ACT I: CHAPTER 11

[be wise: disturbing content, violence against women, rape attempt.]

Jiya gelap pada momen itu. Tenggelam pada sirkumstansi redum. Perlenteh biadab ini menciptakan manuver tergesa-gesa yang membuat serebrum rerak. Jiya bahkan bisa melihat kontur tegas pada irasnya. Sesuatu hal yang rasa dan influensinya similar tatkala Jiya berhadapan dengan Jungkook Scheiffer. Person setengah peringgi ini betul-betul menceracam.

Kenya tersebut terhengit-hengit. Ujana pancarona firdaus jauh dari pikiran, berbanding terbalik dari itu. Wilangon pria ini berada di level teratas. Semaja Taehyung bahkan tidak pernah semenakutkan ini meski pada intinya Jiya selalu was-was. Jiya buat lebih banyak pemberontakan sekuat tenaga. Tetapi sia-sia pada finalnya. Baquero amat selamba. Pria dengan iras perfek khas campuran Asia dan Eropa ini terlampau agahan.

Poin esensial pada momen ini, Jiya bahkan tidak mengingat Baquero ini adam keberapa yang sembarangan mencuri cumbana dari labium. Jungkook Scheiffer yang pertama, lantas kontinyu dengan pria-pria biadab lain yang kadang kala berhasil menghancurkan, dan sekarang si peringgi Baquero sinting ini. Demi Tuhan, Jiya hanya ingin hal-hal seperti ini tertuju pada Taehyung, bukan person lain. Jiya gadis kepemilikan Taehyung.

Namun, tentu Jiya tahan agar atma tidak terhempas jauh. Jiya tidak akan punya kesudian untuk membalas apapun yang ia terima dari Baquero selain percobaan pemberontakan. Gila saja. Jiya bahkan lenggana membiarkan satu inci epidermis bersentuhan dengan pria yang barangkali berada enam atau tujuh tahun di atasnya ini.

"Balas, Angel. Jangan buat aku marah," katanya. Jiya bersumpah. Aksen vokal khas orang Eropanya jauh dari kepemilikan Taehyung. Taehyung memang bukan orang Eropa, tetapi sangat ekspert menggunakan aksen khas negeri sana; super manis dan kapabel menghancurkan jantung hati dalam konotasi baik. Sementara pria iniㅡJiya membalas, "Disgusting."

Baquero menjijikan bagi Jiya. Sangat. Absolut.

Netra Baquero similar seperti visualisasi inferno sekon itu. Menusuk layaknya sembilu. Ia menggeram marah. Tanpa permit dan tanpa rasa iba, Baquero mendaratkan telapak tangannya pada sisi wajah Jiya bengis. Otomatis timbul warna biram dan rasa nyeri yang mencapai saraf di dalam epidermis. Sialnya, itu bukan sekali. Tatkala pria ini coba menciumi Jiya lagi secara barbarik dan Jiya tidak membalas, Baquero kembali melakukan hal similar, bahkan lebih bengis. Katastrofe besar yang membuat darah muncul minim dari sudut bibir dan pipi yang semakin panas, juga Jiya yakini bahwa bekasnya akan membekas.

"Itu konsekuensinya, Angel. Jangan membelot." Ia berbicara afirmatif.

Netra yang terlanjur basah oleh likuid asin itu tetap menunjukkan roman tidak suka. Jiya mencoba meraup keberanian sesuai yang diajarkan Taehyung meski pria itu mengajarkannya dalam konteks lain. Jiya hanya enggan rusak. Taehyung tidak menjaganya detik ini, itu bukan berarti Jiya bersikap lemah bagai kunarpa tanpa nyawa. Meski susah.

"Disgusting." Jiya mengulang lebih tegas meski tergagap-gagap nyeri.

Baquero menguar tawa. "Fine. I'll give you my inferno, Angel."

Baguero nampak membuka apa yang menjadi kepemilikan esensialnya susah payah seraya menahan agar Jiya tidak kabur. Tetapi Jiya memang ingin melakukan pemberontakan. Wilangon Baquero kali ini cukup membuatnya lengah. Jiya turun dari meja tergesa-gesa hendak pergi. Namun, untuk kesialan selanjutnya, pria itu menarik Jiya barbarik hingga Jiya jatuh pada lantai dengan lutut yang terasa nyeri dan lagi-lagi dihadiahi tamparan bengis yang membuat Jiya semakin nelangsa.

Jiya berteriak penuh spirit dengan air mata yang makin tidak bisa ditahan-tahan untuk jatuh. Buat pemberontakan lebih jauh yang finalnya diberi hadiah serupa. Pipinya semakin panas dan merah, bahkan tulang pipinya terasa hancurㅡsecara hiperbol. Demi Tuhan, Jiya tidak pernah diperlakukan seperti ini: sekasar, segila, sebarbarik, dan sebiadab ini Baquero benar-benar kasar dan memerlakukan Jiya selayaknya gadis Madam Barbara yang laik diberi manuver kasar dan barbarik.

