DUA
Matanya terbuka lebar, napasnya terengah-engah dengan keringat membasahi tubuhnya. Dadanya bahkan berdebar hebat, ia pun mengusap wajahnya kasar, dan menyugar rambutnya yang ikut basah ke belakang. Masih terasa jelas, rasa sakit akibat kecelakaan itu, bagaimana saat tubuhnya terjepit dan remuk redam, yang membuat dirinya mati.
Apa, tunggu, mati? Kalandra tersentak dengan mata terbuka lebar. Ia langsung meraba seluruh tubuhnya. Tak ada kekurangan apa pun pada tubuhnya, seolah kecelakaan itu tak pernah terjadi. Rasa sakit itu pun seakan musnah saat luka di tubuhnya tak ada.
Apakah itu mimpi?
Jika iya, Kalandra berharap itu hanya mimpi semata. Mimpi yang terasa sangat nyata di mana ia kehilangan Siera dalam hidupnya. Mimpi itu terasa mengerikan, tak akan bisa Kalandra bayangkan jika itu benar-benar terjadi.
"Siera, maafkan aku. Maafkan aku, Sayang," gumam Kalandra menyadari kesalahannya selama ini. Dan mulai sekarang ia akan memperbaikinya. Jangan sampai dalam mimpinya itu menjadi kenyataan. Kalandra lebih rela melepaskan Kirana, daripada melihat Siera, istrinya, mengakhiri hidupnya.
Kalandra mengedarkan pandangannya, keningnya mengerut saat melihat kamarnya berbeda dengan kamar yang selama satu tahun ia tempati, sejak menikah dengan Siera.
Ini, ini adalah kamarnya. Tepatnya adalah kamar yang ada di rumah orang tuanya. Kalandra segera beranjak dari ranjang, mengambil ponsel tergeletak di meja. Kalandra mengamati ponsel miliknya dengan raut wajah penuh kebingungan. Di ingatannya, ia sudah mengganti ponsel lamanya dengan ponsel lebih canggih.
Semakin membuka ponselnya, mata Kalandra terpaku pada layar ponselnya. Bukan, bukan karena wallpaper itu terdapat fotonya dengan Kirana yang tengah tersenyum bahagia, tetapi ia terpaku pada tanggal tertera dilayar ponselnya. 12 Juli 20xx, ini adalah tanggal di mana ia belum menikah dengan Siera.
Kaki Kalandra terasa lemah hingga ia terduduk di lantai. Dadanya kembali berdebar hebat. Jadi, itu semua bukan mimpi? Apakah itu adalah kenyataan? Apakah ia kembali ke masa lalu? Apa ini benar-benar terjadi?
Bukankah ini rasanya sangat mustahil? Semakin dalam Kalandra menyangkal itu semua, nyatanya ia memang kembali ke masa lalu. Di mana Kalandra belum menikah dengan Siera, dan ia sendiri masih menjalin kasih dengan Kirana.
Untuk memastikan, Kalandra tergesa-gesa keluar dari kamarnya. Kakinya terus melangkah menelusuri rumah, hingga Kalandra melihat sosok Mamanya yang berada di dapur.
"Kalan? Kau sudah bangun?" Adelia, Mama Kalandra, menatap putranya penuh kasih saat melihat keberadaan Kalandra di belakangnya. Adelia pun mendekati Kalandra, lalu menempelkan punggung tangannya pada kening Kalandra. Memastikan suhu tubuh putranya.
"Sudah tak panas," gumam Adelia, yang masih dapat didengar Kalandra. Semalam Kalandra terkena demam. Ia bersyukur melihat putranya sudah sembuh.
"Ma, apa semalam aku sakit?" tanya Kalandra heran.
"Apa kau tidak ingat? Sepulang dari kantor, kau mengeluh pada Mama kalau badanmu tidak enak. Semalam kau demam tinggi," jawab Adelia.
Kalandra menelan ludah susah payah. Jika dingat-ingat, pada saat itu ia sama sekali tak sakit. Tapi yang terjadi semalam? Apakah ini efek dari ia kembali mengulang waktu?
"Ma... di mana Siera?" tanya Kalandra dengan ekspresi tegang. Kalandra berharap semua salah, dan status dirinya masih menjadi suami Siera.
Adelia tampak menghela napas mendengar pertanyaan Kalandra. Wanita paruh baya itu berpikir jika Kalandra masih tak menerima perjodohan mereka. Memang, Siera sering berkunjung ke rumah, dan Adelia menyukai perempuan itu. Selain cantik, Siera adalah menantu idaman Adelia, meski Kalandra selalu menolak kehadiran Siera di sisinya.
