𝟎.𝟐


Tori yang berjajar menghalangi cahaya mentari, melindungi sesuatu atau seseorang yang berjalan di bawah nya. Kedua pemuda turun, melewati anakan tangga dengan perlahan, menjaga adat mereka di sebuah kuil suci yang selalu menjadi tempat persembahan.

Shitozu yang mereka gunakan membentur anakan tangga yang terbuat dari batu, menghasilkan suara yang dapat di dengar oleh rungu. Sebagian surai kelam mereka tertutupi oleh kanmuri , walau tak sebegitu banyak surai yang tertutupi, angin dengan gembira memberikan goyangan kecil pada surai si kembar.

Kedua pemuda itu baru saja melakukan persembahan pada dewa, atas kemakmuran yang senantiasa mengikuti kerajaan mereka.

Batu berpahat yang tepat berada di depan tori terakhir menjadi lambang perpisahan kedua pemuda itu dengan kuil suci sekaligus para miko yang sengaja mengantar mereka. Dengan keadaan yang sedikit menundukan pandangan, para miko membungkuk, memberi hormat kepada yang mulia putra mahkota.

Salah satu pemuda dengan iris hazel dengan anakan rambut yang menyampik ke kanan memperhatikan pakaian yang di gunakan para miko dengan sokutai yang di gunakan oleh nya dan saudara kembar nya, perbedaan nya sangat jauh palet berwarna merah dengan palet bewarna hitam, cukup kontras jika dilihat. Pantas saja sedari tadi pusat perhatian tertuju kepada mereka berdua, begitu cepat kannushi dan para miko menghampiri mereka berdua.

Semerah darah, seputih tulang dan segelap palung terdalam.

"terima kasih telah mengantar kami." Selaku kembaran yang lebih menujukan adat, osamu memberi salam kepada para miko. Atsumu yang melihat osamu dengan tatapan bosan hany bisa terdiam, untuk apa seseorang semulia dia memberi salam kepada makhluk rendahan ?

Salah satu miko sedikit mencuri pandang pada atsumu, terpana dengan rupa yang begitu luar biasa. kedua pipi yang tersipu malu saat atsumu memergoki nya menatap diri nya, atsumu yang melihat itu tersenyum, membalas tatapan yang diberikan oleh miko itu.

"kalau begitu kami pergi terlebih dahulu, sekali lagi terima kasih telah menjaga kami." Osamu segera berlalu pergi diikuti oleh saudara kembar yang lebih tua dari nya, tanpa menoleh sedikit pun osamu berkata pada atsumu, "kau harus berhenti."

Atsumu yang tak paham dengan ucapan osamu menghentikan langkah nya, osamu yang tersadar akan hal itu ikut menghentikan langkah nya. ia paham, bagi nya atsumu tak lebih dari amoba yang tak memiliki otak di kepala nya. helaan nafas keluar, "kau harus berhenti menebar pesona pada miko itu, kau tahu bukan hukuman apa yang akan di dapat jika ia ketahuan memiliki perasaan pada dirimu ?"

"lalu ?" atsumu dengan segala tingkah nya acuh, "lalu ? apa maksud mu dengan lalu, sudah kubilang berhentilah menebar harapan bagi seorang gadis, apalagi seseorang yang telah bersumpah untuk melayani tuhan untuk seumur hidup nya."

"salah mereka terlalu larut pada rupa ku, lagi pula itu salah nya, para miko dilarang untuk menatap kita kecuali di izinkan oleh kannushi, jadi bukan salah ku jika dia melanggar aturan itu." Atsumu berlalu pergi, meninggalkan osamu yang terkejut dengan ucapan nya.

"aku selalu berharap bahwa aku dilahirkan sebagai anak tunggal, bukan menjadi saudara kembar mu." Osamu sedikit geram dengan tingkah laku atsumu yang semakin lama semakin menjadi, hanya karena sedikit keberuntungan mereka berdua terlahir menjadi yang mulia. Seharusnya ia bersyukur.

Osamu yang percaya akan adanya karma selalu menjaga tata krama nya dimanapun ia berada, tak ingin menarik perhatian lebih lantaran ia tahu sang kaisar—ayah nya di kenal dengan kemuliaan nya.

🌸

Atsumu menanggalkan sokutai yang sedari subuh tadi memeluk tubuh nya dengan erat, menggantinya dengan kimono berwarna biru yang nampak lebih nyaman di gunakan. Dengan bantuan dayang yang membantunya menggunakan kimono itu, atsumu masih dengan seringai andalan nya kembali menggoda dayang yang selalu diminta oleh nya untuk membantu nya.

Bukan di khusus kan oleh para miko saja namun kepada seluruh penghuni kerajaan, mereka dilarang menatap langsung wajah para yang mulia kecuali di perbolehkan.

"kau, berhentilah menunduk dan tatap wajah ku." Dayang yang merapikan kimono milik atsumu terperanjat, tangan sedikit gemetar lantaran baru pertama kali ini ia dapat melihat yang mulia putra mahkota dari dekat. Tak perlu ia sembunyi sembunyi untuk menatap nya.

