold dengan napas-napas berderu yang menggelitiknya, memeluknya begitu hangat. Pria itu baru bangun, dia menginap dan tidur semalam setelah melakukan permainan menggairahkan yang membuat Marigold "memancar" begitu banyak. Dan, sungguh, ini agak lain. Biasanya pria ini akan pergi setelah puas menjamahi Marigold, benar-benar tidak sudi untuk kembali menatapnya barang semenit pun. Tapi, kini, pria itu justru bersikap sangat hangat dan bertahan hingga pagi.
Ulang, Marigold bingung. Dan pada akhirnya, dia berbicara pelan. "Pulang Ortiz."
"Tidak."
"Kau punya jadwal mengajar," tambah Marigold.
"Di kelasmu. Itu dua jam lagi."
Kekehan hampa menyambar dari pemilik vokal di samping pria latino tersebut. Tangannya meremat kecil ujung selimut tebalnya dengan perasaan yang variatif. Marigold barangkali kapabel majenun dalam hitungan beberapa hari atau minggu seandainya dia terus mendapatkan visual telatah aneh Ortiz. Tapi dia juga bisa sangat terlihat malang.
"Kita pergi bersama." Ortiz membuat keputusan lagi.
Marigold sendiri nyaris tersedak liur sendiri atas kalimat tolol Ortiz hingga dia menguar kekehan kosong melompong. Marigold seperti tengah beradu sengit dengan aksi komedi konyol dan kosong yang membuatnya terpaksa tertawa dalam ketidaknyamanan besar. "Sinting. Kau pikir aku ingin terlibat kontroversi denganmu?" Lagi, Marigold memberikan konteks diktum sarkastis.
Selayang pandang Ortiz berekspresi gelap yang terkesan afirmatif dengan kobaran lidah inferno. Dia bisa bersikap hangat, tapi wataknya masih sangat buruk.
Ortiz beringsut bangun sedikit untuk sementara waktu hingga selimut turun hingga pinggang, hingga bagian atas celananya. Lantas secara instingtif lanjut membawa Marigold menghadap kepadanya secara paksa. Jelas, Marigold yang tidak menyadari suar semacam itu dan mutlak lengah tidak kapabel melakukan desersi selain beralih pandang.
"Katakan padaku satu atau beberapa hal." Sejenak Ortiz memberikan awalan. "Apa yang membuatmu yakin bahwa aku tidak berhenti melihatmu sebagai Rosemary Cecilia?"
"Itu tidak penting bagimu. Kau tidak pernah mengerti aku sejak awal kita bertemu."
Marigold melihat Ortiz sudah sangat jelas memberikan ekspresi tidak puas atas jawaban ringkas tersebut. Namun, ketimbang kembali mendikte seperti biasa, Ortiz abai sejemang, atau mungkin hanya sekedar taktik untuk memancing sebab dia mengenal Marigold Anneliese sangat dalam. Jemarinya jatuh pada surai-surai yang menghiasi tulang selangka Marigold. Dia lebih tertarik membuat gim di situ ketimbang figur buah dada indah Marigold yang total masih polos. Hingga aksi dramatis itu pindah menuju tangan Marigold yang berada di perutnya, tangan yang masih dibalut sarung tangan.
Ortiz menyukai penampilan baru Marigold, yakni sarung tangan hitamnya. Hanya saja tak bisa dimungkiri bahwa pria itu juga merasa terganggu dengan eksistensi fabrik tersebut. Dia ingin memegangi tangan dan jemari cantik itu. Sayang sekali bahwa Marigold Anneliese mendedau sinting dan histeris tatkala Ortiz mencoba melepaskan benda tersebut, seperti orang maniak.
