SEPULUH
Kalandra benar-benar membuktikan pada Abercio jika ia tak main-main dengan ucapannya. Ia akan menjadikan Siera satu-satunya wanita sebagai istri dan wanita yang dicintai.
Keinginan pernikahan dipercepat segera Kalandra utarakan pada kedua orang tuanya. Tentu saja, orang tua Kalandra sangat bahagia, terutama Adelia. Bagaimanapun, Kalandra dan Siera sudah cukup lama bertunangan. Tak ada salahnya jika mereka sudah memikirkan tentang pernikahan.
"Mama dan Papa akan membicarakan dengan Kakek Siera, Kalandra. Kami akan menentukan waktu yang pas," ujar Adelia pada Kalandra.
Kalandra mengangguk senang. Sejak ia kembali ke masa lalu, Kalandra memang ingin segera memperistri Siera.
"Ma, aku ingin pernikahan kami dipercepat," katanya serius.
Adelia mengangguk. "Kalau begitu satu bulan, bagaimana? Apa terlalu cepat?"
Kalandra tampak memikirkannya, namun saat Kalandra menggelengkan kepala, Adelia menghela napas lega. Mama Kalandra berpikir jika satu bulan terlalu cepat bagi putranya.
"Baiklah, satu bulan dari sekarang Mama akan memikirkan..."
"Dua minggu, Ma," sela Kalandra menghentikan Adelia.
"A-apa?"
"Aku ingin pernikahanku dengan Siera dalam kurun waktu dua minggu." Jawaban Kalandra membuat Adelia melirik sang suami.
Sejujurnya Herry juga terkejut dengan keinginan Kalandra. Waktu dua minggu terlalu singkat jika mengurus semuanya. Herry dan Adelia saling menatap, seolah mencerna semuanya. Tak lama kemudian Adelia melihat Herry mengangguk, membuat Adelia menghela napas berat.
"Apa kau yakin?" tanya Adelia memastikan.
"Tentu saja."
Adelia tampak keberatan dengan waktu yang Kalandra inginkan. Dua minggu, itu adalah waktu yang tak cukup untuk mempersiapkan pesta pernikahan dan mencetak undangan.
"Astaga, Kalandra, Mama tahu kau ingin segera menikahi Siera, tapi bukankah dua minggu itu terlalu cepat? Bagaimana dengan satu bulan saja? Mama pastikan acara pernikahan kalian sangat-sangat matang." Adelia memberitahu agar Kalandra tak perlu terburu-buru. Dua minggu adalah waktu yang sedikit untuk menyelesaikan acara pernikahan Kalandra dan Siera nantinya.
"Mama tenang saja, Kalandra sudah mengurus semuanya. Mama dan Papa hanya membicarakan pada Kakek Abercio jika pernikahanku dengan Siera akan dilaksanakan dua minggu dari sekarang."
Adelia menghela napas dan menatap tak berdaya pada putranya. Herry hanya terkekeh kecil melihat Kalandra sudah mengatur semuanya. Tak heran dengan santainya ingin pernikahannya dengan Siera dipercepat.
"Papa terserah padamu. Jadi, kau sudah mengatur semuanya dan Mama maupun Papa hanya terima beres, 'kan?" Herry cukup tahu sifat Kalandra, dan ia cukup bangga akan itu.
Kalandra dan Herry saling melempar senyuman. Mengetahui karakter ayah dan anak itu membuat Adelia mendengus kesal.
"Kalian itu memang sama!"
****
Kalandra tersenyum saat melihat sosok perempuan yang memenuhi harinya berjalan menghampirinya. Saat perempuan itu mendekat, Kalandra langsung memeluknya dan membubuhkan kecupan di keningnya.
"Apa aku terlalu lama?"
"Sama sekali tidak."
Siera tersipu malu dan memukul dada Kalandra dengan main-main. Saat Kalandra menelepon dan mengatakan ingin mengajaknya keluar menuju ke sesuatu tempat, Siera segera mandi dan berdandan secantik mungkin. Karena bagi Siera, ia ingin selalu terlihat cantik di depan tunangannya, hingga pria itu tak akan berpaling pada wanita lain.
"Hari ini kamu cantik," puji Kalandra tanpa berbohong. Semburat merah di wajah Siera terlihat jelas di mata Kalandra, Kalandra tersenyum dan menarik kedua pipi Siera sehingga sang empu mengaduh.
"Memangnya selama ini aku tak cantik?" Mata mereka bertemu, tatapan Siera terlihat sekali jika ia merajuk.