Sayangnya, momen itu, Jiya lihat sesuatu yang lenggana masuk pada sensor indera penglihatan. Otomatis mengalihkan pandangan. Hanya saja selalu gagal sebab Baquero mengapit dagu kenya tersebut kencang-kencang dan membuat secara tidak direk bagi Jiya melihat benda bajingan itu tepat di depan mata, utamanya Jiya memang masih berlutut pada lantai.

Tanpa indikasi apapun, pria itu maju dan menahan jemala Jiya agar tidak berpindah posisi dan secara direk memaksa Jiya untuk mengulumi benda bajingan itu. Jiya berusaha lepas dengan cara menutup labium rapat-rapat. Tetapi, kembali ke poin awal: Jiya memberontak, maka pipi eloknya akan ternodai dengan bekas tamparan. Hingga tatkala Jiya berteriak nyeri saat mendapatkan perilaku barbarik itu, Baquero memasukkan benda bajingannya hingga Jiya semakin nelangsa.

Ini super menjijikkan.

Jiya mendedau dalam hati. Terisak jelas dengan netra yang banjir. Mulut terasa penuh dan perih. Secara otomatis rasanya ingin mengeluarkan segala rasa jijik yang timbul, meski sialnya terblokade oleh wilangon tinggi pria setengah Eropa ini. Selain itu, bukan perkara rasa jijik saja, rasa sakit yang timbul karena tamparan Baquero hingga membuat sisi wajah nampak hancur dengan ujung labium yang sedikit berdarah membuat Jiya kepayahan.

"Fuck. This is good, Angel."

Jiya benar-benar tidak kapabel melakukan apa-apa selain merasa hancur dan jijik dan juga marah yang mendetonasi. Jemalanya ditahan oleh kedua tangan bedegap pria biadab ini. Sesekali ditarik hingga saraf kepalanya nyeri bukan main. Di jihat lain Baquero absolut membuat pergerakan yang membuat Jiya tersedak, seolah kehilangan napas, dan mati rasa. Dan jijik.

"Oh, god! Akuㅡfuck, iri dengan kekasihmu, Angel."

Haruskah Jiya bilang bahwa bahkan Taehyung tidak pernah melakukan ini meskipun Jiya tahu bahwa Taehyung ingin. Sementara person sinting ini? Demi Tuhan, ini sangat menjijikan.

Jiya terus mendedau keras dalam kalbu. Kadangkala keluar hingga erangan perih terpublikasikan. Tangan-tangan mendaratkan pada lengan Baquero atau kadang kala pada tungkai pria itu dengan maksud melepaskan diri. Tetapi lagi-lagi Jiya malah mendapatkan manuver kasar: pria itu menginvasi lebih dalam hingga Jiya tersedak dan benar-benar mau mati. Diadisi dengan tarikan pada surai.

Jiya hanya kapabel memikirkan asa agar ada hero seperti Taehyung yang datang seperti biasanya meskipun mustahil sebab person itu selalu tertidur pulas jika sudah lelah atas euforia obatnya. Jadi, pilihan kedua ia buat serebrum memikirkan cara paling tepat untuk bisa melepaskan diri dari katastrofe menjijikan ini. Apapun caranya.

Lantas Jiya dapat radi detik-detik kemudian tatkala Baquero mulai kehilangan kewarasan lebih banyak, memberi manuver maju-mundur yang membuat ujung mulut Jiya merasa perih sebab makin tersedak, mutlak mendongak tanpa memerhatikan Jiya yang nelangsa di bawah. Jiya diam-diam menyusupkan jemari pada kantung jaket, mengambil injektor dengan ujung teramat tajam, dan finalnya menancapkan benda itu pada paha Baquero berkali-kali hingga Jiya kapabel berhasil lepas dari benda bajingan pria itu. Paha Baquero berdarah dan Jiya secepat mungkin menarik kembali suntikannya.

Seolah belum cukup puas melihat eksistensi darah di paha pria itu, Jiya beri tendangan barbarik pada pusat daksa Baquero dengan ujung depan sepatunyaㅡdan Jiya akan segera membuang sepatu ini. Finalnya, pria ini bungkuk, mendedau nyeri seraya memegangi bagian privatnya, dan mengumpati Jiya mati-matian. Detik selanjutnya Jiya ambil buku besar, mungkin diksionari, dan memukulkan benda itu pada jemala Baquero keras hingga pria itu terjatuh.

Ini pertama kalinya bagi Jiya melakukan hal segila ini, tetapi Jiya puas.

Baquero mengerang nyeri lebih jelas. Jiya otomatis pergi secepat mungkin dari sana. Atau tidak? Ia melirik sejemang para kutu buku yang masih setia berada di posisi yang sedari tadi tidak mau menolong Jiya. Jiya beri suara tegas dengan netra yang lucunya masih muncul likuid asin, tetapi Jiya tegas detik itu. "Aku harap kalian diperlakukan semenjijikan itu dan tidak ada yang menolong kalian ... supaya kalian tahu rasanya menjadi diriku, orang yang kalian abaikan."

