TUJUH BELAS

Semua berjalan seperti biasa, Siera telah melupakan soal mimpi yang membuatnya khawatir. Siera menjalani pernikahannya dengan bahagia, apalagi Kalandra selalu memanjakannya.

"Aku pasti rindu denganmu," ujar Siera sedikit cemberut, seraya membantu suaminya mengemas pakaian untuk perjalanan bisnis ke luar negeri.

Kalandra tersenyum melihat raut wajah Siera yang manis di matanya. Kecupan mendarat di pipi wanita itu membuat Siera membeku sejenak sebelum memerah malu.

"Aku janji akan sering meneleponmu, kalau kamu seperti ini bagaimana aku tega meninggalkanmu, hm?"

"Andai saja jadwalku tidak padat, aku ingin ikut denganmu," katanya manja, Siera melemparkan dirinya ke dalam pelukan Kalandra.

Kalandra mendekap Siera dengan hangat, sesekali mengecup pelipisnya. "Hanya seminggu, setelah pekerjaanku selesai, aku langsung pulang." Kalandra juga tak mau berjauhan dengan Siera. Lebai memang, tapi itulah kenyataannya.

Setelah berpelukan lama, mereka akhirnya saling melepaskan. Kalandra mencium bibir Siera lama dan membawanya ke ranjang.

"Sebelum pergi, malam ini aku ingin kita bersenang-senang," bisik Kalandra menggoda, dan kembali mencumbu Siera.

Wajah Siera memerah dan mengangguk malu-malu. Memang, bersenang-senang di ranjang bersama suaminya sangat menyenangkan.

Mereka saling melepaskan pakaian tanpa sehelai benang pun. Bibir Siera membengkak, terengah, matanya menatap ke arah Kalandra yang tampak berkeringat. Di mata Siera, saat ini Kalandra tampak seksi dengan keringat membasahi tubuhnya.

Pria ini miliknya, kan?

Keesokan harinya Siera mengantar Kalandra di depan rumah, sopir akan mengantar Kalandra dan asistennya menuju ke bandara.

Setelah kepergian Kalandra, Siera menghela napas pelan dan melihat sekeliling rumah yang terasa sepi baginya. Malam ini dan malam berikutnya ia tidur sendiri tanpa dipeluk oleh sang suami.

"Belum satu jam saja aku sudah rindu." Siera terkekeh kecil, terlihat sekali ia sangat mencintai Kalandra.

Tak ingin berlarut dalam suasana sedih, Siera segera berangkat menuju ke butik miliknya. Dalam perjalanan ke butik, Siera memutar musik kesukaannya dan sepertinya lagu yang ia putar pas sekali dengan suasana hatinya.

Sesampai di butik, langkah kaki Siera terhenti saat mendengar seseorang yang memanggil namanya. Melihat orang itu, Siera merasa familiar.

"Siera? Kau Siera, 'kan?" tanyanya terdengar ragu.

"Iya, kau siapa ya?" Siera tak mengenal pria di depannya ini, tapi Siera juga merasa seperti pernah mengenalnya.

"Astaga, aku tak menyangka jika bertemu denganmu, Siera. Kau pasti lupa denganku karena aku berubah begitu banyak." Pria itu tertawa kecil melihat kebingungan Siera.

"Aku Ghani, sepupu Kalandra," ucapnya lagi dan memperkenalkan diri.

Siera terkejut dan menatap tak percaya pada pria di depannya. Ghani, ah Siera sangat mengenalnya. Ghani benar-benar terlihat tampan dengan tubuh tegapnya. Meski di mata Siera pria paling tertampan adalah Kalandra, suaminya.

"Ya Tuhan, Ghani? Kau... kau berubah banyak. Sekarang kamu kurus dan tampan," puji Siera tanpa berlebihan.

Ghani terkekeh seraya mengusap tengkuknya dengan telinga yang memerah. Tanda ia sedang tersipu malu.

"Apa aku terlihat tampan?" Ghani menyukai ketika Siera memujinya. Karena sampai sekarang, ia masih menyukai Siera.

Sayangnya wanita di depannya telah menjadi milik sepupunya. Melihat fakta itu membuat Ghani menyayangkan, kenapa bukan dirinya saja yang dicintai Siera. Kenapa harus Kalandra?

Siera mengangguk lucu, membuat Ghani gemas sehingga tanpa sadar tangannya mengusap kepala Siera. Saat tersadar dengan sikapnya, Ghani merasa kikuk tapi juga merasa senang dapat menyentuh Siera.

"Maaf kalau lancang, habisnya kau menggemaskan," sesalnya.

"Tak apa, Ghani, bukankah kita teman."

"Ah, iya kita teman ya." Ghani disadarkan oleh fakta. Dari dulu hingga sekarang ia hanya bisa memendam cinta pada wanita di depannya.

"Kau harus memanggilku kakak ipar," gurau Siera tanpa menyadari pria di depannya tersenyum kecut.

"Baiklah kakak ipar." Siera tertawa begitu pula dengan Ghani.

Tak jauh dari mereka Kirana tersenyum culas melihat pemandangan itu. Buru-buru Kirana mengambil ponsel untuk mengambil gambar. Dan tara, ia mengambil foto dengan pose yang pas.

"Siera, sampai sekarang aku masih tak bisa melepaskan Kalandra untukmu." Sampai saat ini, Kirana masih belum bisa melupakan Kalandra. Bagaimanapun Kirana mencintai Kalandra meski ia sering bermain gila dengan pria lain.