"Kamu selalu terlihat cantik di mataku," jawab Kalandra ditambah dengan nada menggoda.
Akhirnya setelah drama yang cukup panjang, kini mereka sudah berada di mobil dan Kalandra mengemudi dengan tenang. Siera penasaran akan dibawa ke mana oleh calon suaminya, tetapi Kalandra hanya mengatakan akan membawa di tempat yang indah, dan itu masih rahasia.
Tak lama kemudian telah sampai ke tempat tujuan. Tempat yang ternyata adalah pantai. Pantai itu tampak tak ramai, dan Kalandra mengajaknya keluar dari mobil dan menggandengnya.
"Aku kira kamu ingin membawaku ke mana, ternyata di sini," ujar Siera berjalan beriringan dengan Kalandra dengan tangan saling menggengam.
"Kamu tak senang?" Kalandra menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Siera.
Siera tersenyum dan berjinjit mengecup pipi Kalandra. "Aku senang, ke mana pun kamu bawa, aku akan suka." Siera tak ingin Kalandra salah paham.
"Aku senang mendengarnya."
Sekian lama berjalan, Kalandra menghentikan langkahnya membuat Siera menatap Kalandra penuh tanda tanya. Hal itu Siera simpan rasa kebingungannya karena sosok pria seusia Kalandra menghampiri mereka.
"Kalian sudah datang?"
"Ya, sesuai jadwal," sahut Kalandra membuat pria itu terkekeh.
"Dia calon istrimu?" tanya pria itu dan menatap Siera.
"Ya, namanya Siera. Sayang, dia teman lamaku namanya Levin, dia seorang fotografer." Kalandra mengenalkan keduanya sehingga saling berjabat tangan.
"Salam kenal, Siera. Aku tak menyangka calon istri Kalandra secantik ini" Levin memuji Siera tanpa maksud apa pun. Siera pun membalas dengan senyum tipisnya.
"Daripada lama-lama, ayo kita mulai." Levin mengajak Kalandra untuk melakukan hal yang diinginkan Kalandra.
"Sayang, apa maksud semua ini?"
"Kamu akan tahu nantinya."
Kalandra dan Siera menghampiri Levin dan mengganti pakaian untuk melakukan foto prewedding. Kalandra sengaja memilih tema di pantai. Mereka melakukan foto beberapa kali dengan pakaian berbeda.
Senyum indah terus terpancar di bibir Siera, tak menduga akan diberikan kejutan hal seperti ini. Tawa Siera tampak lepas dan Kalandra mengejarnya dari belakang. Foto mereka sangat bagus dan terlihat alami sekali. Levin yang sudah beberapa kali memfoto kliennya, juga merasa senang dengan hasilnya. Kalandra beruntung mendapatkan perempuan secantik Siera.
"Bagaimana, bagus bukan?" Levin menyerahkan kameranya pada Kalandra untuk melihat hasilnya.
Kalandra melihat hasilnya dengan senyum puas. Lagi dan lagi Siera terlihat memukau dan cantik difoto itu. Dulu Kalandra benar-benar buta sehingga tak menyadari pesona Siera, dan perempuan itu kini adalah miliknya.
"Seperti biasa, kau selalu mengambil gambar yang pas."
"Tentu saja. Fotonya akan aku kirimkan dua hari lagi. Khusus untukmu akan kupercepat."
"Terima kasih." Kalandra tahu temannya ini memang sibuk sekali.
"Sama-sama, bukankah kita teman." Dua pria itu saling tertawa sebelum berpisah.
Pelukan dari belakang mengejutkan Kalandra, tapi saat tahu siapa yang memeluknya, Kalandra membiarkannya.
"Terima kasih kejutannya hari ini," ucap Siera lalu melepaskan pelukannya.
"Dan dua minggu lagi kita menikah."
"A-apa?!"
Dua minggu telah berlalu, dan di sinilah sekarang di mana hari pernikahan segera terjadi. Siera sangat cantik dengan riasan memperindah wajahnya. Gaun pengantin yang Siera rancang kini membaluti tubuhnya. Pesona Siera semakin terpancar, membuat Abercio tak rela melepas cucunya pada pria yang akan menjadi suaminya.
"Kau mirip sekali dengan Mamamu, Siera." Pria tua itu menangkup wajah Siera penuh kasih. Mata tuanya berkaca-kaca, karena sebentar lagi cucunya akan menjadi milik orang lain.
"Kakek, kenapa menangis?" Siera merasa sedih saat melihat pria tua yang notabene Kakeknya tak pernah lelah memberinya kasih dan sayang kepadanya menatapnya sendu.