Pada awalnya Jiya tidak tahu itu efektif untuk menakuti mereka atau tidak. Namun, lucunya itu efektif. Evidens menunjukkan bagaimana mereka menunduk takut. Imej Jiya memang menakutkan bagi mereka meski pada realitasnya Jiya hanyalah kenya lugu nan inosen yang jauh dari imej mengerikan. Tetapi Jiya puas detik itu. Dan lebih puas lagi saat Jiya berhasil keluar dan mendengarkan teriakan para gadis kutu buku yang barangkali dilecehkan Baquero jugaㅡmaksudnya, pria itu sedang berada di atas ambang nafsu, ia belum sampai pada klimaksnya, dan ia ingin pelampiasan sesegera mungkin tanpa peduli itu harus dilakukan oleh perempuan lain, bukan Jiya.

Harapan Jiya terkabul lebih cepat.

Cepat-cepat Jiya menuju radas transportasi. Masuk ke dalam demi mengambil sebotol air mineral. Meminumnya untuk dijadikan pembersih dan memuntahkan tanpa peduli dengan jalanan yang lantas kotor dengan air bekas muntahan. Jiya tidak punya waktu untuk pergi ke toilet demi menghilangan rasa menjijikan ini sebab ia tidak ingin dilecehkan lebih lanjut. Memang Baquero belum mencapai finalnya, tetapi Demi Tuhan rasanya tetap menjijikan.

Sepersekian sekon, meski rasanya masih terasa menjijikan, Jiya betul-betul masuk ke dalam benzo. Sejemang meminum beberapa teguk kola stroberi hanya untuk mengalihkan rasa jijik dan mual.

Lantas ia melirik Taehyung yang tertidur pulas di kursi penumpang di samping. Sedikit punya rasa marah pada Taehyung. Baquero melakukan hal itu sebab melihat Taehyung yang mutlak melakukan itu dengan Jiya di tempat publik. Namun, Jiya tidak bisa begitu. Setidaknya berkat tadi, berkat Taehyung yang menjamahnya di tempat publik, berkat edukasi perkara keberanian, Jiya bisa berani menyelamatkan diri tatkala Taehyung tidak kapabel menolong.

Taehyung itu benteng yang kuat. Tetapi Jiya juga tidak seharusnya memberikan beban seratus persen pada benteng terhebatnya, bukan?

j e o p a r d i z e

Jiya kapabel merasakan stimulasi subtil merambah pada surainya. Rasanya manis dan menenangkan. Terbuai hingga Jiya tidak mau untuk terbangun. Lagipula sepertinya ini belum pagi lantaran rungu Jiya tidak dapat sensor azmat khas insan di pagi hari atau burung-burung yang sibuk memamerkan vokal eloknya. Murni sunyi khas malam hariㅡatau dini hari?

Kenya kirana itu tidak tahu mengapa rasanya damai seolah tengah masuk eden. Padahal sisi muka dan sudut labium masih terasa menyakitkan dan panas. Atau mulut yang masih terasa menjijikan meski Jiya sudah banyak meneguk kola stroberi dan teh kamomil tadi.

Pada intinya, Taehyung memang ekspert dalam hal mendetonasikan komposur hingga jantung hati meleleh.

Tetapi kendati punya intensi membalas, minimal mengucapkan diktum terima kasih atas tangan-tangan sublim milik pria itu, Jiya lebih memilih untuk abai, kembali menutup jemala dengan selimut dan sesak diam-diam. Mati-matian Jiya tutupi sisi kiri wajah dengan kain, lantas kontinyu menyembunyikan seluruh bagian daksa ke dalam selimut, tetapi rupa-rupanya Taehyung menyadari sirkumstansi pelik ini. Sedari tadi Jiya tidak benar-benar tidur. Memang mengantuk, tetapi rasa sakit mendominasi, otomatis menguar vokal yang barangkali membuat Taehyung tertarik ingin tahu.

Semaja Taehyung tidur semenjak dari Saint Hallway. Barangkali sudah bangun, mencoba tenang tanpa mengganggu gadisnya yang ia pikir tengah terlelap, tetapi malah mendapatkan vokal ringisan hingga Taehyung tertarik untuk mencari tahu.

"Mi Corazon." Taehyung bersuara subtil. Bariton rendah yang lembut. Sangat.

Jiya terdiam. Lenggana membalas dan mutlak mencoba untuk tidur seraya mengeratkan selimut agar tidak memublikasikan iras kacaunya.

"Jiya," panggil Taehyung lagi. "Bebé, are you okay?"

Jiya membuka netra di balik kaver. Sialnya, detik itu juga Taehyung berhasil mengabolisi presensi selimut sehingga Jiya mutlak bersitatap dengan pria perfek itu. Secara otomatis Jiya memutuskan koneksi netra sebab Jiya merasa lemah sekali, takut mendadak menangis dan cengeng seperti anak kecil yang mengadu pada ibunya.

