⧼ 𝐈 ⧽
➧ PEMANDANGAN kuil tua yang telah terbengkalai terpampang jelas di hadapan mata Yuuji sekarang.
Kuil yang teramat besar, megah, namun mulai tergerus oleh usia — cat merah, hijau botol dan emas yang mendominasi kuil itu mulai memudar seiring zaman. Mungkin, kuil ini sudah di tinggalkan sejak beratus-ratus tahun dahulu.
Kakinya dengan perlahan melangkah ke dalam kuil, sementara manik cokelatnya mengedar pandangan ke seluruh sisi ruangan utama kuil tua yang ia masuki sekarang; bergumam kagum dan matanya berbinar-binar senang.
Seluruh ornamen berbentuk naga yang ada di dalam kuil benar-benar terbuat dari emas, walaupun sudah tertutupi oleh debu, sih. Lantai marmer yang ia jejaki juga berselimutkan debu dan dedaunan yang berserakan, karena tak ada miko yang mengurusnya sama sekali.
"Kuil sebagus ini tak ada yang mengunjungi?" Batinnya sembari meniup pelan debu dari salah satu patung naga di sana, "Kira-kira, kenapa kuil ini ditinggalkan, ya?"
Kakinya menyusuri kuil semakin dalam — melewati koridor-koridor panjang berhiaskan lukisan-lukisan zaman Heian tentang dewa-dewi mitologi Jepang. Entah itu Amaterasu, Izanagi dan Izanami, Susanoo, Hinokagutsuchi — tapi ada satu gambar yang menarik perhatian sosok lelaki bermarga Itadori ini.
"Ryūjin?"
Yakni lukisan seekor naga bernama Ryūjin — Raja Para Naga yang tinggal di sebuah Ryūgū-jō, atau istana para naga yang ada di bawah laut; memerintah laut dan samudera. Ryūjin juga memiliki sebuah perhiasan yang dapat mengendalikan ombak lautan — melambangkan kekayaan dan betapa bahayanya laut itu.
Jemari Yuuji perlahan menyusur permukaan lukisan Ryūjin dengan hati-hati, takut kalau merusak lukisan tua berusia ratusan tahun yang di torehkan di atas dinding kayu yang mulai lapuk — bergumam membaca tulisan lama yang sepertinya mendeskripsikan apa yang terlukis dan sedang di alami sosok Ryūjin ini.
Atau mungkin, hanya sebuah informasi kecil saja? Entahlah.
"Ryūjin bisa berubah menjadi manusia? Memangnya beneran bisa, ya?" Yuuji bergumam lagi, sembari membaca tulisan yang ada di lukisan Ryūjin itu.
"Eh, iya, dia 'kan dewa. Sudah tentu bisa merubah dirinya jadi manusia," sambungnya pelan, lalu kembali berjalan menyusuri koridor panjang kuil tua terbengkalai ini.
Belum ada sepuluh langkah dari tempatnya beranjak tadi, atensi Yuuji kembali teralih pada sebuah lukisan tua dengan wujud seorang perempuan bermata merah garnet di tengah-tengah padang bunga lili laba-laba merah yang begitu lebat — bak padang kematian.
Kakinya terhenti sejenak saat ia menatap lekat lukisan besar itu — pupilnya melebar perlahan, menyesap setiap makna yang tersirat dalam lukisan yang hanya berpadukan warna merah, hitam, cokelat, putih dan abu-abu itu.
"Ini indah sekali," batinnya bermonolog kembali, sesaat sebelum tangannya bergerak menyapu debu yang menempel di bingkai emas yang mengelilingi pinggir lukisan. Senyum tipis mengembang di wajahnya tanpa ia sadari, karena terlalu asyik menikmati keindahan lukisan sosok gadis berwajah kalem bermata merah ini.
Yuuji kembali berjalan setelah puas memandangi lukisan itu; menyusuri koridor kuil yang dihiasi semburat jingga sore hari yang temaram — memberikan efek menenangkan saat kakinya menjejaki setiap jengkal lantai marmer putih yang berdebu itu.
