SEBELAS
Siera menatap Kalandra penuh haru. Tak menyangka jika suaminya merayakan pesta pernikahan dengan meriah. Dekorasi didomonasi warna putih dan warna ungu muda kesukaannya. Tak lupa foto prewedding mereka yang terpasang dengan ukuran besar sebagai pemanis.
Ucapan selamat terus diterima silih berganti, Siera maupun Kalandra terus menebarkan senyum selama diacara repsepsi.
"Selamat bahagia untukmu." Tiga sahabat Siera datang dan disambut oleh sang pemilik acara.
"Aku senang kalian datang," kata Siera pada ketiganya.
"Tentu saja kita datang," balas Livia dan memeluk Siera.
"Mana mungkin kita melewati acara pernikahan sahabat kita," sahut Kania bergantian dan diangguki oleh Selinda.
Selinda mendekati Siera dan memeluknya. "Aku memberi kado spesial untukmu. Aku yakin suamimu akan menyukainya," bisiknya dengan nada menggoda.
Ketiga sahabat Siera tahu siapa Kalandra, karena Siera tak pernah absen membicarakan tentang tunangannya, apalagi mereka juga diuniversitas yang sama. Hanya saja Kalandra dan mereka tak saling mengenal, Kalandra sendiri tahunya mereka adalah sahabat Siera, sehingga ketiganya hanya tersenyum canggung dan memberi kata selamat untuk pria itu.
"Selamat dengan pernikahan kalian. Aku harap kau tak menyakiti Siera." Kania berucap mewakili kedua sahabatnya kepada Kalandra. Kalandra sendiri hanya mengangguk saja sebagai jawaban. Kalandra tak suka basa-basi atau sok akrab dengan orang lain.
"Tentu kami akan bahagia, iya 'kan, Sayang." Siera memeluk lengan Kalandra, tak lupa senyum menghiasi bibirnya. Kalandra tersenyum tipis lalu mengangguk.
Ketiganya lega melihatnya. Berharap Kalandra tak akan menyakiti sang sahabat. Setelah basa-basi, ketiganya berlalu membiarkan beberapa tamu mendekat pada pengantin baru.
"Lelah?" Kalandra mengamati Siera yang meringis kecil.
"Sedikit, tapi aku juga senang," balas Siera.
"Sebentar lagi selesai. Kita bisa beristirahat. Biarkan orang tua yang mewakili kita."
Siera hanya mengangguk dan tersenyum malu. Bayangan malam pertama menari-nari di kepala, tiba-tiba saja Siera merasa malu sendiri dengan pikiran kotornya. Bagaimanapun hari ini mereka lelah dan tak mungkin langsung melakukan malam pertama.
Kebahagiaan Siera sirna melihat sosok wanita tak asing baginya. Tangan Siera mengepal saat wanita itu datang tanpa undangan dan berpenampilan berlebihan. Dress merah menyala sampai ke mata kaki, tak lupa sepatu hak tinggi dengan warna yang sama. Entahlah, di mata Siera penampilan Kirana terlalu mencolok.
Siera melingkarkan tangannya pada lengan Kalandra dengan erat, lalu menoleh pada suaminya. "Kamu mengundangnya?" bisik Siera menuntut jawaban.
"Aku sama sekali tak mengundangnya." Kalandra menjawab dengan jujur. Kalandra sendiri juga terkejut dengan kedatangan mantan kekasihnya.
Kirana kini sudah berhadapan dengan pengantin baru. Tatapan Kirana menatap Kalandra penuh kerinduan. Sebelumnya, Kirana merasa marah mendengar Kalandra menikah, apalagi dengan mantan sahabatnya. Kirana mengamuk, membanting barang-barang di rumahnya untuk melampiaskan kemarahannya. Bagaimanapun, mereka sudah lama menjalin kasih, tetapi dia diputuskan begitu saja dan lebih memilih tunangannya.
Sebagai wanita, harga dirinya diinjak-injak, apalagi melihat Siera menggandeng Kalandra dengan mesra. Karena jujur saja, Kirana juga mencintai Kalandra, meski di belakangnya sering bermain dengan beberapa pria. Di hatinya tetap Kalandra pemiliknya.
"Selamat," ucap Kirana. "Aku tak menyangka kita benar-benar berakhir seperti ini," lanjutnya.
Kirana melangkah ingin memeluk Kalandra. Sayangnya Kalandra mundur sehingga Kirana tak bisa memeluknya. Wanita itu tersenyum kecut melihat Kalandra menghindar. Tangan Kirana mengepal, bersumpah akan merebut Kalandra dari sisi Siera.