"What happened? Beritahu aku siapa yang menyakiti gadisku," rapalnya.

Taehyung jatuhkan jemari pada sisi wajah Jiya. Menyentuh pelan-pelan di sana tetapi tetap bisa membuat Jiya menguarkan vokal ringisan dan menatap Taehyung dengan dahi mengerut. Sebab intuisi Jiya membalas, mencicit pelan, "Jangan disentuh. Sakit."

"Siapa? Who did this, Mi Corazon?"

Jiya menggeleng kecil. "Tidak ada. Hanya jatuh, Taehyung."

"Kau pikir aku percaya? Aku sangat familier dengan ini, Jiya. Siapa yang menamparmu hingga menunjukkan bekas seperti ini?"

"Taehyung tidur saja. Aku tidak apa-apa, kok," balas Jiya, "aku juga mau tidur lagi."

Taehyung membawa Jiya ke dalam rengkuhan di atas paha pria tersebut hingga kenya tersebut tergemap. Bukannya ingin merusak deklinasi tidur perempuan ini, Taehyung hanya ingin meminta eksplanasi Jiya.

"Lepas. Aku mau tidur, Tae."

Hingga Jiya berusaha lepas dari tangan pria yang merengkuhi posesif dan memutus koneksi netra, Taehyung tetap persistansi ingin tahu. Pria itu memegang kedua tangan Jiya, memblokadeya dengan kuncian tangan, lantas mengusap subtil. Mutlak menenangkan Jiya.

"Mi Corazon, please, tell me."

"Hanya jatuh. Aku tidak apa-apa. Sekarang lepas. Aku mau tidur."

Jiya hanya enggan bersikap bodoh. Memberitahu fakta sore tadi sama saja memancing atma buas Taehyung. Tidak tahu kenapa Jiya yakin bahwa Taehyung akan hancur dan membalas perlakuan Baquero. Bukannya itu sama saja membuat Taehyung bunuh diri?

Jiya hanya tidak mau membahayakan Taehyung lebih jauh. Cukup Jiya saja yang membawa beban ini.

Sejemang pria perfek itu mengambil satu ikat rambut yang kebetulan eksis di nakas. Lantas kontinyu mengikat surai halus pendek Jiya yang kini sudah berwarna hitam sepenuhnya. Jiya kelu saat itu, sepenuhnya sumarah. Sepersekian sekon juga Taehyung berbicara dengan tangan-tangan yang masih fokus pada surai Jiya. "Tidak apa-apa? Kau bilang bahwa itu sakit."

Jiya mengerjapkan netra berkali-kali. Kenapa ia selalu terlihat tolol seperti ini, sih?

Tatapan intimidatif Taehyung menyiratkan kuriositas sekaligus rasa sakit. Jiya berulang kali menghindari itu, tetapi pada hakikatnya Taehyung tidak bisa dibantah.

"Siapa orangnya? I need to know, Mi Corazon. I'm begging you."

"Hanya jatuh, Taeㅡ"

"Siapa?"

"Tidak ada. Bukanㅡ"

"Kim Jiya."

Bagus.

Jiya menelan saliva. Aksi intimidatif, diadisi dengan panggilan asma lengkap membuat Jiya tafakur ngeri.

Jadi Jiya tidak kapabel menahan diri. Tahu-tahu menunjukkan iras nelangsa yang bagi Jiya nampak tolol, tetapi menyayat atma bagi Taehyung. Kenya kirana itu balas rengkuhi tubuh Taehyung dengan jemala sembunyi pada bagian ceruk leher paragon perfek itu. Lantas finalnya ia beri vokal nestapa dengan likuid asin yang kembali meluruh dari netra. "Taehyung, ini sakit sekali."

"Sini, tatap aku, Jiya Sayang." Vokalnya semakin sublim.

"Tidak mau. Aku jelek dan menyedihkan."

"Mi Corazon."

"Tidak mau. Titik."

Taehyung mencoba maklum. Sudah jadi kelikat Jiya perihal Jiya yang tidak ingin terlihat hancur. Tipikal perempuan perfeksionis yang enggan epidermis dan tubuh ekstraordinari kirananya rusak akan luka atau hal-hal semacam itu. Oh, bahkan sekedar informasi Jiya tidak pernah memelihara luka satu titik pun lantaran ia memang sangat konservatif pada kesempurnaan dirinya sendiri. Tetapi Demi Tuhan, haruskah Taehyung bicara bahwa Jiya tetaplah kirana dan secara harfiah tidak peduli dengan diktum Jiya?

"Then, tell me who did this?" tanya Taehyung mengulang.

