#1

Jika pahlawan itu melindungi orang-orang yang lemah, maka mendukung sang pahlawan adalah balasan dari orang-orang lemah sepertinya.

Tapi ... itu tak mudah. Hanya secuil dari sekian banyak individu yang sudi meluangkan waktunya untuk sekadar memberikan kalimat-kalimat penyemangat. Bahkan jumlah orang yang mengakui kekuatan sang pahlawan dapat dihitung jari.

•••

“Pagi, Demon Cyborg.”

Manik sewarna asfar melirik melalui ekor matanya, tampak seorang perempuan setinggi pundak yang berdiri di belakang sana. Wajahnya terhalangi kantong plastik yang dia angkat selaras dengan kepala bermahkota raven tersebut.

Yang menyandang julukan 'Demon Cyborg' tak lekang dari label harga yang sedari tadi membuatnya dilema. Ucapan selamat pagi yang berjeda tiga puluh detik itu seolah tak pernah menyapa gendang telinga. Jari-jari besinya sibuk memilah bahan makanan yang tersusun rapi di rak minimarket itu.

Dih, sok jual mahal. Bisa-bisanya Saitama menjadikanmu murid,” cetus sang puan sirik.

“Aku sibuk. Jangan mengganggu.”

“Sibuk membedakan yang mana sawi dan yang mana pakcoy?” sindirnya.

Tidak ingin direndahkan, jemari besi itu menyambar sayuran hijau yang sejak tadi menjadi fokusnya. Lantas membolak-balik label harga pada seikat pakcoy tersebut, kata gurunya, “Cari yang murah saja.” Ia hanya menurut.

“Kau tidak perlu susah payah memilih bahan makanan itu, aku sudah belikan junk food untuk Saitama.” Kantong plastik berpindah tangan dengan paksaan. Wanita itu menggosok hidung bawahnya sambil tersenyum angkuh. “Saitama pasti suka, hihi,” pikirnya dalam hati.

Namun, respon tak terduga dari sang pahlawan kelas S membuatnya ternganga.

“Saitama-sensei tidak akan makan makanan seperti ini. Tapi kau tak perlu khawatir, aku akan memberikannya pada kucing jalanan.”

Ia tahu jika pria setengah cyborg itu protektif terhadap gurunya. But, seriously? Serendah itukah sekotak pizza, kentang goreng, dan sepotong burger yang dibelinya? Bahkan diberikan pada makhluk sekelas kucing. Ia mungkin masih bisa mentoleransi tindakan pria pirang itu jika diberikan pada Panic atau siapapun itu namanya.

“Tidak tidak tidak, sini kembalikan. Kalau kau tak mau memberikannya, biar aku saja.” Perempuan itu merebut tas plastik dengan ala kadarnya. Sedang objek yang diraih itu semakin meninggi, atau tubuhnya yang terlalu pendek.

“Bukan 'tak mau', tapi tak akan kuberikan.” Demon Cyborg menebali dua kata dari enam kalimat yang terucap dari mulutnya.

“Memangnya kenapa? Kau punya masalah apa sih denganku?”

“Tidak ada. Aku hanya ingin Saitama-sensei menjaga pola makannya. Junk food bukan makanan yang direkomendasikan untuk seorang pahlawan sepertinya. Apa kau mengerti?”

Kepala raven itu mengangguk seolah menyetujui, bertentangan dengan isi kepalanya yang masih keras kepala ingin memberikan makanan itu pada Saitama.

“Ambil ini!” Genos, namanya. Sedang Demon Cyborg adalah nama pahlawannya─itu melemparkan plastik berisi makanan cepat saji pada sang wanita.

“Jangan dilempar juga dong, dikira bola apa?”

Genos membawa beberapa bahan makanan yang telah dipilihnya menuju kasir. Total pembayaran tertera pada layar monitor yang kecil. Genos mengakhiri transaksi dengan menyerahkan beberapa lembar uang.

Sisa-sisa bayangan sang cyborg masih dapat tertangkap mata dari balik pintu kaca yang baru saja dibuka, wanita itu menyentuh gagang pintu bekas telapak tangan pria itu. Huh, dingin, tidak hangat sama sekali.

“Hei, setidaknya izinkan aku memasakkan makanan untuk Saitama,” katanya menyusul laju sang cyborg.

“Aku bahkan tak yakin kau bisa menggoreng telur mata sapi dengan sempurna, heh.”

Perempuan itu mengibaskan tangannya yang disejajarkan dengan pundak. “Kuberitahu ya, di dunia ini tidak ada yang sempurna.”

“Kecuali Saitama-sensei.”

“Dia tidak punya rambut.”

Keduanya membisu. Hingga sosok yang menjadi perbincangan mereka muncul dari gang di depan sana.

“Apa yang kalian bicarakan?”

Sadar akan satu kata fatal yang telah diucapkannya, perempuan itu cepat-cepat mengelak. “Ah, haha tidak ada. Hanya membicarakan seorang esper kuat yang payah dalam berekspresi. Ya 'kan, Genos?”

“Tidak, tadi kau bilang─”

Sang dara segera menyumpal bibir dingin itu dengan kentang goreng yang diambilnya dari dalam plastik. “Kau ini ngomong apa sih? Oh iya, Saitama. Apa yang kau lakukan di sini?”

“Oh. Aku tadinya mau menyusul Genos. Dia lama sekali, padahal cuma kusuruh beli pakcoy. Hei Genos, jangan-jangan kau beli yang lainnya juga!” Saitama beralih pada sosok cyborg yang masih berkutat dengan kentang goreng di mulutnya.

“Bukan begitu, Saitama-sensei. Wanita ini menghambatku,” tudingnya pada perempuan tersebut.

Puan itu melotot. “Idih, pake nyalahin aku segala.” Melipat tangan di depan dada, ia lantas mencuri pandang pada yang berjulukan Caped Baldy di depannya. “Saitama, aku boleh 'kan memasak di dapurmu?”

“Boleh saja. Apa yang mau kau masak?”

“Kau ada bahan masakan?”

“Banyak.”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top