EMPAT

"Sa-sayang," gagap Siera masih dengan posisi sama. Apalagi saat dirinya merasakan lengan kekar Kalandra melingkar di pinggangnya. Hembusan napas Kalandra membuat bulu kuduk merinding.

Siera memejamkan matanya saat melihat Kalandra mendekatkan wajahnya. Siera pikir Kalandra akan menciumnya, tetapi ternyata pemikirannya salah. Kalandra menjatuhkan wajahnya di ceruk leher Siera, hingga ia merasakan hembusan hangat di lehernya.

Siera menertawakan dirinya dari pikiran kotornya. Mana mungkin Kalandra mau menciumnya. Senyum Siera mengembang , tangannya menyisir surai lebat Kalandra ke belakang. Tak biasanya Kalandra bersikap manja seperti ini. Ah, bahkan ini adalah pertama kalinya pria ini bermanja padanya.

"Lelah ya?" tanya Siera penuh perhatian.

"Hm." Kalandra mengangguk dan semakin mengeratkan pelukannya. Kalandra suka mengendus aroma tubuh Siera. Candu.

"Setelah ini bagaimana jika kita makan malam di luar?" usul Siera, ia ingin berlama-lama bersama sang tunangan.

"Apa kamu lapar?" tanya Kalandra, menjauhkan kepalanya dari ceruk leher Siera.

Siera mengangguk lucu dengan bibir mengerucut.
"Aku lapar, apalagi sebentar lagi waktunya makan malam."

"Oke, sesuai keinginanmu," ujar Kalandra, menuruti keinginan Siera.  "Kamu ingin makan di mana?"

Siera menatap sang tunangan dengan mata berbinar. Sungguh, jika ini hanya mimpi, Siera berharap mimpi ini tak pernah berakhir. Perubahan Kalandra hari ini benar-benar membuat Siera senang. Tapi ia juga takut keesokan harinya Kalandra akan berubah sikap.

"Kamu... sungguh mengiyakan ajakkanku?" tanya Siera tak percaya. Bagaimanapun, setiap saat ia mengajak Kalandra pergi bersamanya, Kalandra akan menolak dengan mentah. Bahkan pria itu malah selalu ada waktu untuk selingkuhannya. Ya, selingkuhan. Karena bagi Siera, Kirana adalah orang ketiga dari hubungannya dengan Kalandra.

"Apa aku sedang terlihat bercanda?" Siera segera menggelengkan kepalanya.

"Sayang, ada apa denganmu hari ini?" Siera menatap Kalandra penuh haru. Ia juga memeluk Kalandra erat, menyalurkan betapa ia senang dengan sikap Kalandra.

"Kalau bisa, kamu tetap seperti ini ya. Jangan mengacuhkanku terus," bisik Siera semakin mengeratkan pelukannya.

Kalandra tak menjawab, akan tetapi pria itu membalas pelukan Siera tak kalah erat. Di dalam hati Kalandra paling dalam, beribu kata maaf ia ucapkan pada Siera. Sebenarnya Kalandra ingin mengatakan hal itu pada Siera, namun bibirnya terasa kelu saat akan mengucapkan kata maaf.

Kini mereka sudah berada di mobil milik Siera. Mobil Kalandra sengaja di tinggal di kantor, sehingga mereka pulang bersama. Sebelum pulang, Kalandra maupun Siera mampir terlebih dahulu ke restauran untuk makan malam bersama.

"Mau mampir?" tawar Siera sesampai di rumah.

Kalandra melihat jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul delapan malam.
"Apa Kakek di rumah?" tanya Kalandra ragu. Kalandra merasa malu dengan Abercio, karena di masa lalu, ia selalu menyakiti hati cucunya. Bahkan sumpah Abercio padanya benar-benar terjadi. Penyesalannya ia bawa sampai ia mati.

"Kakek ada perjalanan bisnis di luar negeri," sahut Siera. Di usianya yang sudah menginjak 60 tahun, pria tua itu masih terlihat bugar. Siera semakin bangga dengan Kakeknya.

"Apa kamu ingin aku mampir?"

"Apa perlu harus ditanyakan?" Wajah Siera memerah. "Bahkan kamu pun menginap, dengan senang hati aku mengizinkannya."

Kalandra tertawa kecil mendengar ucapan Siera. Perempuan itu memang benar-benar mencintainya. Dan bodohnya, ia tak pernah menganggap cinta Siera padanya. Di kehidupan kali ini, Kalandra tak akan menyia-nyiakan Siera. Kalandra akan memberikan cinta, lebih besar dari cinta perempuan itu padanya.

