ACT II: CHAPTER 24
Jung Taehyung eksesif dengan keinginan pribadinya yang mendetonasi. Satu hal krusial yang Taehyung inginkan hanyalah kejelasan soal Kim Jiya, presensinya dan sekuritasnya. Hal yang sangat normal sebetulnya sebab Taehyung seolah direngkuhil oleh dosa besar mengingat dia yang memulai polemik tolol hingga secara tidak direk melepaskan Jiya begitu saja. Yang salah itu adalah keeksesifan Taehyung itu bisa menimbulkan kecerobohan dan pada hakikatnya Jung Taehyung itu si perfeksionis yang rupa-rupanya sangat ahli berbuat gegabah.
Selepas Taehyung mendapatkan panggilan dari Jiya, Taehyung punya intensi untuk mendatangi lokasinya. Kebetulan, atau secara general sudah dipersiapkan, bahwa sinyal panggilan itu bisa menunjukkan lokasi tepatnya. Setidaknya itu akurat dan membantu. Toh, tadi saat Taehyung bertanya pada Jiya, si inosen kirana itu tidak membalas melainkan hanya menebarkan omong kosong yang sama sekali tidak ingin didengarkan oleh Taehyung.
Tatkala Taehyung sepenuhnya tak dapat berpikiran waras lantaran ia yakin seratus persen bahwa serebrumnya sudah menjadi tempat penampungan sampah, paragon itu menyerah secara semi permanen pada sebuah linear krusial. Ia tidak tahu mengenai jalan mana yang harus ia tempuh. Seluruh gagasan yang ia punya memiliki tingkat kecerobohan di atas rata-rata. Entahlah, kehilangan gadis inosen yang kerap kali menjadi luminositas Taehyung setiap saat telak membuat regulasi Taehyung mencapai angka nol, malfungsi. Sebuah komplikasi yang super imbesil.
"Hei, itu kawasan elit!" Trevor kehilangan akal juga. Dari segi manapun, Hwang Jimin memiliki sitem dukungan yang besar, secara alamiah dan artifisial. Termasuk rumahnya, sudah disebutkan bahwa mahasiswa major arsitektur ini adalah seorang yang punya kekayaan infinit-katanya, orangtuanya kembali mengekspansi bisnis. Jadi, sulit rasanya untuk menembus dinding besar kawasan ekstraordinari Jimin.
"Kau bisa membeli baju mewah untuk terlihat setara," komentar Hyacinth.
"Bukankah itu tidak berguna?"ㅡorang-orang kehilangan ide.
"Punya wajah seperti berandalan, ya, terima saja. Berlakon seperti anak pejabat pun tidak maksimal dipercayai." Bukannya hiperbol, tapi sesuai eksperimental belakangan ini, sekuritas lokasi papan Jimin itu lebih baik daripada sebelumnya. Lucunya, lebih gila juga.
Taehyung menoleh dengan iras tanpa interes. Setelah melakukan agon personal dengan dirinya sendiri, ia memilih untuk ikut bergabung pada konstelasi. "Tidak usah berlebihan." Lantaran sejujurnya ini semua akan sia-sia sebab gabungan antara Trevor, Hyacinth, dan Yoongi tidak benar-benar bagus. Kalau secara personal, mereka memiliki kesan tegas. Namun, saat digabung, hanya akan ada pertunjukkan guyon.
"Itu fakta, Jung. Ini bukan guyonan imbesil. Sekedar informasi, Han Jiwoon, anak dari salah satu kementrian gagal dipindai oleh sekuritas sana karena kau tahu-dia lebih terlihat seperti berandalan kampus meskipun memakai tuksedo seharga satu milyar. Aku tahu, itu adalah hal terdungu yang pernah ada. Tapi memang sekuritas mereka tidak main-main," sahut Trevor. "Katanya kau mesti memiliki kartu atau pesan suara inivitasi langsung dari pemilik rumah di sana. Dan itu bukan hanya untuk kita sebagai pengunjung, tapi itu serupa dengan data yang nantinya akan diberikan pada keamanan di sana oleh si pemilik rumahnya. Jadi ada pencocokan untuk validasi. Pada intinya, tidak hanya dengan modal penampilan elit, tapi ada pendukung lainnya untuk bisa masuk."