Hingga tepat di ujung koridor, di sebuah persimpangan yang menghubungkan ruang utama — suara hembusan angin kencang terdengar. Bergemuruh dengan begitu kerasnya. Asalnya memang berasal dari ruang utama, namun, efek hembusan angin kencang tadi benar-benar kuat; dedaunan yang semula duduk diam di atas lantai marmer putih berdebu ikut tersapu angin — mengaburkan pandangan Yuuji sejenak sebelum akhirnya tenang kembali.
"Angin barusan … kencang banget! Padahal di belakang sini sama sekali tidak berangin, apa yang terjadi di depan sana, ya?"
Karena penasaran, ia memutuskan untuk mencari sumber angin dan suara tadi — melangkah pelan, berjingkat-jingkat agar tidak menimbulkan sedikitpun suara.
Kemudian ia sedikit menjulurkan kepalanya dari balik ujung dinding koridor, matanya memicing; berusaha menyesuaikan kadar cahaya yang akan masuk ke matanya.
Satu hal yang ada di pikiran Yuuji saat ini adalah; didepannya ada seekor naga. Naga asli, naga beneran.
Matanya membeliak kaget; nyaris menarik nafasnya dengan keras karena itu. Ia terkejut bukan main, bahkan jantungnya berdegup kencang saking syok-nya.
Sisik naga oriental bercakar tiga berkaki empat itu berwana hitam, berkilauan seperti intan hitam berkualitas paling tinggi. Tanduknya menjulang, seperti tanduk rusa jantan. Matanya berwarna merah, berkedip-kedip pelan sebelum merebahkan dirinya di atas lantai marmer putih berdebu itu.
Kibasan ekornya kembali menerbangkan debu dan dedaunan kering, menyapu bersih lingkungan di sekitarnya dengan acuh; sebelum menaruh kepalanya di atas kaki depannya yang menyilang, menjadikannya sebagai bantal.
Sialnya, Yuuji yang sedari tadi mengintip dari balik dinding malah terkena debu yang berterbangan bersama dedaunan kering itu — membuatnya terbatuk-batuk kecil selama beberapa saat, sembari mengibaskan tangannya; berupaya mengusir debu yang mengambang dari wajahnya.
"Astaga! Aku lupa kalau aku sedang melihat seekor naga!" Ia membatin panik setelah menyadari apa yang ia sudah lakukan sebelumnya.
Bodohnya lagi, saat ia hendak melarikan diri dari sana — kakinya menyenggol sebuah guci yang terbuat dari logam, membuatnya jatuh menggelinding berkelontangan dengan nyaring.
"Ah, sial, sial, sial! Aku ceroboh sekali!" Yuuji merutuki dirinya sendiri.
Dengan cepat ia menolehkan kepalanya ke arah sosok naga oriental yang sudah mengangkat kepalanya — mencari-cari sumber suara bising yang di sebabkan oleh Yuuji sendiri. Hingga mata mereka berdua bersitatap sejenak, dalam keheningan yang penuh dengan tekanan.
"Mati aku." Yuuji membatin, lagi. Keringat dingin bercucuran di pelipisnya dengan brutal.
Namun, bukannya si naga ini malah bergerak mendekati Yuuji yang sudah tertangkap basah olehnya — ia malah lari tunggang-langgang dari sana secepat mungkin. Hey, dia itu seekor naga; makhluk agung penuh wibawa dan kekuatan! Kenapa malah lari karena melihat manusia, sih? Apalagi dia 'kan bisa terbang, kenapa malah lari?
Sepertinya, tak semua naga itu selalu nampak keren dan berwibawa; buktinya, si naga oriental ini. Bukannya tenang, malah panik dan ngibrit entah kemana. Mungkin saking paniknya, ia sampai lupa caranya terbang?
"Hey, tunggu sebentar!" Yuuji menyeru panik saat melihat si naga bersisik hitam berkilauan itu lari menuju pelosok hutan, lebih jauh dan lebih dalam.