Namun raga tak dapat bergerak, rasa senang, takut bercampur aduk menjadi satu. batin saling menyangkal, belum sempat ia memulai perang batin, tangan kanan atsumu menarik dagu dayang itu hingga mereka berdua saling beradu pandang, "apa kau berencana melanggar perintah dari ku ?"

Dayang itu hanya menggeleng, lidah nya begitu kelu, "gunakan mulut mu."

"ti-tidak." ­dengan sekuat tenaga dayang itu berusaha untuk tidak menyulut api amarah atsumu, sudut bibir terangkat, senyum puas terulas. Disini dialah yang memimpin, disinilah ia berkuasa, disinilah mereka para makhluk rendahan menyembah dirinya. Atsumu dengan keangkuhan nya tak pantas untuk menjadi seorang yang dimulia kan, apapun yang terjadi. Ahh, lagipula tak ada yang berkata bahwa sang permaisuri akan menberikan takhta nya begitu saja.

"kalau begitu rebahkan tubuh mu di atas futon."

Lagi ?

"maafkan hamba yang mulia, tapi kemarin kita­­—" ucapan dayang itu di senggol oleh decakan lidah atsumu, "itu kemarin, yang aku ingin kan adalah sekarang. Cepat berbaring, ini adalah perintah dari yang mulia."

Pandangan mata menggelap, dayang itu begitu ketakutan, ia tak memiliki kekuatan untuk melawan. Memang yang akan ia lakukan adalah impian segala putri yang berada di penjuru negeri, namun yang ingin dirasakan oleh dayang itu adalah sebuah kasih yang diberikan seorang pria bagi nya, bukan semata mata untuk melepas hawa napsu saja.

Atsumu mulai dari leher dayang itu, dengan lihai lidah milik atsumu menari disana, memberi sensasi geli, "ya-yang mulia, ja- ahh jangan disana."

Atsumu yang tak mempedulikan ucapan dayang itu masih memainkan lidah nya di ceruk leher nya, tak lupa dengan gigitan yang memberi bekas pada leher mulus milik dayang itu. Atsumu dengan tingkah tak sabaran nya melonggarkan kimono yang digunakan dayang itu, bermain dengan bongkahan kenyal itu, dengan kasar meremasnya. Sekali kali mencubit puting membuat sang empu mendesah.

Kembali dengan lidah nya kini buah dada kenyal itu menjadi sasaran atsumu, menjilat puting nya dengan gerakan melingkar. Membuat dayang itu menggeliat di bawah atsumu.

Tak melupakan daerah kewanitaan yang kini telah basah, jari jemari lentik bermain dengan klitori sang dayang. Membelai nya dengan lembut, desahan keluar dari mulut sang dayang, "tutup mulut mu, jika kau bersuara aku akan menghukum mu."

Dayang itu mengangguk, kini kedua tangan menutup mulut nya.

Dua digit di masukan pada area kewanitaan nya, berhasil membuat desahan lolos dari mulut nya. dayang itu menatap atsumu ngeri, hati sedikit waswas.

Bongkahan sintal itu kembali dimainkan oleh mulut atsumu dengan tempo jari yang semakin lama semakin meningkat membuat pandangan dayang itu sedikit kabur lantaran rasa nikmat yang sedari tadi memijat tubuh nya tak henti henti nya membuat tubuh nya kelelahan, dengan sekuat tenaga dayang itu menahan desahan milik nya, "akhh, ya-yang mulia saaah—saya—"

"tahan."

Atsumu menambah satu digit jari nya membuat dayang yang sedari tadi bergeliat dibawah nya bersusah payah menahan desahan yang sedari tadi memaksa di keluargakan dari sangkar.

Kedua iris memperhatikan dayang yang bermandikan peluh keringat, surai hitam milik nya yang disangggul rapi kini tak berbentuk lagi, anakan rambut yang berserakan menutupi sebagian wajah nya hingga basah oleh keringat.

Kini satu kata yang menggambarkan atsumu adalah puas, ia puas. Hanya dengan melihat wanita yang patuh akan dirinya nya sudah membuat harga dirinya melenjat naik.

Semakin lama dayang itu menahan masturbasi nya semakin ia merasakan sakit, dengan memohon kepada atsumu untuk mengijinkan nya mengeluarkan cairan bening itu, "kumohon hmpp, kumohon yang muliaahh."

Atsumu yang melihat itu menghentikan acara tarik ulur nya, membuat wanita itu sedikit meringis, "kenapa anda berhenti ?"

Bagian barat atsumu berkedut nyeri, pertunjukan yang diberikan oleh dayang itu berhasil meningkatkan libido atsumu. Dengan ekspresi binal yang terpampang jelas pada raut muka dayang itu atsumu segera memposisikan alat vital nya pada daerah klitoris miliki wanita itu, sedikit menggeseknya, membuat cairan putih milik wanita itu membasahi alat vital atsumu.




















"such a good slave, I'll be gentle this time."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top