"Jadi maksudnya Jimin harus memberi pesan invitasi itu pada sekuriti sekaligus kita agar kita bisa masuk ke kawasan itu?" tanya Hyacinth, dan Trevor mengangguk, "begitulah cara kerja kehidupan orang level atas."
Bahkan lokasi rumah Jimin membuat rumit atmosfer. Hwang Jimin ini sialan sekali, ya?
Dan Jung Taehyung meluruh seperti air terjun. Ini benar-benar seperti tidak ada harapan.
Boleh dianggap bahwa kehidupan seseorang yang secara alami begitu aktif seperti Taehyung dapat sepenuhnya terkurung di dalam kereduman sanubari. Melankolis. Gelap. Tuntutan predestinasi atas plot yang menyebalkan, pada hari-hari yang semakin tidak terstruktur itu, jauh lebih buruk daripada aromatik kotoran. Setenang kehidupan sehari-harinya sebelumnya, tatkala ia hanya kapabel memindai Jiya, namun hal itu lebih baik ketimbang saling terbelit kasus dan Jiya mendapatkan porsi terburuk. Bukan latihan fisik pada gimnasium dan ekupimen laiknya barbel atau dumbbell yang membuatnya terlalu lelah; kecenderungan seperti memikirkan keabnormalan maksud tujuan Jimin lebih melelahkan.
Sejujurnya ada api yang membara di dalam dirinya yang menghabiskan energi vitalnya, atau secara general memberi motion monoton yang akan menyeret dirinya sendiri dengan efek mematikan pada pikiran yang sama. Mungkin, dia berada dalam kondisi pemulihan lanjutan dari penyakit tololnya, tapi ia berusaha keras untuk tetap menyulut apinya. Ia akan menemukan Jiya, menuntun apa penyebabnyaㅡapakah berkaitan dengan kasus artifisial itu, atau hanya lagi-lagi menginginkan kesenangan yang timbul secara tidak direk dari Jiya-, lantas ia akan mengakhiri semuanya.
Setidaknya berkat ketololan yang ia buat, Taehyung mengevaluasi diri bahwa dia akan menjadi pria yang lebih baik. Kim Jiya tidak membutuhkan janji, tapi tindakan. Jung Taehyung mendeklarasikan diri sebagai benteng, tapi pada kenyataannya ia masih sibuk dalam proses pemulihan dari ketololan personal-makanya ia cenderung gegabah. Selain itu, Taehyung bersumpah, jika semua ini sudah selesai, ia akan membawa Jiya pergi. Bukan pergi dalam arti sebenarnya, hanya perumpamaan-membawa Jiya pergi menuju ending putih sebagai gambaran dari tanggungjawabnya.
Taehyung tidak lagi berbual lagi. Ia bersumpah.
"Sulit untuk mengatakan ini, tapi yang pasti, Jimin, sialan, terstruktur sekali."
Hyacinth menggeleng kecil, merasa tak percaya. "Nonsens. Apa basisnya?"
"Tidak tahu," balas Trevor. "Aku orang baru di sini. Mungkin balas dendam?"
Taehyung menoleh, otomatis melakukan pergerakkan tersebut. Begitu pula Yoongi Fischer yang sedari tadi sibuk dengan layar besar, memindai area papan Jimin. Di situ Taehyung terdiam, berbeda dengan Yoongi yang jelas ingin mengatakan suatu hal. "Jihan. Kau pernah berseteru dengan Jimin soal itu, kan? Basecamp The Academic Devils, momen tolol ketika tanganku nyaris terbakar itu."