Jiya balas tergagap-gagap. Mau bagaimanapun Jiya tetaplah Kim Jiya yang punya kelikat halus, manja, dan lemah yang selalu mengadu jika disakiti. Jiya bukan person kuat yang kapabel berpura-pura menyembunyikan rasa sakitㅡterkecuali perasaannya pada Taehyung dulu. Perkara Taehyung yang akan terpancing untuk emosi, itu urusan lain lagi. Membujuk Taehyung untuk tidak melakukan hal bodoh kini tidak sesusah dulu.

"Sekuriti ruang kendali. Pria Park, Park Baquero. Dia merekognisiku sebab aksi di ruang kendali tempo lalu. Kontinyu memerhatikanku sejak itu. Hingga finalnya sore tadi, setelah melihat kita melakukannya di perpustakaan melalui kamera ruang kendali, ia datang padaku danㅡitu menjijikan, Taehyung."

Taehyung memiliki banyak opsi asumsi cemar detik itu.

"He kissed me, tetapi aku mencoba memberontak, dan berakhir aku ditampari berkali-kali. Dan itu sakit ... danㅡI'm sure, you will hate me after this. Dia menjadikanku serupa gadis Madam Barbara, mulutku ... dia memasukkannya denganㅡkau paham objeknya." Jiya menjeda. Jelas sekali ia mendengarkan deru napas tidak stabil Taehyung dan Jiya belum punya adrenalin untuk menatap pria Jung ini. Tetapi Jiya tetap memberi kelanjutan stori, "Sampai situ saja. Aku berhasil kabur. You canㅡyou can hate me ... atau jijik padaku. Akuㅡ"

Taehyung menyela bagai gundala. "Lo siento, Mi Corazon. I'm the worst citadel ever."

Jantung hati Jiya merasa tak nyaman dengan leksasi semacam itu. Satu hal yang tidak terbayangkan oleh perempuan itu. Beberapa sekon yang kompatibel membuat Jiya mencoba memahami makna lebih jauh, mencari kesungguhan ucapan pria itu dengan cara menatapi jelaga si paragon perfek. Lantas ia mendapatkan satu juta rasa sakit dan penyesalan dari netra yang biasanya menyorotkan pinar intimidatif.

"Kenapa bilang begitu? You're my best citadel ever, Taehyung."

"Ia mendapatkan invitasi karena aku, Jiya."

Yah, Jiya paham. Kalau Taehyung tidak melakukan hal segila itu di tempat publik yang eksis kamera pengintai di sana mungkin hal seperti ini tidak akan terjadi, meski tidak sepenuhnya seratus persen.

Taehyung mungkin berpikir bahwa hal bahaya yang Jiya dapatkan karena Taehyung yang terlalu ceroboh. Meskipun bukannya jika Baquero memantau Jiya, dengan atau tanpa hal gila di publik itu, mungkin ia akan tetap mengincari Jiya?

"Aku tidak membencimu karena itu, but instead I do hate myself," tambah Taehyung. "I'm sorry, I'm sorry, I'm sorry, Mi Corazon."

Taehyung nampak hancur dengan pelbagai perasaan tak enak yang singgah di penampungan batinnya. Mendadak mengambil salah satu tangan Jiya dan Taehyung gunakan untuk memukul diri Taehyung sendiri, seolah menginginkan Jiya membalaskan hal yang ia dapatkan pada Taehyung. Pria itu nampak eksesif. Realitas yang lagi-lagi tidak mencapai imajinasi Jiya. Bukankah itu menunjukkan seberapa besar afeksi sekaligus penyesalan Taehyung? Merasa bersalah sebab telah menaruh Jiya pada sirkumstansi membahayakan.

"Taehyung. Lepas." Jiya mencoba melepas tangannya yang eksis di cengkeraman Taehyung. Tetapi susah, pria itu malah makin gencar memukuli diri sendiri dengan tangan Jiya. Meski Jiya yakin itu tidak menyakiti Taehyung, tetapi Jiya tidak mau Taehyung seperti ini.

"Punish me, Mi Corazon. I deserve it."

Jiya menggeleng. "Kau ini apa-apaan?"

"Punish me, Mi Corazon. I deserve it."

Konklusinya, probabilitas perkara Taehyung yang akan marah dan menatapi Jiya tidak dengan sorot afeksi lagi rupanya salah. Tetapi sebaliknya, Taehyung malah eksesif dengan rasa sakit dan rasa bersalah. Taehyung repui sekali seolah telah melakukan dosa besar.

"Taehyung, jangan seperti ini. Aku sekarang ... tidak apa-apa."

Taehyung bawa jemari pribadi menyentuh sisi wajah Jiya, mengusap pelan-pelan, dan ditekan sedikit. Lantas melakukan hal similar pada ujung labium Jiya. Hingga Jiya menguar vokal nyeri lagi. Tamparan Baquero bukan tamparan biasa. Bekas merahnya saja masih tetap eksis, atau diusap minim saja sudah kapabel membuat Jiya nyeri. Pada intinya, Taehyung dapatkan konklusi yang berbeda dengan pernyataan Jiya. "Kau menyebutkan ini sebagai sesuatu yang tidak bisa dipermasalahkan? Tidak apa-apa, katamu? Kau kesakitan, Jiya."

