catur vimsati

Laksana durno, Kisaki Tetta yang kini telah diketahui merupakan akar, membuat Shuji sedikit banyak kesal. Dirinya bahkan baru sadar, kalau selama ini telah dimanipulasi. Berdiam di sisi taruna tersebut, kemudian melakukan segala perintahnya.

Ingin segera mencekik ataupun menodongkannya pistol, namun juga sadar bahwa (Name) adalah orang yang memiliki hak untuk itu.

Konversasi singkat yang pernah didengarnya kala itu, masih terbayang. Membuat Shuji kembali dibawa ke masa lalu, mengingat bagaimana bodoh serta tak acuhnya ia akan adiratna. Dengan datar berpaling, tinggalkan lara dihati.

Dan, mengapa (Name) masih mencintainya? Mengapa Shuji jatuh cinta padanya?

Kisah cinta yang pernah ia baca tidaklah setragis ini. Tidak semenyedihkan ini.

Lantas, mengapa harus kisahnya yang berjalan dengan begitu tragis? Sadis. Dengan lara serta ludira yang menemani jejak kama mereka.

Kematian.

Duka.

"Ah, Shu. Kau masih di sini."

Lamunan buyar kala sosok adiratna yang dipikirkannya keluar dari ruang. Tersenyum kaku kala menyapu pandang tiga taruna.

Shuji tengah bersandar pada dinding. Sementara Haruchiyo di seberangnya mengetukkan jari pada gagang katana. Kisaki Tetta sendiri telah jatuh pingsan.

Tak ada yang memedulikannya. Alasan Haruchiyo menunggu adalah untuk Manjiro, sementara Shuji untuk (Name).

"Ya. Apa sudah selesai bicaranya?"

(Name) mengangguk. Lantas menoleh ke kiri guna bersirobok netra dengan Haruchiyo. Yang kini memdengus seraya berjalan ke arahnya.

"Sanzu-san."

Taruna sang punya surai merah muda mengerling. Menatap tanpa adanya ketertarikan dalam pandang.

"Apa?"

Kurva tercipta pada durja adiratna. Menciptakan kehangatan lewat sorotan mata. Walau Haruchiyo begitu abu-abu, juga tak jelas tujuannya, (Name) masihlah berterima kasih atas bantuannya selama ini.

"Terima kasih."

Haruchiyo mendengus.

"Kau tak perlu berterima kasih padaku. Aku tak melakukan apapun."

Karantala yang menyentuh gagang pintu guna mendorong serta memperlebar jalan masuk, kini terhenti ketika suara bariton milik Shuji terdengar. Hancurkan nyenyat yang sempat mengisi, kemudian membuat atensi lagi-lagi berpaling.

"Kau masih akan kembali padanya?"

Taruna dengan masker hitam mengangguk. Tanpa ragu menjawab akan larik tanya Shuji.

"Ya."

"Bahkan ketika tuanmu telah melakukan dosa tak termaafkan?"

Agak tak tahu diri mengatakan hal tersebut, sebab Shuji pun nyatanya telah berdosa. Namun, pertanyaan ini sungguh tak dapat ditahan lagi. Membuncah dan pada akhirnya keluar.

Haruchiyo kali ini mengangguk pelan. Membuang muka kemudian melangkah masuk. Meninggalkan satu larik paripurna yang membuat terkejut dua insan.

"Aku adalah bawahan yang akan setia mengikuti rajanya, bahkan bila itu ke neraka."

•••

Permata jingga menatap sayu akan kelereng emas yang kini menguncinya. Nyenyat yang sempat melanda hancur tatkala adiratna memintanya mengantar ke sebuah tempat. Usai tungkai membawa dua insan menyusuri sebuah lorong, kemudian keluar dari bangunan. Beralih menaiki mobil dan menuju pada sebuah pemakaman.

Kak, aku di sini. Berdiri di hadapan nisanmu dengan pelipur laraku. Kendati luka yang tertoreh tak akan pernah pudar, namun rasa cintaku padanya pula tak bisa dihilangkan.

"(Name), aku minta maaf."

Menoleh, puan pandangi tuan berdaksa jangkung yang menunduk. Tersenyum tipis dengan mata sayu. Bersirobok netra, kala emas dibalik kaca menatapnya lamat.

Shuji dengan tulus, mengatakannya.

Namun, bukankah dosa yang selama ini ia lakukan tak hanya dapat berakhir dengan satu kata maaf?

"Apa dosamu?"

Shuji mengerutkan kening. Tampak bingung dengan adiratna yang masih menangkupkan tangan di hadapan nisan. Tak lagi bertatapan, fokus dengan doa yang dipanjatkan.

Taruna kini kembali menjawab.

"Aku mengingkari janjiku. Aku meninggalkanmu. Aku ... aku ... "

Kewalahan, diri tak menemukan lagi kata untuk menggambarkan dosa. Bukankah durjana yang ia lakukan begitu banyak?

(Name) terkekeh. Lantas kemudian berbalik, membiarkan angin mengacak surai legamnya. Tak peduli helai menusuk mata. Tatkala netra memandang taruna, durja rupawan yang kerap membuatnya jatuh cinta.

"Apa kau masih mencintaiku, Shu?"

Pertanyaan yang terlontar mengundang jawaban tanpa ragu.

Kalimat yang hendak keluar dari celah labium tuan, kini gagal diparipurnakan. Tatkala emas di balik bingkai kaca dapati durja pucat tetap tersenyum meski ludira menetes lewat ujung bibir.

Ah.

Dia lupa.

Tuhan telah begitu baik dengan membiarkannya menyelesaikan kesalahpahaman. Namun untuk kembali bersama, bukankah namanya kelewatan?

Dosa yang tak termaafkan. Lantas bagaimana dengan mereka di atas sana? Tak puas, tak rela. Ingin segera mengulurkan tangan guna menjemput adiratna.

Sekon berikutnya, Shuji merentangkan tangan. Menggerakkan tungkai serta ambruk dengan puan dalam pelukan. Direngkuh erat kala mata nayam memandang. Tersenyum miris, saat emas di balik kaca mulai berkabut. Membelalakkan mata tak percaya.

"Sepertinya, Tuhan tak merestui kita ya?"

Semesta, tolong. Apakah bisa memohon pada penguasa? Guna memintanya merobek takdir ini. Diganti dengan goresan tinta lain, serta canda serta tawa yang mengisi.

Bukankah ini terlalu kejam?

"Mengapa ... ? Mengapa kamu tiba-tiba ... ?"

Nada bergetar. Mungkin seumur hidupnya, ini adalah kali pertama Shuji menunjukkan sisi lemah pada seseorang.

"Aku tak menggunakan racun yang diberikan Kisaki padamu. Aku hanya mengisinya ke dalam cangkir dia. Lantas, mengapa?"

Kekehan meluncur dari labium puan. Kemudian kembali bersirobok netra guna sempurnakan anjangsana. Mengenai dia. Akan cinta yang sesungguhnya tak pernah pudar bahkan bila lara singgah tanpa muara.

"Ini hanya tebakanku. Namun, Shu. Bukankah hal yang mungkin bila Kisaki-san menaruh racunnya di tempat lain?"

Otak kembali bekerja dengan cepat. Kala satu kata benda telah terbayang dalam benak, Shuji kembali diingatkan dengan kejadian beberapa waktu lalu.

Bukankah cangkir yang digunakannya, dibawa sebab Tetta yakin kalau di sana akan rusak? Lantas, bagaimana Tetta yakin jika gelasnya telah rusak?

Maka, bukankah sudah jelas?

Racunnya dioleskan pada cangkir.

•••

6 September 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top