"Ada apa?" tanya Trevor.
"Jung Taehyung mencuri gadis Jimin."
Hyacinth, secara general ia termasuk orang baru di perkumpulan The Academic Devils, ia tidak tahu apa-apa, jadi kuriositasnya juga membumbung tinggi. "Kupikir kau loyal pada Jiya. Orang-orang mengatakan bahwa kau memiliki interes besar pada Jiya sejak dia menjadi mahasiswa baru." Tentu saja, si pengecut besar dengan asma Jung Taehyung ini sudah mengklaim Jiya sebagai miliknya kendati pria itu dulu tidak pernah melakukan pergerakkan untuk mendekati Jiya. Aneh, tetapi itu real sebab ini Jung Taehyung.
"Orang-orang menganggap Jiya dan Jihan seperti saudari sekandung. Tidak seperti itu, sih, mereka hanya secara kebetulan menempati asrama yang sama. Dan Jeon Jihan memiliki kemiripan dengan Jiya."
"Mungkin Jihan mengikuti Jiya?"
Yoongi menggeleng. "Tidak sama sekali. Itu sudah identitas masing-masing. Kudengar Jeon Jihan primadona di sekolah menengah atas-e. Entahlah, aku tidak tahu dia berasal dari mana. Nyaris seperti Kim Jiya, kendati ada perbedaan. Kim Jiya ekstrover, disukai banyak orang. Jeon Jihan introver, jarang ada yang mengenalnya. Dan si tolol Taehyung ini menggunakan Jihan sebagai pengganti Jiyaㅡentah maksudnya apa, maksudnya, apa susahnya mendekati Jiya secara langsung tanpaㅡ"
"Hei! Iya, aku salah. Bisakah kau tidak usah membahas itu?"
Meski Jung Taehyung tidak pernah merasa buruk atas tindakannya pada Jihan, sekaligus menghancurkan ekspektasi Jimin, perubahan mulai terlihat; perubahan sebagian untuk disesali. Taehyung harus mengubah pandangan diri sendiri, dan berubah untuk jangan egois. Sekarang dia memahaminya dengan lebih baik dan lebih halus, dan kadang-kadang bahkan menafsirkannya untuk dirinya sendiri. Matanya tampak lebih besar, dan lebih gelap, dan lebih dalam, juga hancur seperti ada retakan kaca di sana. Anggapan Trevor soal intensi balas dendam mungkin ada benarnya? Jung Taehyung mengambil gadis kepemilikan Hwang Jimin, dan kini sebaliknya. Entahlah, Taehyung tidak ingin mengharapkan itu, sebab jika ia benar-apa mungkin Jimin akan menggunakan tubuh Jiya juga, secara jelas menguar tindakan posesif dan obsesif? Taehyung tidak ingin itu terjadi. Meskipun harusnya Taehyung tahu bahwa itu sudah terjadi.
"Berpikir waras, Jung. Catatan masa lampau dibutuhkan untuk situasi seperti ini. Mungkin Trevor ada benarnya. Yah, atau mungkin Jimin termakan warta kasus Jiya yang menjadi basis pemerkosaan Jihan, dan motif yang sama, balas dendam untuk menghabisi Jiya."
"Kim Jiya terlalu rumit untuk dipahami," sahut Hyacinth bingung. "Apa yang terjadi dengan kakakmu?" Secara khusus Hyacinth memberikan fokus pada Trevor.
"Didikan keras, mungkin."
"Bukan." Satu bahana kuat muncul dari ujung ruangan. Russel Schiller datang dengan prestise yang kuat. Fasenya saat ini adalah setidaknya ada supervisor untuk pertemuan tolol ini. Mau bagaimana lagi, kendati Profesor Schiller memiliki tingkat kekhawatiran besar atas hal yang menimpa Jiya-atau dia lebih suka memanggilnya dengan asma Madison-, ia masih memiliki responsibilitas untuk melayani Saint Hallway, dan itu adalah bagian tersulit. Kemudian ia lanjut bicara. "Ia tidak pernah mendapatkan didikan atau edukasi khusus dari keluarganya. Bahkan ibunya sendiri. Mereka kacau, apalagiㅡ"
Taehyung menggeleng. "Bukankah Jiya menyayangi familinya?"