"Kurang jelas apa lagi, Ortiz? Waktumu lebih banyak digunakan bersama Rosemary, matamu selalu penuh dengan visual Rosemary, kau tidak pernah menatap Marigold dengan tatapan indah melainkan hanya penuh dengan makna hina. Dan ... ada banyak lagi alasannya. Aku sudah sangat terbiasa dengan segala aksi pretensimu. Bagaimana bisa aku percaya?" katanya. Sedikit, dia menambahkan lagi, "Lihat aku. Aku dan Rosemary sama; wajah, suara, rambut dan mata, semuanya. Dari sisi mana aku harus mempercayaimu bahwa kau berhenti menganggapku sebagai Your Rosie?"
"Kaupikir kau merasa puas dengan pemikiran goblokmu?"
Marigold berdecih abai. Dia memaksa untuk beringsut bangun hingga Ortiz instingtif menjauh. Marigold menjauh kendati tujuannya hanya pada sofa. "Tidak pernah," katanya. "Meskipun memang benar bahwa kau berusaha melihatku sebagai Marigold yang sesungguhnya, bahkan dengan afeksi, aku harap kau segera berhenti. Kasihi gadis lain saja."
Adapun Ortiz Romano lebih memilih untuk instingtif menguar tawa ketimbang meloloskan emosi rancu seperti biasanya. Pria itu mengikuti pergerakan Marigold. Tidak dengan ikut duduk di sofa, melainkan hanya berdiri di sisi sofa, telak di sekitar jendela seraya membuka tirainya. Dengan begitu dia masih tertawa seolah perkataan Marigold adalah larik guyon. "Lihat aku. Kau pikir aku akan terpengaruh dengan itu?"
"Suka atau tidak, aku mesti mengalah, bukan?"
Ortiz menarik satu sudut bibirnya. Kemudian, dia mendekati Marigold. Dia merendahkan posisi tubuhnya dan mulai mengamit tangan-tangan Marigold beserta mengecupnya berkali-kali. Setidaknya itu membuat konsentrasi Marigold terpecah belah. Marigold menunduk dengan peroman kosong, murni memerhatikan figur di hadapannya. "Kau sungguh tidak akan melepaskan sarung tangannya?"
"Tidak, di depan orang-orang, di depanmu." Hanya Ajax yang tahu.
"Masih ada luka yang sering kuberi, Anneliese?"
Luka-luka dari rokok. Ortiz sering seperti itu meskipun pria itu tidak merokok.
Pada akhirnya, Marigold menyerah. Dia melepaskan sarung tangannya. Mungkin karena dia tengah terombang-ambing dan pada titik ini dia percaya jika Ortiz berubah. "Ada ini."
Kemudian, Ortiz Romano dibuat melonjak terkejut. Dia menggeram tak suka, padahal dulu juga dia tidak ada bedanya dengan siapapun pelaku yang melakukan ini pada tangan Marigold. Punggung tangan Marigold terluka, sepertinya luka-luka sabet. Beberapa sudah menjadi bekas, yang lainnya masih memerah. Dan kemudian, pria itu mendengar tawa skeptis Marigold. "Hadiah selama satu tahun. Sepuluh kali lebih buruk dari yang kauberikan."
"Siapa?"
"Siapa lagi kalau bukan bibi iblis itu?"
Ortiz memandang Marigold, terlihat tulus tapi Marigold tidak begitu yakin. "You don't deserve this, My Anneliese."
Jika Marigold suka kalau Ajax memanggilnya Elle, panggilan favoritnya. Marigold suka kalau sosok Ortiz Romano memanggilnya sebagai His Anneliese. Nama itu benar-benar membedakannya dengan Rosemary.
And 'My Anneliese' is her weakness.
Karena Marigold tidak membalas, Ortiz Romano mengusap sisi wajah Marigold dan sempat mencium keningnyaㅡsesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Kemudian, pria itu mengangkat tubuh Marigold untuk dibawa ke kamar mandi, niat hati untuk berendam sama-sama.
Tidak lama setelahnya, Marigold lantas duduk submisif di atas kloset, diam memerhatikan pria tak tahu diri yang selalu menginvasi seluruh bagian dan segmen kehidupan Marigold. Sementara itu, pria itu sedang menyiapkan air di tub pemandian, dan kembali ke perempuan itu sebelum mereka masuk ke tub.
