17. Ulang Tahun Hita
-oOo-
UNTUK kedua kalinya dalam minggu ini, Senja kena tegur lagi karena tertangkap basah melamun di jam kerja. Kali ini pun dia beralasan sama seperti sebelum-sebelumnya; "Ngantuk, jadi kurang fokus." Dia tetap mendapat omelan dari Bu Garwita, dan untungnya tidak ditodong ganti rugi jam kerja ataupun membayar denda. Walau demikian, kecerobohan ini membuat Dewandaru penasaran.
"Mbak kenapa, sih, akhir-akhir ini jadi sering ngelamun?" tanya Daru di suatu siang yang panasnya menyengat. Di tengah jam makan siang, mereka berdua sedang santai berjaga di balik konter kasir.
Aku tuh ngelamunin masalah kamu, dasar cowok! batin Senja diselingi kebawelan penuh kekhawatiran. Semenjak kunjungannya ke rumah Daru kemarin, semalaman suntuk Senja diliputi tanda tanya besar tentang masalah apa yang sebenarnya dialami keluarga Daru, mengapa kertas gambar Hita sampai dirobek hanya karena anak itu melukis ibunya sendiri, dan mengapa abang-adik ini memiliki ayah yang berbeda.
Kesannya memang seperti ikut campur―Senja mengakuinya. Itulah sebab dia mati-matian menyembunyikan penasarannya dari orang-orang.
"Enggak papa sih, Mas. Panas aja hawanya, jadi ngantuk," kata Senja sambil mengedikkan bahu.
"Bukan karena Mbak ada masalah, kan?"
"Enggak ada, kok," Senja mendongak menatap Daru. Pemuda itu duduk begitu dekat dengannya sampai Senja bisa memperhatikan bulu mata Daru yang berbaris rapat di kelopaknya. Tebal dan cantik.
Terkejut dengan pemandangan itu, Senja mendadak jadi malu dan akhirnya menggeser kursinya agak jauh.
Daru yang menangkap gelagat mencurigakan itu langsung kebingungan sendiri. Kok tiba-tiba geser kursi? Lalu dengan sikap polos, pemuda itu diam-diam mencium pakaiannya sendiri lantaran khawatir bau badannya membuat orang lain ingin menyingkir. Cuping hidungnya berkerut-kerut saat tak menemukan aroma yang aneh. Lantas tangannya merambat ke kepala untuk menjambak pelan rambutnya sendiri, mencium jemarinya. Dia tak menemukan bau apa-apa selain aroma shampoo yang bercampur apek sedikit―yah, dua hari ini Daru memang belum keramas, tetapi baunya tidak menyengat, kok!
Tanpa Daru sadari, Senja yang melihat apa yang Daru lakukan, praktis membuatnya geli sendiri dan menahan dengkus tawa. Daru mendengar suara tawa itu dan langsung malu karena tertangkap basah melakukan hal konyol. Dengan wajah sinis, mencibir kekanakan, "Mbak kalau ada apa-apa bilang, dong. Sekecut apa bauku sampai Mbak geser kursinya jauh banget?"
"Enggak, Maasss!" Senja tak kuasa menahannya lagi. Gadis itu memukul-mukul lututnya sendiri sambil tergelak lepas. "Ya ampun, Mas ini kalau ngambek kok lucu, sih. Aku minggirin kursi karena panas!"
"Daru, Senja."
Suara Bu Garwita tahu-tahu menginterupsi. Wanita pertengahan tiga puluhan itu mengerutkan kening ketika melihat pegawai perempuannya tertawa heboh seolah habis melihat lawakan di televisi. Lantas dia memukul pelan lengan Senja sambil menggerutu, "Senja, ada apa, sih? Anak cewek kok ketawanya keras kayak gitu."
"Eh, aduh, maaf, Te."
Senja mengusap ujung matanya yang mengeluarkan air mata. Dia memperhatikan Daru yang duduk tegap menghadap Bu Garwita. Pemuda itu jelas sedang mesam-mesem menahan tawa. Kupingnya merona merah, tidak seperti biasanya, dan Senja akhirnya mendengkus maklum seraya menatap Bu Garwita. "Ada apa, Te?"
Bu Garwita meletakkan sebuah buku catatan di atas meja.
"Ini, loh. Tolong bantuin ngitung barang-barang yang kena retur, ya. Minggu kemarin kan komputernya sempat eror, jadi Tante nyatetnya manual," Lalu Bu Garwita masuk ke belakang meja kasir dan mengutak-atik komputer. Dia menjelaskan apa yang perlu Daru dan Senja lakukan untuk menginput data. Keduanya mendengarkan dengan baik sambil manggut-manggut.
"Biar cepat, dikerjakan berdua, ya. Senja yang input, Daru yang dikte." Bu Garwita diam sebentar, lalu kepikiran sesuatu, "Oh, iya. Nanti sore ada truk yang datang bawa barang-barang dari pabrik. Kalian hari ini lembur buat ngecek produk, mau, ya? Nanti dibantu sama karyawan yang dari shift malam."