"Mungkin itu alasan kenapa familinya tidak membantunya?" sela Hyacinth.
"Jadi ... bagaimana?" tanya Trevor.
"Jiya mempelajari kehidupan secara otodidak dan secara harfiah hanya melakukan apa yang ia lihat, tidak peduli salah atau benar."
Taehyung tersenyum kecut. Serumit itu, ya? Ia pikir kisah Jiya similar sepertinya. Taehyung tidak dipedulikan oleh famili hanya karena ingin mendidik, sebab Taehyung memang amburadul sekali dan eksistensi kasus itu menjadi momen yang pas untuk Taehyung belajar dalam mengalami situasi sulit dan mendapatkan solusi terbaik. Tapi ternyata tidak. Jiya memang tidak pernah diinginkan, walaupun perempuan itu selalu berlakon seolah tidak memiliki masalah sepertiㅡhei, aku memiliki keluarga yang baik-baik saja, dan aku menjadi anak paling beruntung sehingga hidupku sempurna.
"Jadi, apa yang terjadi denganmu dan Jihan?" Profesor Schiller menginterogasi. Otomatis Taehyung menyulut netra api pada Yoongi Fischer karena bertanggungjawab besar atas topik konversasi ini. Dia tidak ingin membahas ini.
"Dia menghamilinya."
Yoongi Fischer adalah manusia bajingan.
Profesor Schiller terkesiap dengan netra membola. Reaksi serupa dengan Trevor yang berada di samping profesor tersebut. "Kau bajingan!" Trevor menimpali. "Ini jelas bahwa kau adalah dasar masalah ini dan, sialan, kauㅡ"
"Tenang, Trevor." Hyacinth merespon di samping.
Profesor Schiller menimpali demi mengeluarkan kesimpulan. "Jadi kasus pemerkosaan itu bukan hanya merujuk pada Song Seokjin dan Jungkook, kau juga? Orang-orang mengatakan hal yang benar bahwa kau tersangka perogolan Jihan."
Taehyung bungkam seperti pengecut.
"Jangan diam saja, sialan." Trevor mendesak.
Taehyung menggeleng, seperti pengecut. "Tidak, tidak. Aku tidak berhubungan dengan itu. Bahkan kontak terakhirku dengan Jihan adalah sebelum Song Seokjin dan Jungkook melakukan itu. Akuㅡ"
Profesor Schiler menyela mengintimidasi. "Ternyata gadis kecilku jatuh cinta pada seorang pengecut."
Taehyung bungkam seperti pengecut.
"Memang."
Yoongi Fischer adalah manusia bajingan.
"Sama saja, tolol. Kau menyakiti Jimin lebih awal dan ini giliranmu."
Trevor Schiller adalah manusia emosional.
"Kau salah sejak dulu, Jung."
Hyacinth adalah manusia menyebalkan.
Tampaknya bagi Profesor Schiller, ini adalah momen yang tepat untuk melakukan pembunuhan serial. Sumpah, jikalau ia tidak ingat kalau gadis yang ia sayangi ini tidak terpesona dengan Taehyung, dan secara general tidak terikat relasi romansa, ia akan menghabisi Taehyung. Sumpah. "Jika Jiya semakin terperosok dalam bahaya, aku tidak akan pernah menyetujui kalian. Ada banyak lelaki baik-baik yang akan menerima Jiya."
Kata siapa?
Sumpah, Taehyung ingin meloloskan itu. Taehyung bersumpah, Kim Jiya menginginkannya. Ia akan memilih si amburadul Jung Taehyung ketimbang putra terbaik Tuhan.