"Can you get me my plastique gloves, Ortiz? Akan sangat perih jika aku tidak menggunakannya. Aku membersihkan tanganku secara terpisah setelah mandi."
"Dengan senang hati, My Anneliese." Tidak hanya mengambilkannya, pria itu justru memakainya juga. Meski dia sempat egois dan keras kepala karena Marigold menolak, untungnya dia memakainya pelan-pelan. Tidak pernah Marigold kira jika Ortiz akan seperti itu.
Yang pasti, setelah itu mereka terdiam bersama-sama di pemandian yang hangat dan wangi itu. Tentunya Marigold masih belum memercayai Ortiz, tapi dia terlalu senang karena pria yang manipulatif itu bersikap begitu manis. Sementara itu, Ortiz dan segala perlakuannya memang tidak bisa ditebak.
"Ortiz, kapan aku bisa menjadi Rosemary Cecilia yang berharga bagi semua orang, termasuk kamu?" Beberapa menit berlalu, Marigold memulainya lagi.
Marigold memafhumkan seluruh detail kejahatan yang dia lakukan pada Rosemary, kejahatan yang bahkan tidak layak didapatkan oleh perempuan sok itu. Marigold pula telah menerima segala konsekuensinya, konsekuensi di mana dia mesti terima bahwa Marigold Anneliese-lah yang sudah pergi menuju kematian, sementara dia mesti menggantikan peran Rosemary Sia. Namun, bohong seandainya Marigold berkata bahwa dia baik-baik saja dan tahan dengan konstelasi itu selamanya. Setiap hari, dia mencoba menumbuhkan niat bulat untuk melarikan diri dari seluruh formasi bencana yang terjalin di keluarga Francise, tidak peduli seandainya dia berakhir hidup menjadi sampah masyarakat di Kanada sebagai wanodya sebatang kara yang tidak memiliki apapun. Sayang sekali, perasaan gila terus merangsek masuk seolah Rosemary datang membalaskan balas dendamnya.
Itu rantai kehidupan, bukan? Marigold memberikan kejahatan, begitupula dengan Rosemary.
Ortiz Romano tidak membalas cepat-cepat. Dia memainkan air, membasahi kulit Marigold dengan tangan kanannya. Namun, Marigold dapat merasakan lingkaran rengkuhan di perutnya menjadi lebih erat. "Kau muak dan tidak akan percaya dengan segala perkataan yang aku katakan. Maka, biarkan aku tunjukkan buktinya, mengenai seberapa berharganya dirimu dan seberapa menyesalnya aku."
"Dengan cara apa?" Marigold menjeda, mencoba mengekhalasi napas dengan kuat. "Kehadiranmu dulu membuatku egois dan melupakan Rosemary ..., while she loved you so much. Sementara kini, aku bahkan tidak pernah meyakini apapun lagi soal hubungan kita berdua. Aku hanya berpikir jika kau ingin tubuhku dan ingin memanfaatkan keputusasaanku," katanya.
Daya pikir Marigold merosot hingga tak terbatas. Ortiz Romano itu elusif. Segala hal pasal adam tersebut sama sekali tidak kapabel untuk diinterpretasikan oleh daya pikir Marigold. Interelasi keduanya sama sekali tak ada gunanya untuk membangun konstruksi kemistri atau pemahaman satu sama lain. Alih-alih mencapai poin esensial seperti itu, makin lama pula bagi Marigold tidak tahu harus melihat dan menghadapi Ortiz dengan sikap apa.
"Sukar untuk mengerti apapun pasal kamu, Ortiz. Buktikan saja. Namun, jangan paksa aku jika pada akhirnya aku tetap susah memercayaimu."
"Biarkan aku membahagiakanmu, My Anneliese."
Marigold Anneliese melirik ke belakang. Dia tersenyum manis. "And I can't deny that I still love you, Ortiz."
