𝐉𝐔𝐃𝐀𝐒
(𝐧.) 𝐉𝐮𝐝𝐚𝐬
/ˈdʒuːdəs/
name
according to Christianity's four canonical gospels-a first-century Jewish man who became a disciple and one of the original Twelve Apostles of Jesus Christ, and Judas betrayed Jesus.
❝ 𝐈'𝐦 𝐦𝐢𝐬𝐬 𝐲𝐨𝐮, 𝐦𝐲 𝐥𝐨𝐯𝐞𝐥𝐲 𝐉𝐮𝐝𝐚𝐬. ❞
❝ 𝐈'𝐦 𝐁𝐮𝐫𝐧𝐞𝐝𝐞𝐚𝐝, 𝐧𝐨𝐭 𝐲𝐨𝐮𝐫 𝐉𝐮𝐝𝐚𝐬. ❞
Hidup dengan kehidupan yang menganggap sihir sebagai kebutuhan primer, merupakan hal yang paling sulit untuk mereka yang minoritas. Bagi khalayak ramai, dunia ini merupakan panggung Dewa yang diciptakan untuk menghibur mereka. Mereka yang memiliki sihir dianggap berkah dari Dewa, sedangkan yang tidak memiliki sihir dianggap sebagai perusak tatanan kehidupan.
Begitulah pemikiran mereka. Terdengar seperti pemikiran sempit yang tak mendidik, tetapi itulah kenyataan bahwa kehidupan ini berjalan sesuai pemikiran mayoritas. Kamu sama, maka akan dianggap sebagai bagian dari mayoritas. Bila kamu berbeda, maka dianggap sebagai binatang hina yang terbuang oleh mayoritas.
Kejam? Sangat. Namun, begitulah kenyataan hidup yang sangat amat pahit. Mayoritas memegang peranan, dan minoritas akan tersingkirkan. Maka tak mengherankan, bila ada minoritas yang begitu gigih untuk menghancurkan mayoritas, agar mendapatkan tempat di mata masyarakat.
Lahir dari rahim wanita penghibur membuat dirinya dikucilkan oleh masyarakat, terlebih lagi ketidakpunyaannya akan indra penglihatan membuat ia dianggap sebagai perwujudan hukuman Dewa akibat dosa Ibundanya. Andaikata ia tak dilahirkan, mungkin ia takkan menanggung beban seberat ini. Namun, karena kecintaan seorang Ibu terhadap anaknya maka ia tetap dirawat, walaupun harus menanggung dosa yang dilakukan Ibunya sendiri.
Tawa ringan memenuhi dapur kecil di gubuk bambu yang masih terbilang terawat. Mata kuning keemasan milik seorang wanita cantik terlihat bahagia, tatkala melihat putri kecilnya berhasil membuat kue krim yang dibuat bersama dirinya.
"Astaga~ kamu benar-benar pintar ya, putriku tercinta~" Senyuman lembut dan belaian penuh kasih tercurahkan, disaat dia mengeratkan pelukannya pada putri satu-satunya. Marietta Apollonius, tak bisa menahan rasa syukurnya pada Dewa, karena sudah mengirimkan malaikat kecil ke dalam kehidupannya yang berlumuran dosa sebagai wanita penghibur.
Kedua sudut bibir gadis kecil Apollonius terangkat, mengulas senyuman tipis dengan matanya yang selalu tertutup. Jari-jemari kecilnya menggenggam tangan sang Ibunda, dikala dia tengah membelai pipinya. Walau tak bisa melihat karena buta, tetapi yang jelas (Name) Apollonius bisa merasakan kehangatan yang dikirimkan Ibunya lewat sentuhan. "Hum~ karena Okaa-sama yang mengajari (N/n)! Wajar saja (N/n) bisa melakukannya~"
Jawaban dari gadis 12 tahun itu membuat Marietta mendaratkan kecupan lembut untuk dahinya. Sorot mata kuning keemasan miliknya terlihat menyiratkan kesedihan mendalam, akan nasib sang anak yang harus menanggung dosanya di masa lalu.
Penyesalan selalu datang di akhir. Kalau datang di awal namanya pendaftaran, bukan penyesalan. Rasa sakit dan penyesalan tak terelakkan dari jiwa Marietta. Dia selalu berandai-andai memiliki kehidupan normal dengan anak gadisnya, bukan kehidupan menyedihkan seperti ini.
Menyesal pun percuma. Menyesali kesalahan di masa lalu takkan merubah apapun, dan wanita berambut hitam legam itu sangat mengetahuinya. Kesalahan dan dosa yang dia buat bisa saja diampuni oleh Dewa. Namun, bagaimana dengan masyarakat nantinya? Apakah khalayak masih bisa menerima dirinya, usai menjual diri kemudian melahirkan anak tanpa ayah? Ah, bodohnya pemikiran seperti dia akan diterima dengan baik. Nyatanya, realita tidak seindah ekspektasi.
"Ayo bersiap-siap ke Gereja, (N/n) sayang. Dewa pasti merindukan doa dari malaikat kecil sepertimu~" Belaian kasih di kepalanya merambat hingga ke jiwanya. Anggukan setuju (Name) tunjukkan, tak lupa memberikan kecupan ringan untuk pipi Ibunya. "Baik~! (N/n) akan bersiap-siap!"