Siera terpana melihat Kalandra tertawa. Senyum Siera terulas tipis, kenapa tunangannya selalu membuat Siera semakin dan semakin mencintainya?

"Kamu semakin tampan saat tertawa," ujar Siera tanpa sadar.

Kata-kata Siera barusan membuat perutnya tergelitik. Semburat merah samar tercetak di telinga Kalandra, sayangnya Siera tak menyadari hal itu. Andai Siera melihat dengan jelas, bisa dipastikan Kalandra malu setengah mati.

"Ayo kita masuk," ajak Kalandra, artinya Kalandra menerima ajakan Siera untuk mampir ke rumah. Kalandra keluar dari mobil untuk masuk ke rumah, meninggalkan Siera yang tengah memekik bahagia.

****

"Tidur di sini ya?" rayu Siera sembari memeluk Kalandra dari depan. Kepalanya mendonggak, mengedip-ngedipkan matanya supaya Kalandra terbujuk rayu.

Tingkahnya itu membuat Kalandra menggeram gemas. Ingin rasanya Kalandra menarik Siera ke ranjang, dan menyerangnya sampai pagi. Namun, Kalandra harus menahan diri, agar hal itu tak terjadi. Karena mereka belum terikat dalam pernikahan.

"Apa kamu tak takut jika hanya ada kita berdua di sini?" Ada maksud lain dari perkataan Kalandra, sayangnya Siera tak menangkap maksud itu.

"Kenapa harus takut? Kamu 'kan tunangan aku," jawab Siera enteng.

Kalandra memijit pangkal hidungnya. Apakah Siera tak sadar dengan sikapnya ini? Mengajaknya menginap, bagaimana jika Kalandra tak tahan lagi lalu menyerangnya habis-habisan?

"Siera, kita belum menikah, tak baik jika aku menginap dan... satu kamar denganmu."

"Maka dari itu, kita percepat saja pernikahan kita."

Menggeleng pelan, Kalandra mengelus rambut Siera hingga membuat sang empu memejamkan matanya. Senyum tipis terukir di bibir Kalandra, ia pun menggendong Siera ala koala. Siera memekik terkejut lalu melingkarkan kakinya di pinggang Kalandra. Siera hanya diam saat Kalandra berjalan menuju ke ranjang dan menjatuhkannya di sana.

Posisi mereka saat ini adalah, Kalandra berada di atas Siera. Pandangan mereka saling bertubrukan dalam keheningan.

"Apa aku cantik?" tanya Siera tiba-tiba.

"Hm." Kalandra mengangguk.

"Kita akan menikah, 'kan?" Kalandra kembali mengangguk.

Siera tak dapat menahan senyum lebarnya. Dengan keberanian yang ada, tangan Siera mengalung di leher Kalandra, lalu menariknya ke bawah, hingga mempertemukan bibir keduanya. Hanya menempel saja, tetapi sensasinya membuat dada keduanya berdetak hebat.

"Jangan menggodaku." Suara Kalandra terdengar serak.

"Apa aku salah menggoda tunanganku sendiri?" goda Siera. Kalandra tak menjawab, menyurutkan senyuman Siera. Agak kecewa, memang. Tapi Siera baik-baik saja akan hal itu. Karena hubungan mereka sudah ada kemajuan, Siera merasa itu hal yang baik.

Hingga tak lama kemudian, kedua mata Siera terbuka lebar saat Kalandra menunduk dan menghabiskan bibirnya, membuat ia kesulitan untuk bernapas. Ia terengah-engah saat ciuman mereka terlepas.

"Jangan sekali-kali menggoda, atau kamu tak akan tahu dengan apa yang akan kulakukan padamu," bisik Kalandra dengan mata penuh kabut, ibu jarinya mengusap bibir Siera yang merah dan membengkak. Siera hanya mengangguk patah-patah. Masih tak menyangka Kalandra berbuat demikian.

**

Setelah melakukan hal itu Kalandra pamit untuk pulang. Siera masih syok dengan sikap kalandra pun menganggukkan kepala. Siera membiarkan Kalandra pergi dari rumahnya.

Dalam hati yang paling dalam, Siera ingin berjingkrak-jingkrak, namun malu untuk melakukannya. Sedari tadi, Siera tak ada hentinya tersenyum, sesekali memekik dan memukul bantalnya berulang kali. Hal itu ia lakukan agar rasa salah tingkahnya segera enyah.

"Aku tak menyangka kalau Kalan akan melakukan hal itu," pekiknya senang.

"Kalan, kenapa kamu membuat aku bertambah mencintaimu? Entah setiap detik, menit, jam, hingga hari. Di hati ini selalu terukir namamu."

"Kakek, cucu menantumu benar-benar berubah!"