"Baiklah, maafkan aku." Kirana benar-benar memainkan peran lembut dan baik hati. Seolah merelakan mantan kekasihnya bersanding dengan wanita lain.
"Mungkin aku ada salah padamu, dan jika ini memang takdir kita, aku melepaskanmu dengannya. Semoga kalian bahagia." Lebih tepatnya tak akan ada kebahagiaan dipernikahan keduanya.
Kirana kini melihat Siera, menekan dirinya agar tak menerjang Siera dan merusak riasan yang mempercantik Siera. Kirana iri, namun ia harus menahan diri.
Ia pun mendekati Siera dan berbisik, "Hari ini kau bisa bahagia, Siera, tapi yakinlah aku akan merebut Kalandra darimu. Aku tak akan rela bila kau mendapatkan cintamu." Senyum Kirana kian melebar melihat tubuh Siera terlihat kaku.
Mungkin terkejut dengan ucapannya sehingga memberi reaksi seperti itu. Yah, sepertinya ini menyenangkan. Sakit hati karena ditinggalkan begitu saja membuat Kirana tak ingin Kalandra bahagia bersama Siera. Ia akan menjadi duri dalam pernikahan keduanya.
"Selamat untuk kalian berdua." Kirana langsung membalikkan badannya melangkah meninggalkan sepasang yang memuakkan baginya.
Kepergian Kirana membuat Siera menahan rasa sesak. Bagaimana jika nanti Kirana membuktikan ucapannya? Apakah kebahagiaannya hanya sementara saja? Siera segera menggelengkan kepala, ia tak boleh memikirkan omong kosong Kirana. Nyatanya Kalandra memilihnya dan menikahinya.
"Sayang, kamu baik-baik saja?" Kalandra menangkup wajah Siera yang memerah.
"Ya, aku baik-baik saja." Siera menjawab dengan senyuman.
"Entah apa yang dia ucapkan padamu, harusnya kamu mendorongnya saja." Raut wajah Kalandra terlihat kesal, kedatangan Kirana tanpa undangan benar-benar tak pernah terpikirkan.
Siera mengangguk, harusnya ia mendorong Kirana saja, namun Kirana terlalu cepat berbicara sehingga membuatnya membeku sesaat. Tetapi jika ia mendorong Kirana, apa yang akan para tamu pikirkan tentangnya. Di hari bahagia ia malah menunjukkan sikap aragon.
"Lebih baik kita istirahat," ajak Kalandra lalu menggandeng Siera menuju ke kamar hotel yang disediakan untuk mereka berdua. Sebelumnya, Kalandra mengatakan ingin istirahat bersama Siera pada orang tuanya dan kakek Siera.
Sesampai di kamar yang didekorasi demikian rupa, suasana hati Siera yang tadinya kesal berubah menjadi tenang. Bunga bertaburan di ranjang seolah siap untuk dihamburkan. Seketika Siera menggelengkan kepala dengan cepat, memikirkan mereka memadu kasih di atas sana membuatnya merona.
Pertama-tama yang dilakukan Siera adalah melepas gaun yang ia pakai dan menghapus riasan, setelahnya ia akan mandi guna membersihkan diri.
"Sayang, bisakah kamu membantuku?" pinta Siera pada Kalandra yang sudah mandi lebih dulu.
Kalandra mengerti pun berdiri di belakang Siera lalu menarik ritsleting gaun Siera turun ke bawah hingga punggung terbuka Siera terpapang di depan mata. Refleks jemari Kalandra mengelus punggung Siera sehingga sang empu bergidik ngeri.
Siera langsung menjauhi Kalandra, selain merasa malu, Siera tak siap jika Kalandra memakannya. Bagaimanapun ia belum mandi sehingga Siera tak percaya diri dengan bau tubuhnya.
"A-aku mandi dulu." Tanpa mendengar jawaban Kalandra, Siera berlari menuju ke kamar mandi.
Kepergian Siera, Kalandra menyugar rambutnya ke belakang. Lalu ia terkekeh geli dengan apa yang barusan ia lakukan.
"Dasar tak sabaran," sinisnya pada diri sendiri.
****
Mereka duduk di tepi ranjang dalam heneningan. Siera menggigit bibirnya kala merasa suasana terasa canggung. Mungkin karena ini adalah malam pertama mereka sehingga bingung ingin melakukan seperti apa.