"Kalan, bagaimana pun kalian sudah terikat pertunangan. Mau sampai kapan kau akan terus menolak Siera? Mama pikir, lebih baik kau hentikan hubunganmu dengan wanita itu, sampai kapan pun, Mama tak akan merestui hubungan kalian," kata Adelia tegas, lalu menghela napasnya pelan. Berharap jika ucapannya di dengar oleh sang putra.
Yah, meski berulang kali Adelia memberitahu, Kalandra tetap dengan pendiriannya, dia masih menjalin hubungan dengan kekasihnya. Hal itu membuat Adelia lelah akan sikap Kalandra yang keras kepala.
"Mama tak mau ya, kalau kau menyakiti calon istrimu. Mama dan Papa tahu apa yang terbaik untukmu. Siera anak yang baik, Mama suka dengannya, coba kau kenali dia lebih dalam lagi, Mama yakin kau akan jatuh cinta dengannya. Percayalah pada Mama," jelas Adelia.
"Mama harap, kau memikirkan kata-kata Mama. Cepatlah akhiri hubunganmu dengan wanita itu, hm?"
Kalandra tersenyum sendu. Andai ia menuruti perkataan Mamanya, mungkin semua kejadian itu tak akan terjadi. Bukan hanya kehilangan Siera, ia juga kehilangan calon anaknya. Hal itu membuatnya berada dalam penyeselan yang amat sangat mendalam.
Lalu, tanpa Mamanya memberi tahu pun, Kalandra memang berniat mengakhiri hubungannya dengan Kirana. Memang sejak awal, ini salahnya. Seharusnya, jika Kalandra tahu kalau ia akan dijodohkan dengan Siera, ia harus menerima dan berusaha membuka hatinya untuk perempuan itu. Bukan malah menjalin hubungan dengan wanita lain, hingga menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.
****
Seperti apa yang Kalandra rencanakan, pria itu mengajak Kirana untuk bertemu di cafe yang sering mereka kunjungi. Kalandra beberapa kali menghela napas berat, seraya menunggu kedatangan Kirana.
Meski Kirana lama datang, Kalandra pasti senantiasa menanti kedatangan pujaan hati dengan sabar. Namun berbeda dengan kali ini, rasanya Kalandra tak sabar menunggu Kirana dan dengan cepat mengakhiri hubungan mereka.
Hingga tak lama kemudian, suara detingan lonceng berbunyi menandakan ada pelanggan datang. Sosok wanita bergaun warna merah, kontras dengan kulit putihnya berjalan menghampirinya. Sosok itu adalah Kirana. Senyum Kirana tampak memukau, dan Kalandra akui jika Kirana memang sangat cantik. Hal itulah yang membuat Kalandra jatuh hati pada wanita itu.
Akan tetapi, detak jantung yang terus menggila ketika melihat sosok Kirana di sisinya, seperti lenyap seketika. Detak hebat itu tak terasa lagi untuk wanita di depannya, seakan sudah tak ada rasa cinta untuknya lagi.
"Maaf, Sayang, kau pasti menunggu lama," sesal Kirana dengan wajah sendunya. Lalu duduk dikursi yang telah tersedia. Senyum Kirana tampak mengembang saat melihat menu di meja makan adalah makanan kesukaannya. Hal itulah yang membuat Kirana tidak ingin melepaskan Kalandra dari hidupnya. Kalandra memperlakukannya seperti ratu, meski pria itu sekarang telah memiliki tunangan.
"Habiskan makananmu, setelah itu ada hal yang harus kubicarakan padamu," ujar Kalandra.
Kirana mengangguk, ia pun memakan makanan yang dipesan Kalandra dan menikmatinya. Saat makan siang itu selesai, Kirana menyapukan tisu pada mulutnya.
"Apa yang ingin kau bicarakan, Sayang?" tanyanya penasaran.
Kalandra diam sejenak, menghela napas kasar sebelum atensinya fokus ke arah Kirana.
"Kirana, kurasa hubungan kita sampai di sini saja." Ada rasa lega saat mengutarakan maksud dari pertemuan mereka hari ini.
"A-apa?" Tentu saja Kirana terkejut, wanita itu berpikir jika ia hanya salah mendengar saja.
"Aku ingin mengakhiri hubungan kita. Kuharap kau menerima dengan lapang," jelas Kalandra lalu beranjak berdiri. Urusannya dengan Kirana sudah selesai, begitulah pikiran santai Kalandra.
