20. Situasi yang Tidak Berpihak
-oOo-
IHATRA berharap Tsabita melupakan lukisan yang dilihatnya kemarin.
Memalukan sekali.
Lukisan lemari itu membuatnya ingat tentang mimpinya yang menyebalkan, dan Ihatra, bila terus-terusan memandangi sesuatu yang memakan seluruh hati dan pikirannya, bisa-bisa dibanjiri depresi yang tidak beralamat lagi.
Maka, dia singkirkan lukisan itu dengan menaruhnya di sekat rak paling atas, tidak lupa menutupinya dengan kain hitam sehingga tidak ada lagi yang bisa menemukannya.
Dari ujung ruangan, pintu tiba-tiba terbuka. Jayden masuk ke ruang lukis sambil membawa dua gelas es teh. Pria itu datang tepat saat Ihatra baru selesai menyembunyikan lukisan terkutuknya.
"Thanks," kata Ihatra seraya mengambil gelas es teh yang disodorkan kawannya.
Jayden menarik salah satu kanvas yang menyembul dari dalam rak, menyaksikan dengan cermat sambil berkomentar, "Buset, lo waktu bayi minum ASI apa cat minyak, sih?"
"Minum pocari, ngeledek mulu lo."
"Gue muji, Bang." Jayden mengembalikan lukisan itu ke bilik rak, lalu mengintip lebih banyak papan-papan kanvas yang masih berdiri di easel. "Rugi kalau lukisan lo cuma mendem aja di rumah, Yat. Saran gue, lo mendingan bikin galeri lukis atau museum seni sekalian."
"Gue sempet mikir gitu, sih. Tapi enggak, deh."
"Kenapa?" Jayden mengikuti Ihatra yang menghampiri sofa, lalu dengan santai duduk di sampingnya. "Lo takut orang-orang nolak lo?"
"Kan lo tahu gue udah enggak punya kesempatan buat muncul di publik lagi. Orang-orang udah nendang gue ke tempat sampah."
Jayden terdiam, tahu ini bukan waktu yang tepat untuk mengelak. Ihatra Kama tidak lagi mempan dengan kalimat-kalimat penghiburan seperti yang dia niatkan untuk katakanโ"Lo masih punya penggemar, Yat. Gue yakin itu." Basi. Semua kata-kata itu terlalu sering Jayden lontarkan di beberapa bulan pertama pasca pemutusan perkara atas kasusnya. Dan Jayden tahu Ihatra sudah muak mendengarnya. Dia paham tanpa perlu diberitahu bahwa saat ini bukan situasi yang tepat untuk muncul di depan publik, di hadapan jutaan orang yang menyuarakan Ihatra untuk segera mati lewat tagar-tagar trending di sosial media dan headline berita utama.
Jayden menyedot es teh dengan sedotan sambil memikirkan bahan obrolan bagus. Dia berpaling pada sebuah lukisan balai desa yang disandarkan di sofa, tidak berusaha memujinya lagi karena Jayden lebih suka menghargai keindahan ini dalam kebisuan. "Yat, gue kasih tahu sesuatu. Kalau lukisan ini gue posting di sosmed, semua orang pasti enggak bakal percaya siapa pelukis aslinya. Lo mau tahu gimana respons mereka? Kita coba, yuk."
"Enggak usah nyari gara-gara. Kalau ada orang yang tahu itu lukisan gue, lo bisa kena masalah. Emangnya lo mau kena cancel penggemar karena ketahuan masih deket sama gue?"
"Enggak masalah, tuh?"
"Ngeyel lo kalau dibilangin."
Jayden terkekeh. "Lagian enggak bakal ketahuan juga. Emang sebelumnya lo pernah unggah foto atau sesuatu yang berhubungan sama hobi ngelukis? Atau barangkali pas wawancara dulu, lo pernah nyeletuk kalau lo suka lukis? Enggak, kan?"
"Ya mana gue inget." Saat Ihatra menikmati es teh, sesuatu terbersit di kepalanya. Pria itu buru-buru menjauhkan sedotan dari bibirnya lalu mengancam Jayden yang sudah hendak mengabadikan lukisannya ke dalam kamera ponsel, "Jay, pokoknya lo enggak usah upload lukisan gue di sosmed. Bisa-bisa ada yang tahu tempat persembunyian gue!"
"Iyaaa, enggak bakal gue upload, kok." Jayden mencibir, lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. "Agak kejauhan kalau sampai ada yang tahu tempat persembunyian lo cuma dari ngelihat lukisan doang."
"Terus aja beropini kayak gitu sampai lo lihat Tasya dateng ke tempat ini."