"Tapiㅡ"

Taehyung belum mau memberi kesempatan untuk Jiya membalas. Ia menyela lagi. "I'm your citadel. Aku punya responsibilitas untuk menjagamu. Lantas aku menghancurkannya dan malah melukaimu." Ia kontinyu dengan bahana lebih pelan. "I do apologize, Mi Corazon."

"Kau tidak salah, jangan meminta maaf."

Barangkali Jiya bisa menyalahkan Taehyung. Melakukan hal itu di tempat publik tatkala situasi belum aman dalam artian keduanya masih berada di lingkup sirkumstansi membahayakan. Tetapi mengingat habit candunya Taehyung pada medikamen ilegal bukanlah salah Taehyung sepenuhnya, Jiya finalnya tidak mau menjatuhkan beban pada Taehyung.

"Aku salah," kata Taehyung. Secara mendadak menjatuhkan Jiya untuk terbaring. "Kau tidur saja. Aku akan pergi sebentar."

Jiya mengernyitkan dahi. "Sekarang aku berpikir bahwa kau ingin melakukan hal gila ... membalas Baquero misalnya."

Taehyung tidak membalas. Ia malah menjatuhkan banyak kecupan afeksi pada kening dan sisi wajah Jiya. Di jihat Jiya pribadi, meski sakit sedikit, tetapi itu menggelitik jantung. Jadi ia mencengkeram tangan Taehyung, menahan untuk jangan pergi. Mau bagaimanapun Jiya tetap tidak ingin Taehyung repot-repot membalas Baquero jika memang tujuan Taehyung pergi adalah karena itu. Jiya takut jika ujung-ujungnya malah Taehyung sendiri yang bunuh diri. "Jangan pergi, Taehyung. Aku ... aku ingin pelukan hangat."

"Aku pergi sebentar. Setelah kembali, aku akan memelukmu."

"Taehyung."

"Nanti, ya."

Jiya mencebik, absolut membuat iras lucu yang inosen. "Pokoknya aku mau pelukan hangat sekarang, bukan nanti."

"Kim Jiya, aku punya urusan penting. Tidak sekarang."

Jiya merungut. Agak menyebalkan juga saat ditolak Taehyung.

Maka, lantaran enggan kalah. Selain itu enggan Taehyung pergi hanya untuk membalas dendam atau hal semacam itu, Jiya buat lebih banyak rempah iras lucu kesukaan Taehyung. "Taehyung-ie, Papi, aku mau dipeluki hangat-hangat sekarang juga." Dan mau tahu satu hal mengejutkan? Jiya mengakhirinya dengan memberikan satu cumbana manis pada labium Taehyung, persetan dengan rasa sakit di labiumnya sendiri.

Demi Tuhan, sepertinya itu kali pertamanya Jiya begini. Memanggil Taehyung manis-manis hanya untuk meruntuhkan intensi buruk Taehyung hingga menciumnya seperti itu. Rasanya eksentrik, sumpah, sebab Jiya pribadi belum pernah begini. Yah, Jiya bukan Taehyung yang suka memanggil pasangan dengan vokabulari atau frasa yang manis-manis dan menggoda dengan ciuman.

Sialnya Taehyung cuma terdiam. Tremor mungkin.

"Taehyung-ie. Mau peluk."

Jiya sepertinya kecanduan. Taehyung-ie? Bagus sekali, apalagi dipadukan dengan rengekan manja. Maravilloso.

"Taehyung-ie."

"Fuck."

Jiya mengulum labium. Umpatan pelan itu membuat Jiya bangga. Utamanya tatkala Taehyung ikut berbaring dan masuk ke dalam selimut, lantas ikuti kemauan Jiya. Bergabung pada konstelasi hangat nan dipenuhi komposur. "Pelukannya yang erat, ya, Taehyung-ie."

Taehyung seolah kehilangan amarah dan rasa sakitnya. Vokal subtil Jiya yang manis membuatnya tergugah untuk memublikasikan senyum. Jiya adalah perempuan kaku yang barangkali tidak paham-paham amat perkara cinta atau hal semacam itu. Taehyung super penuh harsa tatkala Jiya makin hari makin terbuka dan menghilangkan rasa kaku dan canggungnya.

"Mi Corazon, kau mau membunuhku, ya?" tanya Taehyung.

"Tidak. Tapi menenangkanmu."

"Tapi menenangkanmu. Hanya itu? Tidak ditambah 'Taehyung-ie' lagi?"

Jiya membuat kurva elok. "Taehyung-ie."

"I do like it," rapal Taehyung. "Lagi, Sayang."

"Taehyung-ie."

"Lagi."

"Taehyung-ie."

"Lagi."

Jiya membuka mulut minim. Taehyung ini kecanduan, ya?