Kirana mencengkal tangan Kalandra, menghentikan langkah Kalandra yang ingin meninggalkannya.
"Apa yang salah? Apa salahku, sehingga kau mengakhiri dengan mudah? Aku harap kau hanya bercanda. Iya, 'kan, Sayang? Jawablah!"
Menggeleng, Kalandra melepaskan tangan Kirana dari pergelangan tangannya.
"Aku sama sekali tak bercanda, dan semua ini kesungguhan hatiku. Lebih baik kita berpisah, karena nyatanya, cepat atau lambat aku akan menikah dengan Siera. Kuharap kau dapat menemukan pria baik."
"Pria yang aku cinta hanya kamu! Bagaimana bisa dengan mudahnya kau mengakhiri hubungan kita?! Kalandra, bilang padaku semua adalah bohong." Kirana terus mendesak Kalandra, agar mengatakan semua itu hanya kebohongan saja. Hubungan mereka baik-baik saja selama ini. Tak ada pertengkaran yang berarti.
Kalandra tak tahu harus bilang apa lagi pada Kirana, agar wanita itu mengerti. Dan ternyata, mengakhiri hubungannya dengan wanita di depannya ini tak semudah bayangannya. Kalandra pikir Kirana akan menerima dengan lapang atas keputusannya ini.
"Semua benar." Ia memejamkan matanya sejenak. "Apa aku terlihat bercanda? Tidak, Kirana, aku memang ingin kita menyudahi hubungan ini. Aku ingin kita menjalani hidup masing-masing dengan damai. Apakah itu semua belum jelas?!" Kalandra terkekeh sinis, kata-kata cinta dari bibir Kirana seakan menyadarkan dirinya. Betapa bodohnya ia di masa itu, di mana ia dicurangi oleh Kirana. Perjuangannya dulu hanya menjadi bahan tertawaan Kirana, disaat wanita itu asyik berada dipelukan pria lain.
"Kalandra! Kalandra!" Kalandra tak mempedulikan Kirana meneriakkan namanya. Jujur di hati yang paling dalam, Kalandra merasa bebannya perlahan menghilang.
Setelah kepergian Kalandra, tangan Kirana mengepal kuat. Kuku panjangnya menancap buku jarinya, sehingga darah keluar dari sana.
"Siera, Siera! Kenapa kau selalu menghancurkan semua yang kupunya!" Rasa benci Kirana pada Siera semakin bertambah.
Dulu, Kirana dan Siera adalah teman. Sayangnya, karena rasa iri hatinya melihat Siera memiliki segalanya membuat kebencian di hati semakin menggunung. Apa pun yang disukai Siera, Kirana harus mendapatkannya. Ia tak mau kalah dari Siera.
Saat melihat Siera menyukai Kalandra, Kirana memiliki rencana merampas itu semua. Ia mendekati Kalandra dengan sikap lembutnya, membuat Kalandra berada dalam pelukannya. Tatapan terluka Siera menjadi kesenangan untuknya sendiri. Ia merasa satu langkah lebih maju dari Siera. Sehingga pertemanan mereka terputus karena keegoisan Kirana, namun Kirana tak sadar akan hal itu. Bagi Kirana, apa yang ia lakukan adalah hal benar.
Lalu kini, Kalandra mengakhiri hubungan mereka dengan mudah. Kirana tahu, selain Kalandra menjalin hubungan dengannya, pria itu juga statusnya adalah tunangan Siera. Ia pikir Kalandra akan terus memilihnya, dan menyakiti hati Siera. Ternyata Kalandra malah memutuskannya, dan lebih memilih bersama Siera.
Hatinya sakit, dan Kirana tak terima dicampakan begitu saja.
"Aku tak ingin kau bahagia, Siera. Aku akan merebut Kalandra lagi darimu!" Janjinya penuh dendam. Kirana segera pergi dari cafe itu. Suasana hatinya memburuk karena kejadian hari ini. Kirana yang biasanya mencampakan pria dikencaninya, malah ia dicampakan oleh pria yang dicintainya. Sungguh, Kirana benar-benar tak menerimanya. Berharap Kalandra menyesali atas keputusannya hari ini.
....
27/11/23
DiKaryaKarsa lebih dulu up ya. Bisa beli di sana kok, wkwk.
Yang di sini juga tetap di up sampai end. Jadi jangan dianggap php ya 😭
Udah, gitu aja. 👋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top