"Pokoknya ada uang lembur, sih," Senja tahu-tahu menyahut. Mulutnya yang ceplas-ceplos itu adalah salah satu dari sekian hal yang membuat Daru geleng-geleng kepala tidak habis pikir. Untung saja bosnya adalah tantenya sendiri. Kalau bukan, barangkali Senja sudah masuk daftar hitam pegawai tidak sopan.
Bu Garwita hanya berdecak kecil sambil menjitak kepala Senja pelan, "Duit aja, kamu ini." Wanita itu menatap Daru dan mencibir, "Anak ini dari kecil emang enggak mau rugi. Daru kudu sabar ya kalau temenan sama Senja."
Daru hanya terkekeh seraya menatap wajah Senja yang bersungut-sungut.
"Kamu bisa kan pulang malem?" Bu Garwita memastikan pada Daru.
"Bisa, Bu."
-oOo-
Abangnya tidak menepati janji.
Di penghujung magrib, Hita duduk sendirian di teras depan rumahnya sambil bermain bekel. Kendati kelihatan sibuk melempar-lempar bola, sebetulnya pikirannya sejak tadi dipenuhi kejengkelan karena abangnya tidak kunjung pulang di waktu yang dia janjikan. Bukankah Daru sudah berjanji bahwa hari ini akan merayakan ulang tahunnya di pasar malam? Sambil meyakini hal itu, sejak tiga jam lalu, setiap lima menit sekali Hita berlari ke ruang tamu rumahnya untuk mengecek jam dinding.
Dia sudah menanti dari pukul dua siang, tiga sore, empat sore, sampai setengah enam sore, tanpa kabar atau tanda-tanda bahwa abangnya akan pulang. Saat tarhim mulai dikumandangkan dari masjid di kejauhan sana, Hita mulai pasrah. Daru sudah pasti tidak menepati janji―entah apa yang abangnya lakukan di Wiramart. Sebetulnya tidak sekali dua kali Daru pulang telat, hanya saja kali ini Hita tidak bisa bersabar lantaran kemarin sang abang benar-benar mengiyakan janjinya.
Diliputi kemuraman dan wajah hampir menangis, Hita masuk ke dalam rumah. Dia duduk di depan meja lipat dan mulai menyibukkan diri menggambar lagi.
Sambil menggores krayon merah di atas kertas, benak Hita dipenuhi kejengkelan tentang betapa teganya Daru mengabaikan janjinya. Kalau diingat-ingat, ini bukan kali pertama Daru melanggar janji. Tahun lalu pun, saat Hita ulang tahun, sang abang juga pulang larut malam. Hita masih ingat, dia sampai ketiduran di depan televisi karena lelah menunggu. Pukul sebelas malamnya, Daru baru masuk rumah. Dia membawakan Hita sebuah kue ulang tahun ukuran kecil, dengan satu lilin mungil yang menyala di atasnya. "Selamat ulang tahun, Hita," katanya saat itu, dengan wajah cengar-cengir seolah tidak berbuat salah.
Kendati abangnya pulang terlalu malam, saat itu Hita tetap saja senang. Dia juga menerima hadiah dari Daru―sebuah buku komik berjudul Kobochan―volume lima dan enam. Padahal Hita tidak punya seri volume nomor satu sampai empat. Tapi kata Daru saat itu, Hita tidak perlu membeli seri sebelumnya karena buku-buku itu bisa dibaca terpisah.
Satu ciuman di kening, satu ciuman di pipi. Di malam tahun lalu, Daru membisikkan kalimat doa untuk Hita.
"Mas, tahun depan jangan pulang telat lagi. Aku capek nungguin," kata Hita sambil menggerutu, pura-pura kesal. Daru mengusap-usap puncak kepala Hita sambil tersenyum menenangkan.
"Iya, Mas janji."
Janji.
Kenangan masa lalu pudar lagi ke dalam laci ingatannya. Hita meletakkan krayon merahnya ke dalam wadah, lalu mulai mencebikkan bibir karena sudah tak kuat menahan tangis.
Mas Daru bohong.
Anak itu mengusap pipinya yang berlumur air mata dengan punggung tangan. Diliputi perasaan sakit hati dan kecewa, dia mendorong kasar buku gambarnya ke tengah-tengah meja―tiba-tiba saja ogah melanjutkan apa yang dia garap. Sebagai gantinya, Hita duduk di karpet selama beberapa menit, melamun memandangi meja-meja yang berantakan dengan krayon dan alat tulis.
Kemudian, ketukan di balik pintu terdengar.
Mas Daru datang! Hita begitu terkejut―tercabik antara senang dan lega ketika mendengarnya. Saking diliputi kegirangan, anak itu lupa bahwa seharusnya dia merasa curiga mengapa abangnya mengetuk pintu dahulu alih-alih membukanya langsung. Tanpa berpikir apa-apa, Hita berlari ke pintu depan dengan langkah gedebuk-gedebuk riang.
Dia membuka pintu lebar-lebar dan langsung mematung kali berikutnya.
Seorang wanita, memandangnya dari atas. Bibirnya merekah merah ketika tersenyum menatap Hita;
"Kamu Reswara Hita, kan?"[]
-oOo-
.
.
.
Kira-kira apa yang bakal dilakuin Hita? 😅
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top