Pria itu sekarang mengalihkan pemikiran ke tema-tema yang tidak terlalu gelap daripada yang telah ia dapatkan. Ia dan Jiya masih muda bersama. Ia akan tetap persistens mengikat Jiya kendati ia menemukan bagian terburuk soal si profesor yang seolah yakin ingin memutuskan sumber gemirang gadisnya sendiri.
"Jadi bagaimana soal Jiya?" tanya Yoongi.
"Apa yang terjadi?" Profesor Schiller yang jelas tidak mengikuti alur konversasi dari awal telak bertanya heran soal apa yang terjadi.
"Kim Jiya menelepon Taehyung, entah apa maksud Jimin mempersila Jiya untuk itu. Dan setidaknya, sebab itu, lokasi alamat Jimin teridentifikasi. Masalahnya ini ada lokasi eminen yang sulit untuk dimasuki. Jadiㅡ"
"Di mana?"
"Tempting Paradise."
"Sir Rupert tinggal di sana. Itu mudah. Dia akan senang membantu."
Pada hakikatnya, anak-anak muda premateur seperti anak-anak The Academic Devils yang katanya sok heroik tetap saja membutuhkan supervisor. Benar kata orang, "Anak-anak membutuhkan pendamping."
Kendati sayangnya, agaknya Tuhan memang tengah betul-betul mendidik Taehyung. Secara general, ia berhasil memasuki kawasan Tempting Paradiseㅡdan lucunya Taehyung baru menyadari bahwa salah satu anggota familinya juga tinggal di sana; sialan sekali jika sudah terkena efek tolol, ia tidak sadar. Namun, hanya sebatas itu. Sir Rupert tinggal di lokasi yang tidak jauh dari papan megah Jimin, mungkin hanya beberapa meter; dan salah satu orang rumah Sir Rupert yang kebetulan tengah berada di luar pagar melihat satu buah mobil hitam tanpa plat keluar dari rumah Jimin beberapa saat lalu-setidaknya beberapa menit setelah Jiya memanggil Jimin.
Pada intinya, itu Jimin dan Jiya. Hwang Jimin membiarkan Jiya memanggil Taehyung bukan karena iba atau untuk memikirkan perasaan sampah, tetapi hanya ingin mempermainkan Taehyung sebab setelah itu Jimin pindah ke lokasi lain. Evidensnya terlihat jelas tatkala Profesor Schiller secara baik-baik mendatangi sekuriti rumah Jimin dan ia diberikan secarik kertas dan siapapun tahu kalau itu tipografi khas Jimin.
Mengenai poin utamanya, Jung Taehyung mengutuk momen ini, tentang Tuhan yang masih ingin menghukum Taehyung. Kesalahannya terletak pada anggapan bahwa Jimin itu bodoh. Benar sekali bahwa Hwang Jimin terstruktur. Mau tidak mau Taehyung harus kembali menyecap rasa getir dengan sanubari yang semakin hancur tatkala ia menerima tipografi itu. Di sana tertulis jelas dengan segala intensinya bahwa, katanya, "Belum waktunya. Kim Jiya masih menjadi milikku. Selain itu, aku bukan satu-satunya orang yang ingin balas dendam. Kim Jiya akan kembali padamu nantiㅡketika sudah hancur dan lebur."
j e o p a r d i z e
Kim Jiya kehilangan kata-kata tatkala wanodya dengan spesifikasi kulit mendekati warna eksotisㅡuntuk ukuran masyarakat Koreaㅡitu berdiri di depan wardrobe pribadi milik Jiya dan mengobrak-abrik isinya. Satu buah gaun floral yang nampak feminin itu dipegang oleh perempuan tidak tahu diri, beserta satu buah pita dengan warna senada di sana di salah satu tangannya. Tentu saja, warna hijau. Itu adalah gaun edisi terbatas dari kenalan Jiya yang secara general seorang penata busanaㅡtidak ada yang memilikinya selain Jiya.