"Rasanya Kakek tak rela kau menikah." Abercio terkekeh dan mengelus pipi Siera.
"Kek, meski Siera menikah, Siera tak akan lupa dengan Kakek. Siera akan mengunjungi Kakek setiap hari."
"Ya, kau harus mengunjungi pria tua ini."
Abercio menghela napas pelan, melihat sinar bahagia Siera yang sebentar lagi menikah, membuatnya rela tak rela harus melepas Siera pada pria yang dicintainya.
"Siera, berbahagialah selalu, jangan biarkan air matamu jatuh karena kesedihan. Jika suatu saat nanti dia menyakitimu, pulanglah ke rumah Kakek, Kakek akan menyambutmu dengan tangan terbuka. Ingatlah, Kakek akan selalu ada untukmu."
Kata-kata Abercio menyentuh hati, Siera tahu betul di dunia ini tak ada yang lebih mencintainya selain Kakeknya. Dan Siera berharap, cinta Kalandra sama besarnya seperti sang Kakek.
Siera mengangguk lalu memeluk Abercio.
"Siera akan mengingatnya." Lelehan air mata meluncur di pipi Siera.
Abercio menggandeng Siera menuju ke altar, di mana Kalandra sudah menunggu kedatangan calon mempelai. Saat Siera berjalan menggandeng Kakeknya, Kalandra sendiri tak sabar menanti kedatangan Siera.
Berkali-kali Kalandra menghela napas kasar, seraya melihat ke arah di mana Siera akan datang. Kalandra takut jika Siera kabur dipernikahan mereka, namun ketakutannya tak terjadi kala matanya melihat sosok Siera tampak cantik menggandeng Abercio dengan menggenggam bunga di salah satu tangannya.
Kalandra menggigit bibirnya, ia mendongak saat sadar kalau ia tengah menangis. Sesak di dada perlahan menghilang ketika pemilik hatinya sudah ada di depannya. Tangan Kalandra terulur dan Abercio menyerahkan tangan Siera pada Kalandra.
Menghela napas berat, Abercio menatap Kalandra serius. "Kuserahkan cucuku padamu, Kalandra. Sayangi dan cintailah dia seperti aku menyayangi dan mencintainya. Jangan kau membiarkan dia menangis karena kau menyakitinya," ujar Abercio tegas.
"Jika kau tak mau lagi bersama cucuku, kembalikan dia padaku." Rasanya sangat berat mengatakan hal itu, tapi Abercio harus memperingati Kalandra. Daripada nanti Siera disakiti, lebih baik dikembalikan padanya.
"Aku tak akan melakukan itu," tegas Kalandra. "Karena aku tak akan menyakiti Siera. Itulah janjiku," lanjut Kalandra menatap Abercio dengan penuh keyakinan.
Abercio tak menjawab, hanya menepuk pundak Kalandra. Setelahnya pria tua itu turun dan bergabung dengan asistennya.
Kalandra dan Siera saling melempar senyuman, setelahnya mereka mengucap janji suci sehidup semati, dalam suka dan duka akan selalu bersama hingga maut memisahkan. Setelah mengucap janji suci, kini mereka saling memasang cincin pernikahan. Tepukan tangan terdengar saat Kalandra menyatukan bibir mereka.
Tak jauh dari mereka Abercio menyeka wajahnya, matanya memerah lalu tersenyum saat melihat Siera terlihat bahagia. Tak berbeda dengan Abercio, orang tua Kalandra terutama Adelia menangis bahagia. Akhirnya, putranya menikahi Siera. Di dalam hati Adelia, ia berjanji akan menyayangi putri mendiang sahabatnya seperti putrinya sendiri.
"Lihatlah, Sher, kedua anak kita akhirnya menikah. Keinginan kita menjodohkan keduanya akhirnya terjadi juga," gumam Adelia teringat pada Sherly, mendiang Mama Siera.
Kalandra dan Siera tersenyum bahagia. Sore nanti resepsi pernikahan diadakan dengan mewah dihotel milik keluarga Kalandra, Siera tak tahu pesta nanti seperti apa, Kalandra berkata Siera hanya terima beres dan tak akan mengecewakan perempuan yang sudah sah menjadi istri Kalandra.
.....
28/01/24
Akhirnya bisa up juga hehe.
Gimana? Siap menuju konflik?
Tenang aja, selama buat cerita gak pernah buat konflik berat, soalnya suka happy ending 🤣🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top