Kedua โ€• Kapur dan Clover Berdaun Empat

Theme II/VII โ€• Fears (Ketakutan)
Albedo & Klee

|1244 kata|

*+:๏ฝก.๏ฝกใ€€๏ฝก.๏ฝก:+*

"Kak Albedo akan datang?!"

Pertanyaan antusias itu terucap dari mulut sang gadis elf kecil bersurai pirangโ€• Klee, kedua mata ruby-nya berbinar senang kala mendengar kabar bahwa sang kakak akan datang ke Mondstadt esok pagi.

Malam semakin larut dengan langit gelap yang hanya bercahayakan cahaya bulan, suhu udara pun kian meningkat seiring menit berlalu. Jam telah menunjukkan pukul sembilan malam, namun sang elf cilik yang telah memakai gaun tidur masih terjaga dan berdiri dengan senyuman. Tampaknya, berita kedatangan tersebut telah mengusir kantuknya.

Seorang wanita bersurai cokelat sepundak dengan ikat rambut mawar ungu yang tengah duduk di pinggir ranjang terkekeh. Perempuan ituโ€• Lisa kemudian tersenyum.

"Benar. Jadi, Klee harus segera pergi tidur agar bisa bangun pagi dan menyambut Kak Albedo," ujarnya sembari membuka sebuah buku bersampul putih dengan tulisan perak, tangannya yang lain menepuk kasur yang didudukinya. "Kemarilah, akan kuceritakan sebuah dongeng."

Klee bersorak, kedua tangannya terangkat tinggi-tinggi. "Hore! Dongeng!"

Gadis kecil itu pun berlari ke arah ranjang dan naik ke atasnya sebelum berbaring, kedua tangannya menarik ujung selimut hingga menutupi leher. Kilatan antusias terpancar dari kedua manik ruby-nya.

"Bi-- Kak Lisa, dongeng apa yang akan diceritakan pada Klee malam ini?" tanya Klee sumringah, rona wajahnya cerah.

"Hm ... mari kita lihat," gumam Lisa pelan, jemari lentiknya terus membalik halaman buku dalam pegangan. Beberapa saat kemudian, ia tersenyum. "Ah, ini."

"Apa judulnya?! Apa judulnya?!"

Sang perempuan bermata hijau terkekeh, tangannya mengusap lembut pucuk kepala sang gadis kecilโ€• yang mana disambut dengan tawa riang. "Naga dan Ksatria Berambut Emas."

"Naga dan Ksatria ...," hela Klee dengan tatapan kagum. "Cepat ceritakan pada Klee!"

Lisa kembali tertawa pelan, tangannya turun ke hidung Klee dan mencubitnya pelan. "Baiklah, baiklah. Aku akan menceritakannya. Tapi, Klee harus diam dan menyimak, mengerti?" tanyanya sembari menaruh telunjuk di depan bibir.

Gadis elf pirang itu pun langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan, kepalanya mengangguk cepat.

"Anak pintar," puji Lisa lembut.

Wanita itu berdeham, pandangannya beralih pada deretan aksara yang tertulis di atas halaman buku. Ia pun mulai bercerita, "Pada zaman dahulu, di sebuah gunung yang tinggi berselimutkan salju, hiduplah seekor naga yang sangat besar...."

โœคโœคโœค

".... Sang Ksatria membuang pedangnya, dan berlari ke arah sang naga yang merupakan sahabatnya dengan tangan kosong. Ksatria berambut emas itu pun memeluk kaki Sang Naga dengan erat, tak memedulikan Sang Naga yang terus menggerakan kakinya dengan liar.

"Namun, Sang Ksatria tidak melepaskan pegangannya. Ia terus memeluk kaki Sang Naga dengan sangat erat sambil terus berteriak, berusaha menyadarkan Sang Naga dari amarah yang menguasai pikiran.

"Usaha Sang Ksatria berhasil. Beberapa saat kemudian, Sang Naga berhasil sadar dan berhenti mengamuk. Kerajaan batal porak poranda, lalu Sang Ksatria dan Sang Naga tetap menjadi sahabat selamanya. Selesai...."

Cerita pun berakhir, Lisa menutup buku yang ada di genggamannya. Ia kemudian menoleh ke arah Klee, mendapati mata bocah elf itu sudah tampak sayu.

Tampaknya, ia sudah mengantuk, batin sang wanita berbaju ungu sambil terkekeh pelan.

"Syukurlah ... mereka tetap ... menjadi sahabat," gumam Klee sebelum menguap, "Klee senang ceritanya ... berakhir bahagia...."

Lisa tersenyum, tangannya membenahi posisi selimut Klee. "Aku juga. Nah, sekarang, Klee harus segera tidur. Anak baik tidak boleh tidur terlalu malam."

"Baik ...," sahut Klee dengan nada pelan. Kedua matanya tertutup beberapa detik kemudian. "Selamat malam, Bibi Lisa."

Alis sebelah kanan Lisa berkedut kesal kala mendengar panggilan tersebut. Namun ia berusaha memaklumi, sebab gadis kecil di hadapannya sudah mulai terlelap.

"Selamat malam juga untukmu, Klee," bisik Lisa sembari membungkukkan badan ke arah Klee yang sudah tertidur, bibirnya mengecup kening si gadis pirang.