Tidak ada kebohongan yang akan Jiya utarakan. Ia tidak peduli jika seribu orang menghambil bajunya, pitanya, atau apapun itu. Bahkan Jiya akan dengan senang hati memberikannya yang baru, asalkan meminta secara direk. Lagipula kadangkala Jiya memberikan itu pada panti asuhan. Namun, Park Woona sudah kelebihan batas sebab pada kenyataannya ia diam-diam mengambil properti Jiya sejak lama: baju, pita, aksesoris lainnya. Dan haruskah Jiya publikasikan apa alasan Woona melakukan itu? Untuk Taehyung. Namun, ada yang lebih tolol daripada itu semua, maksudnya, Woona bisa dan sangat mampu membeli atau membuat itu semua secara eksklusif, tapi ia tetap menggunakan milik Jiya. Bahkan sekedar informasi, ia merombak tampilan, rambut, kuku-kuku, menggunakan kontak lensa hazel; termasuk kelikatnya, perempuan barbarik seperti Woona bahkan secara mendadak berlakon seperi prinses yang feminin, seperti Jiya. Jelas, demi Taehyung, demi mendapatkannya.
"Propertimu memiliki magis yang kuat. Kemarin aku menggunakan gaunmu yang itu, dan kau tahu ... aku berakhir tidur dengan Taehyung! Terima kasih, dan aku akan mengulangnya sebab, hei, saat dia masuk pada tubuhku ituㅡfuck, aku tidak pernah bisa tahan untuk rilis." Ada sentens lainnya yang enggan diingat oleh Jiyaㅡmeskipun ia tidak tahu Woona benar atau mengada-ngada. Tapi itu cukup menyakitinya.
Jiya dan Woona tidak seperti Jiya dan Jihan. Setidaknya mereka akrab. Jiya selalu ingat mengenai bagaimana ia dengan tololnya memberikan curahan hatinya pada Woona tentang bagaimana ia menyukai Taehyung, bahkan Woona mendukungnya. Dan momen tolol itu, untuk pertama kalinya ia tahu bahwa Park Woona mengkhianati status pertemanan dengan Jiya. Kendati mereka tidak terlihat seperti sahabat dekat, hanya sekedar tuntutan alamiah karena tinggal bersama, bukankah tindakan Park Woona sangatlah tidak sopan? Woona bahkan selalu mendengarkan curahan hati tolol seorang Kim Jiya yang kalau bercerita seperti anak bocah yang senang merawat hewan peliharaan. Itu licik, kan?
Itu menjadi permulaan yang sengit tentang bagaimana kompetisi itu timbul. Park Woona merasa lebih tersaingi selanjutnya karena Taehyung tetap memuja Jiya, sementara Woona bagi Taehyung hanyalah orang tolol yang secara rela menjadi pengganti gadisnya Madam Barbara. Sehingga si bajingan Park itu nyaris memublikasikan cerita murahan soal relasi Jiya dengan Sir Santiago, dosen nyentrik dengan tampilan perfek seperti pemain sepak bola Spanyol. Dan pada saat itu, Jiya kembali kehilangan kewarasan sebab Park Woona memulainya secara tidak sehat. Ia tidak pernah menerima catatan tolol tentang bagaimana imejnya akan rusak hanya karena berita palsu. Jiya mencoba memberikan pertahanan diri, sekaligus mencoba menyeimbangi kompetisi yang dimulai oleh Woona.
Sayangnya, Jiya eksesif dan melebihi limitasi.