Ortiz Romano tersenyum.
recovery
"Kau membawa pakaian, kan?" tanya Marigold. "Dulu ada beberapa setelanmu di sini, tapi sudah kubakar dan kubuang."
Ortiz Romano terkekeh kering. Membakar dan membuangnya. Benar, lagipula apa gunanya mengoleksi pakaian manusia bajingan seperti Ortiz? Marigold berupaya menghapus seluruh ingatannya perkara Ortiz, dan itu salah satu caranya.
"Bawa. Tolong ambilkan di mobil, ya."
"Iya," singkat Marigold. "Setelah itu langsung pulang."
"Tidak mau memasakan sarapan dulu untukku?"
Marigold mendelik hebat. Marigold selalu merasa sentimen jika diberikan pembahasan perkara makanan dan memasak. "Aku tidak bisa memasak. Lupa?" Secara harfiah, itu sudah menjelaskan kondisi Ortiz saat ini, dia terkekeh. "Ada alasan mengapa bisnis dipercayakan pada Rosemary."
"Tidak belajar? Kau yang akan meneruskan bisnis Francise, My Anneliese."
"Belajar sudah, tapi tidak berbakat. Membedakan garam dan gula saja tidak bisa."
Aneh, itu sudah pasti. Marigold dan Rosemary memang mirip dalam urusan ciri fisikal, tetapi tidak dengan konteks lainnya. Alasan utama tentang mengapa keluarga Francise menjadikan Rosemary sebagai favorit adalah karena potensi dan usaha Rosemary dalam urusan bisnis makanan turun-temurun itu. Rosemary sudah memiliki atensi pada bidang tersebut sejak kecil. Bahkan tatkala Rosemary diklaim cacat, dia masih tetap bersikap positif dan optimis. Tentu, itu jauh berbeda dengan Marigold Anneliese yang hanya mampu mempercantik dirinya sendiri, berharap menikah dengan pria kaya raya, dan hidup enak tanpa bekerja.
Marigold baru menyelam menuju bidang Rosemary saat Rosemary sudah meninggal. Itu pun terpaksa sebab pewaris bisnis hanya tersisa Marigold saja. Berkali-kali Marigold bersikeras untuk mengubah poros bisnis menuju sesuatu yang merujuk pada keahliannya, tetapi mereka tetap memaksa Marigold untuk fokus pada bisnis makanan. Jelas, demi Rosemary, sebab itu kesukaan Rosemary. Lagipula, jangan pernah melupakan ayat utama, Marigold adalah Rosemary. Yah, alhasil belum ada hasil. Kemampuan Marigold masih nol, atau mungkin hanya satu persen.
"Mau kuajari?"
Marigold mendelik lagi. Pria sialan. "Tidak usah mengejek."
"Mengejek apa, My Anneliese?"
"Tidak tahu. Tahu-tahu aku tersinggung," balas Marigold dengan gelagat eksentrik. "Maksudnya, kau pria, tapi bisa memasak, sangat ahli hingga membuat Francise tersaingi." Mutlak, begitulah faktanya. Ortiz Romano memiliki satu perusahaan besar. Itu bukan hanya menjurus pada bisnis makanan. Sebenarnya bisnis Ortiz merujuk pada bisnis life style untuk pria dewasa, bisnis old money dengan target pasar pria-pria kaya raya. Namun, dia juga memperluaskan bisnis itu pada ranah makanan, karena pada hakikatnya makanan termasuk life style juga. Tidak aneh jika pria itu pandai memasak.
"Ah, terserah," ucap Marigold tiba-tiba. "Jika kau tidak pulang sekarang, aku berjanji akan bolos kuliah selama satu semester dan mengunci apartemen setiap saat."