"Tidak. Kalau mau, ada syaratnya."

Taehyung memublikasikan pinar penuh kuriositas. "Apa? Gadisku mau apa, hm? Cium? Pelukan yang lebih hangat? Kola stroberi? Atau rindu mau jadi kucing?"

"Bukan," balas Jiya. "Itu, sih, kemauanmu. Lagipula aku sudah dapat cium dan pelukan darimu, sudah banyak minum kola stroberi, dan tadi sore aku sudah jadi kucing, masa mau minta lagi?"

Pria perfek itu menguar tawa. Sumpah, sejauh yang ia rasakan, kadang kala ia tidak siap melihat kelikat lucu Jiya, meski pada hakikatnya itu hal yang sudah biasa.

"OK. Lantas?"

"Hal yang tertunda tadi. Relasimu dengan Jimin."

"Wow, pintar sekali. Padahal aku berharap kau lupa. But it's okay." Ia menjeda. Melirik sejemang kenya kirana yang malah menunjukkan tawa kecil yang lucu dan inosen. Manis sekali. "Komunitas yang aku ceritakan, yang berkenan membantu. Aku kenal Jimin di sana. Komunitas gila yang berisi orang-orang biseksual. Tidak sepenuhnya biseksual, ada gay, kebanyakan."

"Maksudnya kau biseksual?"

"Tidak. Aku pria normal. Hanya kenal dan berelasi dengan beberapa anggotanya, tidak menjadi bagian. Kebetulan aku sangat dekat dengan orang krusial di sana. Hoseok, pemimpinnya. Aku selalu gabung di sana karena aku menghargainya sebagai sahabat, lantas bertemu Jimin. Jimin biseksual ngomong-ngomong."

"Hoseok katamu?"

"Hm."

"Kim Hoseok?" ulang Jiya.

"Ya. Kau kenal?"

Yang ditanya malah bangun sedikit. Jiya mengambil ponsel di atas nakas dan membuka galeri ponsel di sana. Lantas ia tunjukkan satu foto. Dulu, ia dan Hoseok selalu memotret diri masing-masing bersama. "Kalau yang kau maksud adalah Hoseok ini, aku kenal. Dia kakakku."

Kakak?

Hampir satu menit Taehyung terdiam. Menatapi Jiya tergemap. Lucunya memang Jiya nampak serius dengan ucapannya. Apalagi memang bainah yang tertera di ponsel Jiya sangat meyakinkan. Ada banyak hal yang berada di serebrum Taehyung. Salah satunya adalah mengapa Hoseok tidak mengintroduksi adik manisnya ini? Padahal Taehyung pribadi sangat terbuka pada Hoseok; bisa dikatakan stigma Taehyung saja diketahui Hoseok.

"Kalian tidak mirip," balas Taehyung.

"Tidak tahu, tuh. Aku juga heran," kata Jiya, "lupakan. Bagaimana soal Jimin?"

Taehyung menahan diri untuk tidak terkikih meski gagal. Ia beri kecupan dulu pada epidermis leher Jiya. "Kau ini tidak sabar sekali." Jadi Taehyung memahami satu hal perkara Jiya, sangat tidak sabaran jika tengah penasaran. "Orientasi seks Hoseok berubah karena Jimin. Hingga finalnya mereka berdua membuat komunitas gila itu, tetapi Hoseok yang memimpin, bukan Jimin. Jimin menghancurkan kehidupan normal kakakmu, seperti yang aku bilang: dia ekspert menghancurkan kehidupan temannya sendiri. Ia selalu mengenalkan hal-hal ilegal pada temannya dan menormalisasikan hal yang tidak tepat. Termasuk aku, dia yang mengirimkanku pada candunya heroin. Aku tidak tahu tujuannya apa. Mungkin karena ia terlalu kelabu. Sekarang sudah puas dengan eksplanasinya?"

"Belum, Taehyung-ie. Lalu ... apa Jimin masih di sana? Selain itu Kak Hoseok sudah meninggal, siapa yang memimpin?"

"Jimin tidak lagi bergabung. Ia diusir oleh komunitas. Sementara pemimpinnya kini diganti menjadi Yoongi Fishcer setelah sekian lama tidak ada pemimpin. Actually he's normal. Tapi memang kini komunitas itu tidak memperdulikan orientasi seks. Mereka hanya butuh pemimpin yang layak. Bisa dibilang ada perombakan besar-besaran. Sudah cukup?"

"Ya."

Taehyung beri fokus pada pengontrol ruangan dan mutlak mematikan lampu, hanya tersisa cahaya redup dari lampu-lampu di atas nakas. "Jadi sekarang tidur, ya." Paragon perfek itu mengomando Jiya demikian, tetapi Jiya tidak memberi reaksi seperti mengangguk atau mengiyakan. Tangan-tangan kecilnya malah meraih kaus hitam Taehyung dengan roman penasaran. "Bajunya tidak dibuka, Taehyung-ie?"