Dulu, ada seorang kenalan Jiya, telak saat masih sekolah menengah atas, pria yang secara nyata bergabung pada kelompok gila dengan titel The Hellmen. Woona bilang bahwa ia suka saat tubuhnya diinvasi? Maka Jiya akan memberikan hal itu dengan cara sedikit pembodohan hingga Park Woona berakhir menjadi santapan malam beberapa entitas brutal di sana dan merekamnya untuk mengisi sebuah akun kotor artifisial. Setelah itu, Jiya merasa menang dan senang, terutama tatkala ada warta bahwa Park Woona menghilang.
Jadi, Jimin benar, Jimin benar saat ia mengatakan bahwa Jiya mengumpankan Woona untuk masuk pada entitas The Hellmen dan membuatkan akun khusus itu. Satu lagi, itu terkoneksikan dengan entitas lain yang rupanya memiliki dendam kesumat juga pada Jiya. Jungkook Scheiffer memberikan apa yang telah Jiya berikan di masa lalu. Katanya, "Kau harus tahu rasanya menjadi Woona." Pada hakikatnya kini Jiya mengalami itu.
"Aku kekasihnya Woona dan aku yang membuat Woona hilang dari mata Saint Hallway. Tidak ada yang namanya penculikan." Dan Jiya tahu bahwa harusnya ia segera mati. Tidak ada yang namanya penculikan Woona!
"Dia menyukai Taehyung, dan itu fakta hitam karena aku tidak suka itu. Tapi, setidaknya dia menjadi kekasihku sekarang dan dia sangat mendukung apa yang dilakukan olehku atau Jimin dan yang lainnya." Jungkook menuturkan itu secara afirmatif.
Jiya tidak yakin kenapa ia bisa berada di hadapan Jungkook. Ia hanya ingat bahwa ia melakukan panggilan dengan Taehyungㅡgetir, manis, ada rindu, dan pilu. Kemudian, ia tertidur, entah secara alamiah, atau barangkali Jimin memasukan medikamen tertentu pada minumannya. Ia tidak sadar kalau kini dirinya berada di tempat lain.
Secara otomatis, Jiya melirik ke samping kanan. Hwang Jimin duduk di sofa dengan sigaret lagi, romannya nampak menunjukkan ketidakpedulian yang sangat kentara dan Jiya merasa mual yang berlebihan ketika ia mengingat bagaimana Jimin menggunakannya secara bertubi-tubi. Di situ, secara alamiah likuid asin keluar dari pori-pori tubuh Jiya dan nyaris akan memublikasikan isakan tanda ketakutan lagi. "Jimin, tolong sudahi."
"Belum saatnya, Jiya." Bukan, bukan Jimin. Itu Jungkook. "Aku memiliki cerita menarik dan aku ingin berbagi padamu. Singkat saja, Woona memberikan rekomendasi yang bagus untukku, atau lebih tepatnya permintaan. Katanya, ia ingin Jiya sepertinya. Balas dendam, seperti yang dilakukan oleh Jimin." Jangan lagi. "Ada dua pria di ruangan ini, dan ada Seokjin juga Namjoon di luar yang telah menantikan ini," katanya.
Dan ketika itu, dengan detik-detik yang semakin membebaninya, keyakinan awalnya harus dimodifikasi oleh pengalaman yang tak terhindarkan, itu tidak akan terjadi tanpa revolusi perasaannya yang keras dan tiba-tiba. Jiya memandang nelangsa siapapun yang berada di hadapannya. Bahkan secara naluriah memandang Woona yang dengan rileks mengonsumsi asap sigaretnya sendiri-sumpah, ketimbang berlakon seperti korban penculikan, Woona terlihat seperti vilain terhebat. Sekarang Jiya paham kenapa dulu Woona menjebaknya.