Sebejat apapun orangtuanya, anak tetaplah anak. Dan pada dasarnya mereka adalah malaikat yang dikirimkan Dewa untuk mengisi kehidupan orangtua mereka. Dewa memberkati anak-anak.
"Tapi (N/n) ingin memetik bunga dulu di hutan untuk Dewa dulu. Boleh kan, Okaa-sama?" Pertanyaan yang diajukan anak semata wayangnya membuat Marietta terdiam sesaat, sebelum pada akhirnya dia mengangguk dan menyetujui permintaan (Name). "Tentu saja, sayang. Dewa pasti sangat menyukai persembahan dari malaikat kecil sepertimu~"
Hal yang seharusnya gadis itu tak lakukan, tetap dilakukan. Karena pada dasarnya, ia takkan tahu apa yang akan terjadi di tempat suci tersebut. Bagaimanapun juga, kejadian itulah yang akan mengubah seluruh kehidupan dan masa depannya.
Lagu lembut yang selalu berputar dalam mimpi (Name) disenandungkan oleh gadis kecil ini. Matanya yang selalu terpejam mengarahkan instingnya ke depan, dengan telinganya yang menangkap cacian dan bisikan hinaan akan dirinya dilahirkan dari rahim wanita penghibur yang tak bisa melihat.
Keteguhan hati akan kecintaan pada Dewa, membuat ia mengacuhkan hinaan yang dilemparkan sepanjang jalan. (Name) percaya, bahwa hal itu tak terlalu penting dan selalu berpikir bahwasannya seluruh manusia diciptakan sama oleh Dewa.
Setidaknya itulah yang ia yakini, demi mengabaikan rasa sakit akan hinaan yang tak pernah usai, terutama pada Ibunya.
"Heh~ itu (Name) si anak pelacur desa ya~?"
"Hush! Jangan bicara terlalu keras! Nanti ia dengar lohh~"
"Peduli setan. Anak haram tetaplah anak haram. Lagipula ia buta kan? Itulah hukuman Ibunya yang mengotori agama dan desa ini, karena telah berbuat dosa."
"Cantik sih.. dan juga ia memiliki 3 tanda kan? Yah, sayangnya ia anak haram yang buta, haha~"
"Waduh, aku tak ikut-ikutan~!"
"Menjijikan. Tanda dan wajahnya saja yang cantik, tetapi tidak dengan perilakunya."
"Hoh~ tandanya mirip gabungan salib dan ular melingkar~ apa tandanya ya~?"
Sebisa mungkin Apollonius muda ini mengabaikan dan memilih pura-pura tuli, dibandingkan harus sakit jiwa akibat cibiran manusia. 'Abaikan.. abaikan.. Dewa tahu mana manusia yang lebih baik..' (Name) membatin dan menggigit bibir bawahnya, setidaknya hingga mengeluarkan setetes darah. Anak sekecil itu berkelahi dengan pandangan masyarakat.
Sekeras apapun ia berusaha, sekuat apapun kepercayaannya pada Dewa, rasa sakit akan hinaan takkan pernah terelakkan dari otaknya. Bagaimanapun juga, mulut manusia lebih buruk dari pemikiran iblis.
'Aku.. aku anak yang akan disayangi Dewa.. aku anak yang disayangi.. aku anak yang diberkati.. tak peduli sekeras apapun hinaan mereka, aku akan mengubah pandangan masyarakat!'
Namun, takkan ada yang bisa menghancurkan keinginan dan tekadnya untuk mengubah pandangan dunia terhadap anak yang mirip dengannya.
'Aku membuat Okaa-sama diterima masyarakat.. dan aku ingin menciptakan dunia dimana manusia saling menghargai satu sama lain.. demi Okaa-sama!'
Anak sekecil itu menanggung dosa Ibunya. (Name) percaya suatu saat nanti ia akan diterima oleh masyarakat, walaupun ia adalah anak haram.
ꔵֺ OPENING ꓺ ʻ ℎ𝑎𝑣𝑒 𝑏𝑒𝑒𝑛 𝑐𝑜𝑚𝑝𝑙𝑒𝑡𝑒𝑑 ʼ
ִ┊ֺ᭝݊⢾ִ̜̜̜🍊⃞⡷ྀ 𝐏ᦅ͜͡ʝׂᦅ𝗄ׂ 𝕺ɾᧉ꯭۫ᥢᥢ𝆹ִ𝅥𝆭 ꮺ◜ִ۫
wes se wes se wes. fanfic ini lebih gelap dari fanfic lainnya, karena bawa agama, pandangan masyarakat, sifat manusia, dan lain-lain. orenn harap ga ada kesalahpahaman, apalagi nyinggung nyinggung hal sensitif terutama agama.
yowes sih itu aja. gatau mau naro apalagi di sini, karena kedepannya kemungkinan lebih gelap lagi.
jangan lupa kasih bintang di pojok kiri bawah, sama komentar yaa! jangan coba-coba jadi sider, apalagi sider yang sok-sokan minta update 🤫.
bye all~!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top