Yuuji malah berlari mengikutinya di belakang; dengan bantuan dari sedikit energi kutukannya dan kekuatan fisiknya yang di atas rata-rata manusia biasa, ia mulai mengejar sosok naga yang di rundung kepanikan setelah melihat entitas lain di kuil selain dirinya — seorang manusia.
Yuuji tak kenal lelah ataupun tak pantang mundur mengejar seekor naga bermata merah garnet di depannya ini. Walaupun keberadaannya sekarang sudah berada tepat di tengah-tengah hutan lebat, di bagian utara gunung tempat sekolah Yuuji berada — SMK Jujutsu Tokyo Metropolitan.
Walaupun tubuh si naga ini besar dan teramat panjang, ia dengan mudah dapat menyelip diantara celah-celah rerimbunan pohon lebat di tengah hutan. Ujung ekornya berkibar-kibas dengan begitu kencang; mengakibatkan hembusan angin kuat muncul dari sana dan itu sedikit menyusahkan Yuuji untuk segera menyusulnya.
Hal yang tak terduga pun terjadi setelah mereka kejar-kejaran selama kurang lebih lima menit lamanya — cahaya mulai berpendar redup dari sela-sela sisik hitam berkilauan sosok si naga yang masih berusaha berlari menjauhi seonggok manusia yang mengejar di belakangnya.
Perlahan, wujud si naga oriental bercakar tiga dan berkaki empat ini berubah menjadi kepingan-kepingan cahaya kecil — yang beterbangan mengikuti arah larinya yang kencang dan mengenai Yuuji yang masih setia berlari di belakangnya. Kepingan-kepingan cahaya itu semakin lama semakin banyak dan makin susah pula Yuuji untuk mengejar si naga yang sepertinya hendak bertransformasi ini, karena banyaknya kepingan cahaya yang menghalangi pandangannya.
"Hey, berhentilah berlari! Aku tak berniat menghabisimu!" Yuuji berseru lantang, sembari meletakkan lengannya di depan muka untuk menghindari kepingan-kepingan cahaya mengenai wajah atau matanya. "Aku cuma penyihir Jujutsu! Bukannya pemburu naga!" Sambungnya, menambah kecepatan larinya.
"Kau mengejutkanku, dasar manusia! Aku jadi takut, tahu!"
Suara berintonasi tenang dan sedikit dingin itu bergema dalam gendang telinga Yuuji; itu adalah suara seorang perempuan!
Yuuji dengan cepat membuka matanya kembali yang sedari tadi menutup karena berusaha menghindari kepingan-kepingan cahaya masuk ke dalam matanya dan menyingkirkan lengannya dari depan wajahnya — menatap lurus ke depan.
Lagi dan lagi, ia membelalakkan matanya dalam keterkejutan — masih melangkahkan kakinya dalam ritme cepat, mengejar-ngejar sosok naga oriental yang sudah berubah wujud menjadi sosok perempuan berambut hitam dengan tubuh tinggi dan warna mata yang sama; berlari menjauhinya.
Gadis yang sepertinya perwujudan dari si naga dalam bentuk manusia itu mengenakan baju hitam berlengan panjang dengan kancing berwarna emas, Hakama yang senada, dan haori merah tua dengan bordiran bunga lily dari benang berwarna emas juga di bagian ujung bawah haori yang dikenakannya.
Rambutnya yang panjang dikepang rapi dengan pita merah yang mengikat ujung kepangan rambutnya; berkibar-kibas kesana-kemari mengikuti gerak langkah kakinya.
Wajah Yuuji tiba-tiba bersemu kemerahan saat manik cokelatnya bersirobok dengan mata merah garnet si gadis yang menyempit bagai mata rubah itu.
Jantungnya berdesir, bukan hanya karena lari; juga karena ada sesuatu yang muncul dan memunculkan bakal bunga dalam lubuk hatinya.
"Dia ... Cantik."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top