Air mata mengalir di mata hazel Jiya dan meluruh hingga ke bawah; tidak ada senyum, netra berembun dengan rasa takut yang membombardir, air netra yang jatuh pada labium menimbulkan kilauan. Sekarang tampaknya yang menjadi titik pusat yang lebih penting dari cara untuk menyelamatkan diri adalah bagaimana caranya untuk mati. Bagaimana Jiya muram, diam, dan tidak responsif terhadap luapan sentimen ketakutannya, lumpuh otomatis, dalam pembusukannya yang gagal, dengan misteri kejahatan yang menakutkan di masa lampau, dan suasana similar seperti tahanan yang membuat napasnya tercekat setiap detik.
Jiya tidak tahan.
Sayangnya, Tuhan merusak semua sistem tubuhnya.
Apa yang terjadi pada Jiya selanjutnya adalah tragedi besar pada abad ini yang akan manjadi sentral traumatis yang membuat polemik di masa depan. Jiya tidak akan pernah memerhatikan seluruh siklusnya selain menangis tolol sembari mengharapkan bahwa ada orang datang menolong atau setidaknyaㅡJiya ingin segera mati, kehilangan napas, dan pergi ke inferno ataupun eden. Kendati setidaknya Jiya mendapatkan titik harapan lain tatkala Jimin berkata bahwa, jelas, "Kau akan pulang, kembali pada pria tololmu setelah iniㅡsetelah semua yang berada disini merasa penuh dan kenyang."
Ada kata setidaknya di situ.
Sayangnya, harusnya Jiya tahu bahwa ia akan tetap mendapatkan esensi kejahatan besar atas hal yang tidak ia perbuat. Pertama-tama, ia tidak sengaja membunuh Hoseok, karena itu dilakukannya sebagai pertahanan diri tatkala Hoseok nyaris melecehkannya secara brutal. Kedua, ia bahkan tidak pernah tahu soal apa yang terjadi pada Jihan, gadisnya Jimin. Terakhir, sama seperti poin pertama, Jiya melakukan bagian pertahanan diri tatkala Woona menghajarnya bertubi-tubi dengan kelicikan, kendati sialnya di sini, Jiya melebihi limitasi. Dan yang paling penting, jika dikaitkan dengan kasus eksentrik itu, Jiya tidak ada sangkut pautnya dengan perogolan Jihan ataupun penculikan Woonaㅡitu jelas direkayasa hanya untuk membuat dan mengawali semua taktik balas dendam tolol ini. Tapi haruskah seperti ini?
Apalagi Jiya tahu, harapan yang diberikan Jimin itu hanyalah omong kosong, karena yang ia tahu, ia berada di ruangan yang sama selama berhari-hari. Satu atau bahkan dua minggu, Jiya tidak kapabel memikirkan soal itu. Jimin, Jungkook, atau siapapun itu tanpa tahu diri mengunjungi mintakat tersebut dan kembali merajut sentral kehinaan. Jimin tidak berbohong dan tidak mengada-ngada saat ia berkata bahwaㅡdia akan membuat Jiya kotor, hina, seperti hewan, dan membuat traumatis besar.
Atau sebenarnya, satu lagi, sesuatu terwujud dari diktum Jimin yang lalu, katanya, "Bagaimana dengan bayi?"
Tolong berikan satu buah pisau tajam. Itu cukup untuk Jiya mengakhiri semuanyaㅡsekaligus nyawa. Tidak peduli jika ia harus berpisah dengan paragon dengan titel benteng pertahanan paling hebat, Taehyung. Jiya akan dengan senang hati menerima uluran tangan malaikat pencabut nyawa.
[TBC]
ini terlalu berat. bagi jiya.
dan maap, taehyung gagal lagi. jimin tahu kalau nelepon taehyung bisa ngebuat lokasinya terlacak, jadi dia pindah. selain itu, itu emang sengaja untuk mempermainkan taehyung. apalagi jungkook juga sama ingin balas dendam.
maaf, aku jatuhkan harapan kalian soalㅡ mungkin jiya selamat di bagian ini setelah taehyung bilang jiya untuk menunggu.
akan semakin banyak sayatan. masih kuat kan?
sampai jumpa di bagian selanjutnya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top