Jayden tertawa sambil melempar kepalanya ke belakang, "Astaga, cegil itu lagi. Lo kayaknya alergi banget sama dia."
Ihatra sengaja tidak menanggapi itu, sementara Jayden tiba-tiba membungkuk untuk memeriksa lukisan di hadapannya. Fokusnya terpaut pada sosok wanita yang dilukiskan sedang berdiri di tengah-tengah formasi lingkaran penari lainnya. "Ini Bita, ya?"
Ihatra mengusap wajah, merasa agak malu karena Jayden menyadarinya. "Iya."
"Astaga, Yat." Jayden menegapkan punggung dan menatap Ihatra dengan sorot terkejut. "Akhirnya lo bisa juga bucin sama cewek sampai diabadikan di lukisan gini."
"Apaan, sih." Ihatra mengusap sisi lehernya dan merasa tidak nyaman dengan ledekan Jayden. "Lukisan itu gue lukis apa adanya dari foto yang gue ambil waktu nonton latihan di balai desa. Tsabita emang jadi center di tarian itu."
"Tanpa melupakan fakta bahwa lo suka sama cewek yang jadi center ini," Jayden menekan pelan, lantas tergelak memandangi Ihatra yang sekujur leher belakang sampai telinganya sudah memerah. "Enggak usah sok menyembunyikan perasaan ke gue, Yat. Kemarin gue lihat lo ngefoto Bita waktu dia lagi ada di meja makan."
"Hah?" Ihatra langsung menoleh. Wajahnya hampir menunjukkan kepanikan. "Kapan lo lihat gue kayak gitu?"
"Waktu lo ke dapur buat ambil gelas, lo motret Bita, kan? Ngaku lo." Kalimat itu membuat Ihatra bungkam tidak berkutik, sementara Jayden semakin girang melihat reaksi denial Ihatra yang sudah di ujung tanduk. "Foto itu mau diapain, hm? Creepy lo, anjir, diam-diem moto cewek."
"Enggak ada maksud aneh-aneh. Gue cuma pengin ngelukis dia." Ihatra mengelak dari gertakan Jayden dan berusaha menatap kebun di balik jendela dengan wajah datar.
"Ngelukis?"
"Kalau lukisan itu selesai, mau gue kasihkan ke Bita."
"Dalam rangka?"
Enggak ada alasan khusus, tetapi Ihatra membalas demi memuaskan rasa penasaran Jayden, "Ucapan terima kasih karena udah nyelametin gue dari insiden tenggelam yang konyol."
"Oh," Jayden memasang tampang paham. "Bita yang ngasih lo napas buatan?"
"Kok lo tahu?"
"Si Shaka yang cerita."
Jayden terkekeh melihat raut tegang Ihatra. Sepertinya sahabatnya satu ini sangat anti terhadap hal-hal yang diceritakan di luar kendalinya.
"Ya udah sih, Yat. Enggak usah mellow," kata Jayden menenangkan. "Gue nanya ke Shaka gimana kejadian waktu lo tenggelam, makanya dia cerita. Lagi pula seharusnya sejak awal lo bilang ke Shaka dan Bita kalau lo enggak kuat renang, supaya mereka bisa lebih perhatian sama kondisi lo."
"Dulu gue bisa renang di tempat dalem. Bahkan gue pernah diving sampai tiga puluh meter kedalaman. Renang di sungai kayak gitu seharusnya bukan masalah gede." Ihatra membalas jengkel. Mendadak saja merasa marah dengan kondisinya. Segala hal yang dulunya bisa dilakukan dengan bebas kini serba terbatas. Seperti dikekang dalam sangkar yang tidak kasat mata.
"Gue tahu, tapi dulu sama sekarang itu beda," kata Jayden, mencoba sabar. "Ingat, Yat. Lo enggak kehilangan segalanya. Kaki lo masih bisa sembuh, tapi memang butuh waktu agak lama. Hadapi semua ini pelan-pelan, sembuhkan satu per satu. Pulihkan hati dan pikiran lo, lalu fisik lo bakal ikutan membaik. Bukannya itu yang sering lo yakinkan ke diri sendiri?"
"Iya." Ihatra menatap kosong lantai di hadapannya, lalu memijat tengah keningnya dengan pelan. "Gue emang terlalu semangat waktu dateng ke tempat ini. Makanya waktu gue sadar enggak bisa melakukan beberapa hal, gue jadi gampang jengkel."
Jayden menepuk-nepuk pelan pundak Ihatra. "Masih banyak hal seru yang bisa lo lakuin dengan kondisi begini. Udah untung semua anggota tubuh lo lengkap." Kemudian mereka berdua kembali terkekeh dan menyedot es tehnya masing-masing. Di antara dengung kesunyian itu, Jayden berceletuk lagi. "Contohnya main ke tokonya Bita."