Padahal biasanya Siera tanpa malu menempel pada Kalandra bagai perangko. Tapi apa sekarang? Ia malah takut Kalandra memakannya.
"Siera?" Siera tersentak mendengar suara Kalandra memanggil namanya. Apakah ini waktunya ia melempar diri pada suaminya?
Suaminya? Ah, rasanya Siera seperti mimpi. Kalandra yang dulunya tak mau bersamanya, selalu mengabaikannya, kini telah menjadi suaminya.
"Ya?" Siera menoleh ke arah Kalandra sehingga mereka saling memandang satu sama lain.
Tangan Kalandra terulur merapikan rambut Siera di belakang telinganya sehingga dapat melihat wajah cantik Siera dengan jelas. Perlahan Kalandra memajukan wajahnya sehingga membuat Siera memejamkan mata. Bibir Siera sedikit maju seolah siap jika Kalandra menciumnya.
Namun bukan ciuman yang Siera dapat tetapi tiupan di wajahnya membuatnya langsung membuka mata. Siera memukul Kalandra menutupi rasa malunya, dan Kalandra hanya tertawa setelah mempermainkannya.
Setelahnya, Kalandra mencium Siera dengan pelan dan saling menikmati. Siera jatuh ke ranjang, melingkarkan kedua tangannya di leher Kalandra.
Napas mereka terengah-engah seolah habis lari maraton. Mata Siera terpejam merasakan kecupan hangat di dahinya. Hati Siera menghangat, ia merasa Kalandra benar-benar mencintainya.
Aku membencimu!
Siera tersentak. Mengedarkan pandangan kala mendengar suara itu. Suara itu terdengar jelas di pendengarannya. Suara yang terdengar menunjukkan kebencian.
"Memikirkan apa, hm?"
Takut jika itu hanya ilusi, Siera menggeleng dan mengulas senyumannya. Malam ini akan menjadi malam terindah, dan Siera tak mau merusaknya hanya karena mendengar suara itu.
"Aku mencintaimu," bisik Kalandra memeluk Siera erat. Kalandra takut suatu saat nanti Siera meninggalkannya.
Hati Siera menghangat. Ia pun membalas pelukan Kalandra. "Aku juga mencintaimu," balas Siera.
Kalandra merasa tercekik mendengar balasan Siera. Tak hanya sekali atau dua kali Siera mengatakan kata-kata cinta padanya. Namun ia sering mengabaikannya di masa lalu sehingga membuat Siera pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Ia bersyukur kembali ke masa lalu sehingga dapat merubah sikap jahatnya pada Siera. Ia berharap Siera tak seperti dirinya, yang mengulang waktu. Kalandra tak siap jika Siera menatapnya penuh kebencian ketika mengingat apa yang pernah ia lakukan padanya.
"Apa pun yang terjadi jangan membenciku," bisik Kalandra.
"Apa aku pernah membencimu selama ini?" Siera menangkup wajah Kalandra. Meski dulu mendapat tatapan kebencian Kalandra, di dalam hati Siera, ia sama sekali tak bisa membenci. Ia terlalu mencintai Kalandra.
Bodoh memang, tapi itulah kenyataan bahwa meski tak dianggap ada, Siera terus berjuang demi cintanya. Tapi pada akhirnya, kini ia mendapatkan Kalandra sepenuhnya, bonus dengan ungkapan cinta.
Kalandra tersenyum tipis. Benar, selama ini Siera tak pernah membencinya, tapi siapa yang tahu suatu saat nanti, bukan?
"Tak usah membahas masa lalu. Untuk sekarang hanya ada aku dan kamu," ungkap Siera mengelus pipi Kalandra. Kalandra masih berada di atasnya.
"Bukankah sekarang malam pertama kita?" goda Siera merasa tak canggung lagi. Malam ini, Siera menyerahkan diri, jiwa, dan raga pada suaminya. Siera ingin menyempurnakan pernikahan mereka.
Kalandra mengecup bibir Siera. "Benar, ini malam pertama kita. Aku akan hati-hati," bisiknya serak.
Satu persatu pakaian yang melekat pada tubuh mereka terlepas. Tangan mereka saling menggenggam, saling menyentuh satu sama lain. Penyatuan malam ini begitu panas dan membara. Siera dan Kalandra menikmati malam pertama dengan penuh cinta. Kini, mereka telah saling memiliki.
....
31/01/23
Thanks buat yang baca dan vote.
Di sini Kirana hanya pemanis saja. Konflik utama bukan pelakor wkwkw.
Coba tebak hayoo??
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top