Perempuan itu menegakkan badanya kembali, memandang sosok elf kecil yang sudah terlelap di tempat tidur dengan tatapan teduh. Ia pun berjalan menuju pintu kamar, melangkah keluar dari sana.

Sebelum menutup pintu kembali, Lisa melihat Klee untuk sekali lagi. Senyuman kembali merekah di bibirnya.

"Semoga mimpi indah."

Dan pintu kamar pun ditutup

โœคโœคโœค

Klee berjalan menyusuri sebuah jalan yang sepi sendirian. Kedua matanya menatap sekitar, mendapati kekacauan yang mengerikan. Bangunan-bangunan luluh lantak, hanya menyisakkan puing-puing bertebaran di tanah. Pedang dan buku sihir dengan bercak darah berserakan di mana-mana, bau anyir menusuk penghidu.

Klee terus berjalan, membelah kabut yang menutupi jalan di hadapan. Semakin jauh ia melangkah, semakin tebal pula kabut yang menyelimuti.

Tak lama kemudian, sepasang ambar merahnya menangkap dua siluet dalam kabut. Kedua siluet tersebut tampak sangat familier baginya.

"Kak Albedo...? Kak Lumine...?"ย  panggil Klee ragu-ragu sembari kembali melangkah pelan ke arah bayangan yang berbentuk seperti Albedo dan Lumine.

Namun, sedetik kemudian, siluet Albedo tiba-tiba tumbang. Netra Klee membelalak, kedua kaki kecilnya berlari secepat mungkin menuju tempat bayang-bayang tersebut berada.

Kabut tiba-tiba hilang, dan langkah Klee langsung terhenti. Napasnya tercekat akan pemandangan yang dipersaksikan di hadapan.

Di hadapannya terdapat sosok pemuda bersurai pirang keabuan yang terbaring di tanah dengan badan bersimbah darah, warna pakaiannya sudah tak terlihat sebab tertutup oleh cairan berma. Dadanya tak bergerak selayaknya orang bernapas, Albedo telah mati.

Tak jauh dari mayat tersebut, seorang gadis pirang bergaun putih berdiri tegap dengan tatapan kosong serta air mata darah yang terus berderai membasahi pipi. Di tangan kanannya terdapat sebuah pedang berselimutkan darah. Sang Pengembara adalah orang yang merenggut nyawa kakaknya.

โœคโœคโœค

Sepasang kelopak mata terangkat cepat, menampakkan sepasang netra ruby yang membelalak. Rasa takut terpancar jelas dari sepasang ambar merahnya. Napas sang pemilik manik terengah-engah, air mata terus bercucuran membasahi pipi sebelum turun ke dagu.

Klee mengerjap, mendapati langit-langit kamarnya yang gelap. Tangan mungilnya diletakan di atas dada, helaan napas lega kemudian lolos dari bibirnya.

"Syukurlah itu tadi hanya mimpi," ucapnya lega, tangannya bergerak untuk menyeka air mata yang masih mengalir.

Setelah itu, Klee memiringkan tubuhnya, berbaring dengan posisi menghadap ke tembok. Di tembok tersebut, terdapat sebuah gambar dengan Yoimiya, Albedo, Lumine, Paimon dan dirinya di dalamnyaโ€• lukisan yang ia gambar saat pergi ke Festival Irodori di Inazuma beberapa bulan lalu.

Pandangan gadis kecil itu terfokus ke arah gambaran Albedo dan Lumine, senyuman merekah di bibir mungilnya. "Itu tadi hanya mimpi. Kak Lumine tak mungkin membunuh Kak Albedo. Lagipula mereka adalah teman," bisiknya pelan untuk meyakinkan diri sendiri.

Klee menutup kedua matanya, berusaha untuk kembali tidur. Usahanya berhasil, namun bayang-bayang dari mimpi buruk yang baru dilihatnya masih menghantui benak.

โœคโœคโœค

Semua ini hanya mimpi, merupakan seuntai kata yang ingin diucapkan oleh Klee saat ini.

Namun, gadis itu tak bisa. Tenggorokannya sudah terlanjur kering kala melihat pemandangan yang ada di hadapan.

Albedo yang sudah tak bernafas dengan tubuh bersimbah darah, Lumine yang menangis dengan pedang yang kotor akan cairan merah, dan Kota Mondstadt yang porak-poranda menjadi latar tempat tragedi ini.

Dengan langkah gontai, Klee berjalan menghampiri raga Albedo yang terbaring di tanah. Setibanya di dekat tubuh sang kakak, tungkai gadis kecil yang telah lemas itu tak lagi kuat menopang tubuh dan membuatnya terjatuh.

Sang bocah elf segera mendekap daksa dingin di hadapan, kelopak mata tak lagi sanggup menahan air mata, lantas jatuh berderai membasahi pipi. Tak ada kata terucap, hanya ada tangisan pilu yang memenuhi kesunyian.

Sang Naga telah dikalahkan oleh Sang Ksatria. Di saat yang bersamaan, ksatria yang sama telah merenggut nyawa seorang kakak dari adik perempuan sosok yang dihabisinya.

*+:๏ฝก.๏ฝกใ€€๏ฝก.๏ฝก:+*

โฎ Scroll down to continue โฏ

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: AzTruyen.Top