"Ha?" Ihatra menatap Jayden melongo.
"Gue naksir sama makrame di kamar lo. Anterin gue beli barang yang sama di toko cewek itu, yuk."
-oOo-
Ihatra kepengin mencekik Jayden karena hal ini.
"Jangan cepet-cepetโJAYDEN!"
Mendengar protes Ihatra, Jayden yang duduk di bangku kemudi hanya tergelak lebih keras. Degup tawanya tertelan oleh suara kelebatan angin yang kencang.
Sekarang mereka ada di atas motor Astrea keluaran 80-an hasil dari meminjam milik keluarga Pak Ersan, menempuh perjalanan ke pesisir Pantai Pinggala dan menepi di toko oleh-oleh Sanuraga, semata-mata karena gagasan konyol Jayden yang ingin mampir ke sana dan membeli makrame. Dan, Ihatra yang tidak memiliki alasan untuk menolak, akhirnya harus ikut juga.
Penampilan mereka juga patut dipertanyakan. Selain ingin menghindari panas, harus ada yang dikorbankan lantaran mereka tidak ingin identitas mereka menjadi gosip nomor satu di Pinggala. Sebab itulah Jayden dan Ihatra sepakat mengenakan topi dan kacamata hitam, walau hal itu sebelumnya sempat ditolak mentah-mentah oleh Ihatra; "Enggak bakalan ada orang yang tahu kita, Jay. Pengunjung pantai siang-siang gini dikit!" Tapi Jayden bersikeras memaksanya untuk menghindari kemungkinan terburuk, bahkan menyuruhnya mengenakan pakaian lengan panjangโdi tengah panas yang menyengat. "Udah lo tuh nurut aja sama gue, Yat! Daripada nanti ada yang kenal kita berdua beneran, bisa berabe gosipnya!"
Mereka melewati kelokan sempit yang hanya muat satu truk mini, sementara kiri dan kanan diapit oleh pepohonan kersen dengan buah yang ranum dan merah. Anginnya sejuk walau cuaca terik. Ihatra dan Jayden bisa mencium wangi manis buah yang sudah matang selagi mereka berkendara di jalanan yang lenggang. Motor itu turun dengan kecepatan tinggi di jalanan melandai, sehingga Ihatra harus mencengkeram pinggang Jayden erat-erat. Akibat kecelakaan maut yang dialaminya dulu, dia masih trauma berada di atas roda yang berguling cepat, apalagi bila kondisi jalanan tidak rata seperti ini.
"Jay, pelan dikit," kata Ihatra sungguh-sungguh. Kakinya yang berguncang mengikuti lonjakan kendaraan mulai tegang. "Gue mau muntah, Jayden! JAYDEN!"
"IYA, SORRY, SORRY," seru Jayden, kemudian terpaksa memelankan kendaraan sampai kecepatannya nyaris mirip siput. Bodoh sekali, karena terseret dengan euforia menyetir bebas, dia menjadi lupa kondisi Ihatra.
"Sorry, Yat. Habisnya udah lama gue enggak motoran." Jayden berkata jujur (walau diselingi tawa tidak tahu diri), sementara motor mereka melaju mengikuti arah tikungan dengan pemandangan tebing yang luas dan indah. Dari atas sini, lautan menghampar tenang dan begitu biru, sementara bau garam serta pinus mulai tercium menggantikan wangi tajam buah-buahan. Mereka bisa melihat jejak langit yang membentang putih tanpa awan.
"Di sana tokonya," kata Ihatra sambil menunjuk sebuah bangunan mungil yang berdiri di tengah-tengah lahan terjauh dari pesisir. Toko Sanuraga memiliki nuansa pastel yang manis dengan pot-pot tanaman kecil yang ditata di depan teras. Selepas Jayden memarkirkan motor di depan toko, mereka masuk ke dalam, seketika memicu kelentingan angin yang berdenting di birai pintu bagian atas.
"Selamat datang!"
Terdengar sambutan ceria dan menyenangkan dari seorang wanita. Ihatra tidak perlu berpikir dua kali untuk menebak siapa dia. Lantas, Jayden dan Ihatra sama-sama melepas topi dan kacamata lantaran lega mendapati suasana toko yang sepi.
Pada saat itulah, ekspresi ramah Tsabita yang sedang berdiri di balik konter kasir luntur menjadi ekspresi muram luar biasa. Wanita itu gagap bereaksi di hadapan pria-pria kota ini.
Kok mereka ke sini?