Jika Siera tengah bahagia akibat perubahan Kalandra, Kalandra sendiri berada di mobil sesekali memukul setir. Pria itu mengusap wajahnya kasar, hal yang ditakutkan benar-benar terjadi. Untung saja Kalandra tak melakukan hal yang lebih, dan dapat mengendalikan diri. Kalandra tak akan menyentuh Siera berlebihan, sebelum mengikatnya dalam pernikahan.

"Kendalikan dirimu, Kalan," ujarnya pada diri sendiri. Ia pun melanjutkan perjalanan untuk pulang. Sesampai di rumah, waktu sudah menunjukkan waktu 10 malam. Kalandra segera mengistirahatkan dirinya.

Seharian bekerja, ia benar-benar lelah.

"Baru pulang?" Suara Adelia mengagetkan Kalandra.

"Mama belum tidur?" tanya Kalandra tanpa menjawab Mamanya.

"Mama haus, air minum di kamar habis." Meski putranya tak menjawab, Adelia membalas pertanyaan putranya. Kalandra mengangguk, ia berjalan mendekati sang Mama lalu mengambil minum di kulkas.

"Ma."

"Hm?"

Kalandra mengusap tengkuknya dan meringis kecil. Ia ragu untuk mengatakan tujuannya pada Mamanya. Apa lagi di situasi seperti ini.

"Tak jadi, besok saja. Kalan istirahat dulu, Ma," pamitnya dan berlalu menuju ke kamarnya.

Adelia menatap Kalandra penuh kebingungan. Ada apa dengan putranya itu? Sejak kemarin, ada yang aneh dengan sikap Kalandra.

Wanita paruh baya itu mengendikkan bahunya, lalu mematikan lampu dapur dan kembali ke kamarnya. Sesampai di kamar, ternyata sang suami tengah menunggunya.

"Dari mana, Ma?" tanya Harry pada istrinya.

Adelia tak menjawab, namun menunjukkan botol minum besar yang ada di genggaman tangannya. Harry menarik Adelia ke pelukannya. Meski usia mereka sudah tua, keromantisan mereka tak pernah surut. Malah cinta mereka semakin besar, meski dulunya mereka menikah karena perjodohan.

"Pa, sebentar lagi Kalan dan Siera menikah. Apakah kita terlalu menekan Kalandra?" tanya Adelia dengan resah. Adelia tak tahu tentang Kalandra yang mengakhiri hubungannya dengan Kirana. Ibu satu anak itu masih berpikir Kalandra masih tak menerima Siera.

"Aku yakin Kalan akan mencintai Siera. Mereka hanya butuh waktu," sahut Harry, seperti cintanya pada Adelia, Harry yakin putranya akan seperti dirinya.

Adelia menghela napas pelan, dan itu di dengar oleh Harry. Harry mengusap lengan istri tercinta, berusaha menenangkan keresahan hatinya.

"Tak usah kau pikirkan, Sayang. Semua baik-baik saja."

Namun, Adelia tak setuju dengan pikiran suaminya. Adelia memikirkan keduanya, bukan hanya putranya. Ia takut jika Kalandra menyakiti Siera semakin dalam. Perempuan sebaik itu tak pantas di sakiti. Dan Kalandra, Adelia takut putranya tertekan batin karena menikah dengan wanita yang tak dia cinta.

Bukan berarti Adelia setuju jika Kalandra menjalin kasih dengan Kirana. Ia sama sekali tak setuju dengan wanita itu. Sejak pertama kali melihat Kirana, entah kenapa hatinya merasa tak suka. Wanita itu seperti tak sebaik yang diperlihatkan di depan khayalak umum. Ada sikap yang dibuat-buat, dan terlihat sekali dipaksa. Entah apa yang dilihat Kalandra, sehingga jatuh cinta pada wanita itu.

"Pa, apakah kita batalkan saja perjodohan mereka?" usul Adelia setelah bepikir matang.

Harry terkejut dengan usul istrinya.
"Apa kau yakin?" Adelia terdiam. Sejujurnya sangat disayangkan. Namun apa boleh buat, jika usul ini membuat mereka, Kalandra dan Siera tak saling menyakiti dikemudian hari.

"Lebih baik kau tanyakan lagi pada Kalandra. Dan setelah tahu jawaban darinya, kita bisa memutuskan untuk ke depannya," ujar Harry bijak. Adelia mengangguk setuju. Ia akan menanyakan lagi tentang kelanjutan hubungan Kalandra dengan Siera. Mau dilanjutkan, atau malah diakhiri. Apa pun jawaban Kalandra, Adelia akan menghargainya.

.....
30/11/23

Terima kasih sudah membaca!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top