Bukannya memikirkan hal eksentrik, tetapi Jiya paham betul bahwa Taehyung memiliki habit tidak memakai sandang. Perempuan itu heran bercampur curiga, takut jika Taehyung pergi diam-diam tatkala Jiya sudah masuk alam subkonsius. Meski kini amarah Taehyung sudah terlihat menghilang, probabilitas bagi Taehyung tetap pada intensi awal itu masih besar.

Pria itu lantas membuka kausnya hingga nampak oblik-oblik keras. "Celana juga?"

Jiya mencebik. "Ih, menyebalkan."

Taehyung hanya terkekeh. Tingkah manis dan lucu Jiya beserta dengan sisi kepala kanan Jiya yang mengusak torso polos Taehyung membuat pria itu geli atma dan fisikal. Jiya semakin manja, ngomong-ngomong. Maklum, Jiya cinta pelukan hangat dan Jiya cinta pemberi pelukan hangatnya. Taehyung memahami hal itu.

"Mi Corazon, boleh bertanya?" Taehyung menguar tanya dan Jiya hanya memberi dehaman. "Did that securityㅡcum inside your mouth?"

Taehyung overthinking. Sangat.

"Aku lepas sebelum itu terjadi. But still ... it's disgusting."

"Menyentuhmu lebih dalam?"

"Hanya cium dan itu. But still ... it's disgusting." Jiya memberi sentens akhir yang sama di akhirnya.

"Pipinya sakit sekali?"

Jiya mengangguk dengan netra nestapa. Lucunya wanodya ini malah berlakon menangis, terisak nelangsa hanya ingin memperkuat rasa sakitnya. Yah, jangan lupa bahwa Kim Jiya adalah mantan anggota klub teater. "Iya, Taehyung-ie. Sebenarnya bicara pun terasa sedikit nyeri. Tadi aku makan dan mengunyahnya agak nyeri juga. Cuci muka juga susah. Pokoknya sakit sekali."

Gila. Taehyung tak habis pikir dengan sekuriti itu.

"Besok kita ke dokter, ya. No se preocupe. Pipi dan bibir gadisku mesti diberi perawatan intensif."

Kenya itu tersenyum. "OK."

Wanodya itu memasang kurva lebih lebar dan tahu-tahu mengecupi labium Taehyung selama satu detik saja, lantas langsung memejam. Ada aura hangat yang lucunya bisa Taehyung rasakan, barangkali si kirana ini malu. Dan jangan abaikan satu perkara esensial yang Taehyung sukai perkara simbiosis mutualisme. Jadi sekon-sekon kemudian, Taehyung terus membelai lengan dan punggung daksa Jiya pelan-pelan sebagai pengiring tidur. Membawa Jiya masuk firdaus sebab pria itu tahu bahwa Jiya super mengantuk, hanya saja sulit sebab terinfluensi nyeri di pipi.

Namun, barangkali memang perlakuan Taehyung terlampau sublim dan manis, Jiya mutlak masuk alam subkonsius dengan napas keluar teratur. Roman wajah nampak tenang. Selama beberapa menit demi memastikan bahwa si wanodya manis nan inosen ini betul-betul tidur, Taehyung kompatibel menghadapi situasi senyap dan tenang dengan netra pura-pura memejam.

Kalakian, sebab ia yakin bahwa dayitanya sudah betul-betul terlelap, Taehyung beringsut bangun pelan-pelan. Kontinyu memakai kaus semula, dengan tambahan jaket kulitnya. Hingga finalnya tatkala ia sudah rapih, ia mendekati Jiya yang tidak bergeming, betul-betul pulas. Taehyung mengecup kening kenya tersebut dan lanjut memublikasi bahana baritonnya. "Lo siento, Mi Corazon. Aku akan memelukmu lagi nanti," katanya. Secara mendadak jelaga Taehyung semula menyorotkan ketenangan malah berubah kembali menjadi rasa amarah yang mendetonasi. Pria ini betul-betul tidak terima gadisnya kesakitan seperti ini. Seratus persen tak akan membiarkan parlenteh bajingan itu menyakiti Jiya lagi. "I'm totally mad right now. My revenge cannot be undone."

[TBC]

vokabulari/frasa/sentens asing:
maravilloso : marvelous
no se preocupe : don't worry

ada yang merasa sinatra vibe di sini? taehyung-ie? maap, aku tergila-gila dengan itu, hiks.

anw, kalian mungkin super disgusting dengan bagian awal. tapi memang jeopardize begini. harap-harap kalian paham. paham jika enggak tahan bisa diskip. trigger warning di sini kental sekali.

i do apologize kalau kontennya so disgusting. but i can do nothing selain menambah intensitas kengerian, karena ini jeopardize. dimohon kesiapannya aja untuk bertemu hal yang lebih mengganggu ketimbang ini.

oh, satu, ada yang tebakannya benar perkara pemimpin komunitas itu?

jumpa lagi dengan jiya's citadel minggu depan!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top