Tsabita tentu masih ingat janjinya kemarin malam kepada Shaka, bahwa dia bertekad tidak akan berurusan lagi dengan seorang kriminal bernama Ihatra Kama. Namun sekarang, janji itu sudah dipatahkan oleh situasi.
"Pagi, Bita," Jayden cengar-cengir sambil menghampiri konter kasir, tanpa petunjuk apa-apa, langsung jelalatan ke kanan-kiri untuk mencari sesuatu. "Gue mau beli makrame buat pajangan di kamar. Ada di mana, ya?"
Tenggorokan Tsabita rasanya kering, tetapi dia berusaha memasang tampang baik-baik saja.
"Di sana, Mas Jayden," katanya sambil menunjuk rak gantung yang memajang makrame berbagai bentuk dan ukuran. Jayden langsung menggeluyur pergi ke bilik rak, sementara Ihatra beringsut maju mendekati Tsabita.
Pagi ini Tsabita mengenakan setelan blus floral dan rok yang berwarna senada. Rambut panjangnya dijepit sebagian di belakang kepala, membuat penampilannya tampak kalem dan anggun. Menurut Ihatra, Tsabita mirip bunga yang dipajang manis di depan toko, namun dia menahan diri untuk memuji. Sebagai gantinya, pria itu memberi salam sopan, "Halo."
Tsabita tidak menjawab, tetapi Ihatra yang kelihatannya tidak peka dengan reaksi dingin tersebut justru beralih menatap keranjang anyam yang berisi butiran manik berwarna-warni, mulai dari hitam obsidian mengilat, sampai yang bening seperti kaca. Dia menjadi teringat dengan hobi yang pernah dibicarakan Tsabita.
"Oh, kayaknya saya datang di waktu tepat," kata Ihatra. "Kamu lagi bikin aksesoris?"
Tsabita yang menghindari bertatapan dengan Ihatra, hanya menjawab sekenanya, "Iya."
"Boleh saya lihat proses pembuatannya?"
Wanita itu mengangguk kecil seraya mengambil segulung benang melar dari keranjang, memasukkan manik-manik dengan gradasi yang tepatโdari gelap ke terang, lalu menyatukannya dengan semacam liontin yang berbentuk aneka rupa makhluk laut.
Sementara Ihatra kelihatan betah sekali menonton Tsabita menggarap aksesoris gelang. Setelah beberapa waktu, pandangan pria itu bahkan tidak lagi fokus pada manik-manik, melainkan bergeser pada jemari lentik Tsabita ....
Kemudian merambat naik pada wajahnya.
Andai waktu bisa dikendalikan, Ihatra ingin menghentikan waktu di momen ini, agar bisa memandang wajah Tsabita sepuasnya. Sayang sekali wanita seanggun ini sudah ada yang memiliki. Andai saja dia menemukan desa ini lebih cepat, barangkali Ihatra bisa berkenalan lebih dulu dengan Tsabita, atau bahkan menjadi sahabat yang selalu meluangkan waktu untuk mengobrol.
Omong-omong mengapa sejak tadi Tsabita tidak berbicara apa pun? Ini seperti bukan Tsabita yang biasanya.
"Bit, kamu enggak papa?"
Tsabita menjawab dengan gumaman sangat lirih, bahkan tanpa menoleh.
Curiga dengan sikap tersebut, Ihatra ingin menyentuhnya untuk memastikan apa yang terjadi. Namun saat jemarinya baru saja mendarat di pergelangan tangan Tsabita, wanita itu langsung menyentak tangannya seolah takut bersentuhan dengan Ihatra.
"Bita," Ihatra menahan rasa terpukul bercampur bingung di dadanya. "Kamu kenapa?"[]
-oOo-
.
.
.
Ciyee yang marahan ๐
Please, kalau aku jadi Iyat kayaknya bakalan super bingung juga. Ini kenapa cewek crush tiba-tiba jadi berlagak benciiiii????
"Padahal kita udah pernah ciuman loh," -Ihatra ๐๐๐
Kira-kira gimana reaksi Ihatra setelah mendapat perlakuan itu?
A. Pura-pura nggak tahu
B. Hancur dan remuk
C. Minta maaf
D. Cari pembelaan
---------------------------------------
Gais, terima kasih karena sudah membaca cerita ini yah. Tolong vote dan sampaikan komen untuk mendukungku. Kalau kamu suka sama cerita ini, bantu aku untuk share cerita ini ke mutual kalian juga ๐ฅฐ๐ซถ
Love youuu ๐ฉท๐ฉท๐ฉท
Bแบกn ฤang ฤแปc truyแปn trรชn: AzTruyen.Top