Kirana menyesal tak segera memiliki Kalandra seutuhnya. Malah membiarkan Kalandra tetap menjalani pertunangan dengan Siera hanya karna ingin melihat Siera sakit hati. Hanya saja ia tak menyangka jika pada akhirnya Kalandra jatuh ke pelukan Siera.

Segera ia mengirim foto Siera dengan pria itu pada Kalandra tanpa mengetahui apa hubungan mereka. Kirana tak mengenal Ghani sebagai sepupu Kalandra.

Kirana berdecak kesal saat ia tak bisa menghubungi Kalandra. Ia seketika lupa sejak memutuskan hubungan, Kalandra telah mengganti nomor teleponnya. Dan tak ingin berhubungan dengannya lagi.

Tak kehabisan akal, Kirana mengirim foto itu melalui media sosial. Setelah selesai, Kirana berharap Kalandra membuka dan melihatnya.

"Aku harap mereka bertengkar." Memikirkannya Kirana tak kuasa menahan tawa.

****

Siera duduk berhadapan dengan Ghani. Selain sepupu Kalandra, Ghani juga temannya.

"Lama tak terlihat kau berubah banyak ya."

"Aku juga ingin terlihat tampan dan gagah, hingga akhirnya aku seperti ini," gurau Ghani meski itu juga kenyataannya.

Siera mengangguk setuju. Setiap orang pasti ada masanya di mana ia akan semakin maju dan tidak berdiri ditempat saja.

"Saat kami menikah, kenapa kau tak datang?" tanya Siera penasaran. Ia mengundang Ghani berharap pria itu datang diacara kebahagiaannya.

Ghani tersenyum masam mendengar hal itu. Bagaimana bisa ia datang ke pernikahan mereka jika ia saja tengah patah hati. Jika ia datang, pastinya ia tak akan sanggup melihat Siera bersanding dengan Kalandra. Bisa-bisa Ghani bakal nekat menculik Siera.

"Saat itu aku sibuk dengan jadwal kuliahku. Apalagi banyak kegiatan yang kulakukan di sana. Maaf tak sempat datang."

"Aku terima alasanmu."

Siera dan Ghani berbincang satu jam lamanya. Ghani melihat jam di pergelangan tangannya lalu menatap Siera. Ghani sangat senang mengobrol dengan Siera, namun sepertinya berhenti sampai di sini.

"Siera, lain kali kita mengobrol lagi. Aku ada janji dengan Klienku."

"Ya Tuhan, sepertinya kita terlalu asyik mengobrol." Siera tak enak hati.

"Tak apa." Aku malah senang, Siera.

"Baiklah, hati-hati di jalan."

Senang rasanya telah bertemu teman lama.

Berkilo-kilo meter jauh di sana, Kalandra baru saja sampai ke tempat tujuannya. Masuk ke kamar hotel yang ia tempati selama di negara ini, Kalandra segera mengistirahatkan diri.

Baru sehari berpisah, Kalandra merasa rindu dengan sang istri. Terbiasa bersama dan saat ini tak bersama terasa ada yang berbeda.

Kalandra bersandar di ranjang seusai mandi. Tangannya memegang tangan untuk menghubungi Siera. Melihat ada notifikasi media sosialnya, Kalandra membukanya dan menemukan foto yang sangat ia kenalnya.

Picture

Coba tebak apa yang aku lihat? Aku melihat istrimu bersama pria lain. Bukankah mereka tampak mesra? Kalandra, bagaimana perasaanmu ketika Siera mengkhianatimu?  Dia bermain api di belakangmu. Lebih baik kau kembali padaku Kalandra, aku tak akan berselingkuh di belakangmu.

Setelah membaca pesan dari Kirana, Kalandra mencibir wanita itu. Andai ia tak diberikan kesempatan ke dua, mana tahu ia kebusukan wanita itu. Kalandra segera meblokir media sosial Kirana. Wanita itu ada saja tingkahnya membuatnya jengah.

Tetapi Kalandra juga terganggu dengan foto tersebut. Ia mengenal pria itu, karena dia adalah sepupunya. Tapi yang tak Kalandra ketahui adalah ada hubungan apa Siera dengan Ghani, kenapa mereka begitu terlihat akrab dan... hangat.

Kalandra merasa gerah dan cemburu. Siera wanita yang cantik, tak mungkin tak ada pria yang menyukainya. Dia saja yang dulu buta mengabaikan cinta Siera padanya.

Ia langsung menghubungi Siera, dan mengeluh tentang kecemburuannya tanpa memberitahu dari mana ia tahu pertemuan Siera dengan Ghani.

"Aku cemburu, Sayang," ujar Kalandra terdengar merajuk.

Siera di seberang sana tertawa kecil.
"Apa yang harus kamu cemburuin? Dia sepupu kamu, Sayang, dan juga hanya sekadar teman saja."

Kalandra tersenyum lega mendengar Siera mengatakan mereka hanya berteman saja. Ia memang tak begitu mengenal Siera di masa lalu, siapa saja yang teman-teman Siera. Apalagi ia baru tahu sepupunya saling kenal dengan istrinya.

"Aku merindukanmu."

"Aku juga, suamiku."

Andai jarak mereka dekat, Kalandra pasti mendekap Siera. Ah, sepertinya Kalandra harus segera menyelesaikan pekerjaannya agar cepat-cepat bertemu sang istri.

....

23/01/25

Hai, masihkah ada yang menunggu cerita ini update?

Sudah satu tahun aku hiatus, sepertinya banyak yang bosen nunggu cerita ini hiks.

Tapi gak papa, aku sendiri saja juga begitu kok wkwkw.

Insya Allah sudah mulai menulis lagi. Doain gak mager ya say.

See you next chapter 👋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top