Marigold melihat Ortiz bersikap santai. Dia mendekati Marigold yang berdiri penuh stagnasi. Marigold yang masih polos itu kembali disentuh-sentuh. Memang pria bajingan yang tak sopan. "Jika kau mengancam seperti itu, aku bersumpah akan mengunggah puluhan rekaman porno kita berdua, aku akan menghubungi pihak apartemen agar mereka mengusirmu dari sini dan membawamu ke rumahku, aku akan memberitahu pria asing itu bahwa Marigold Anneliese berselingkuh, dan akuㅡ"
"Kau pria durjana, berengsek, keparat, bejad, jahanam, sinting, setanㅡ" bla-bla-bla.
Ironically, she loves this red flag guy. Disgusting and very scandalous.
Ortiz meloloskan tawanya. Marigold mudah diancam.
Ortiz tak sungguh-sungguh memberikan ancaman semacam itu, terutama pada bagian pertama karena dia tidak mungkin mencoreng citranya sendiri dan tidak mungkin merusak keindahan dan harga diri His Annelieseㅡitu tontonan untuk dirinya sendiri. Namun, Marigold memang kerapkali menanggapi seluruh perkatasn Ortiz secara serius.
"Bercanda, Sayang."
"Terserah," katanya. "Tapi, aku serius, jangan ke sini lagi."
"Kenapa?"
"Selain ada kekaㅡ"
Ortiz menyela. "Pria asing."
"Selain ada dia, teman-temanku sering menginvasi ke sini. Aku tidak mau mereka tahu hubungan kita. Jikaㅡ" Marigold tidak percaya akan mengatakan diktum semacam ini, tetapi itu penting untuk kebebasan dan sekuriti Marigold. Hal ke depan seperti apakah dia akan benar-benar melakukan diktumnya sendiri atau tidak adalah urusan lain. "Jika kau ingin bertemu denganku, ruangan kampus dan kantormu sudah cukup, bukan?"
"Tidak," balasnya. Durjana. "Dalam keadaan seperti itu, akan menculikmu dan menahanmu di mansion-ku."
Durjana. Berengsek. Keparat. Bejad. Jahanam. Sinting. Setan.
Benar-benar pandai memanfaatkan situasi, ya.
Marigold pretensi terima akan hal itu dengan anggukan sederhana. Terserah.
"Asal jangan diabaikan saja. Jika begitu, aku akan menghubungi 911 dan memberitahu mereka bahwa seorang pebisnis obsesif bernama Ortiz Romano menyekap mahasiswi polos dan mengintimidasinya." Polos, katanya. "Aku bisa menggunakan hasil karya keluarga biadab itu sebagai kambing hitam."
"My Naughty Anneliese."
"Ewh, disgusting."
Dengan begitu, konversasi aneh itu mutlak berhenti.
Atau tidak?
Ada satu hal lain yang mengganggu. Secara tidak sengaja terlintas ulang dalam pikiran Marigold. "Ortiz." Marigold ingat satu diktum krusial yang semalam menguasai pikirannya. "Hal apa yang membuatmu memberi ajakan padaku untuk sembuh bersama-sama. Apa yang mengganggumu? Apa yang membuatmu menyesal?"
Tanpa basa-basi, seperti biasanya, Ortiz membalas cepat. "Ada alasan tentang mengapa keluarga Francise membenciku," katanya. Memang, itu salah satu hal yang selalu dipikirkan oleh Marigold, basis konflik antara kedua belah pihak yang awalnya menjadi sekutu tersebut. "Tragedi yang membuat Rosemary memiliki keterbatasan bukanlah karena kecelakaan bisa, tapi disengaja. Kau adalah kambing hitamnya."
sedetik, marigold melankolis, lanjut guyon, lanjut manis, bla-bla-bla. kelabilan dan kemunafikannya melebihi jiya sinatra.
enggak berniat bikin sesuatu kayak sinatra versi dua tapi kok malahㅡsangat mengingatkan cerita itu? bagiku, gatau juga, sih, hshs. marigold sama jiya sinatra sama-sama munafik, sih. TT
Sampai jumpa di bagian selanjutnya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top