38. Dominic
PAGI hari merekah di balik jendela kamar rumah Caspian.
Suara bel pintu yang berbunyi merobek kedamaian di antara Caspian dan Lula yang masih beristirahat di kasur. Pria itu membuka mata sambil melenguh, dengan lembut mendorong Lula yang sedang tertidur agar berguling ke samping, sementara Caspian turun dari ranjang untuk mengenakan pakaian apa adanya. Dia mencomot kemeja biru dan training hitam yang tergeletak di dekat kaki ranjang, menyugar rambut pirangnya dengan singkat, lalu keluar kamar untuk menyambut orang tidak sopan yang bertamu terlalu pagi di rumahnya.
Saat pintu dibuka, Caspian melihat seorang pemuda yang mengenakan hoodie kelabu berdiri di ambang teras rumah. Memiliki garis wajah persegi yang berkesan maskulin, sorot matanya menyala seperti madu yang didekatkan di api. Secara keseluruhan, raut garangnya tampak menarik sekaligus mencolok. Caspian mengernyitkan kening, memandangi pemuda di hadapannya dengan raut kelewat jengkel.
"Kau tahu ini jam berapa, bukan?"
"Aku tidak akan lama di sini. Biarkan aku masuk," kata pemuda itu, lalu Caspian minggir dari ambang pintu dan membiarkan dirinya masuk ke foyer, menuju ruang tamu. Selagi sang pemuda duduk di salah satu petak sofa yang mewah, Caspian memutuskan berdiri di dekat rak hias sambil melipat lengan. Ekspresi jengkelnya karena diganggu pagi-pagi belum juga luntur.
"Kau bawa berita apa, Noah?"
"Abbey Houssel ditemukan tewas."
Saat mengatakannya, gelagat Noah tampak tidak baik-baik saja. Pemuda itu duduk sambil menyatukan tangan yang ditumpukan di kedua lutut. Kakinya naik-turun seolah menahan serangan gelisah yang memuncak. Dia mendongak pada Caspian dan berkata dengan irama berbisik waspada. "Aku tidak percaya ada yang tega dan bisa membunuh Abbey semudah itu."
"Media bilang, Abbey diserang binatang buas," dusta Caspian, yang tampaknya tidak ingin mengundang kecurigaan bahwa dialah yang ada di balik pembunuhan ini.
Noah mengusap wajahnya dengan lelah, berkata mantap dan terburu-buru, "Tidak mungkin! Tidak mungkin ada binatang buas yang bisa membunuh Abbey! Aku yakin pelakunya pasti adalah orang seperti kita―abare!"
"Kau menuduh pelakunya adalah kaum kita?"
"Ya, tapi aku tidak punya petunjuk siapa. Maksudku, semua abare yang kukenal tampaknya tidak punya alasan besar untuk membunuh sesamanya sampai sedemikian parah. Jadi pasti abare kali ini memiliki satu kemungkinan; dia adalah salah satu di antara teman kita yang menyamar."
Caspian duduk di sofa di dekat Noah lalu berkata serius, "Begitukah? Kau pikir pelakunya adalah pengkhianat di antara kita?"
Noah tercekat sejenak. "Atau mungkin dia bukan pengkhianat, melainkan ... orang itu. Gadis yang dirumorkan."
"Putri sang Dewa Ketujuh?" kata Caspian, entah bagaimana mengulas senyum karena Noah yang polos melempar tuduhannya pada Cordelia―sang putri Dewa Ketujuh. Julukan konyol itu adalah semacam gelar kehormatan terkutuk yang disematkan kaum abare untuk merujuk pada anak tunggal Gustav, leluhur yang dahulunya menguasai Ruswer selama ratusan tahun sampai akhirnya hilang entah ke mana. Caspian memaklumi fakta bahwa kawannya Noah tidak tahu-menahu tentang rencana pencurian lukisan yang telah disusunnya bersama Abbey sebelum ini. Jadi dia berpura-pura mengikuti percakapan.
"Itu hanya rumor, bukan?" kata Noah, tetapi kali ini tampak peluh keringat menetes di keningnya, seakan menggambarkan perasaan gelisah dan takut. "Putri Dewa ketujuh tidak benar-benar ada di Ruswer. Dia juga tidak mungkin berkeliaran dan membunuh kaum kita satu per satu. Jangankan berkeliaran. Bahkan sampai sekarang saja, rumor mengenai dirinya masih simpang-siur. Beberapa versi mengatakan bahwa dia dikurung di suatu tempat yang amat jauh, ada juga yang mengatakan bahwa dia dikurung dalam sebuah lukisan, yang mana lukisannya telah dibakar dalam ritual penyucian belati kristal. Rumor apa pun yang benar, kelihatannya gadis itu tidak akan muncul secepat ini, bukan?"
"Ya, mungkin saja," kata Caspian.
"Kurasa pembunuhnya memang betulan seorang pengkhianat di antara kita." Noah tahu-tahu berdiri dari kursi dan menatap Caspian dengan mencalang. Tindakannya ini membuat jantung Caspian jatuh ke perut seolah dia baru saja ditodong secara langsung. Noah melanjutkan dengan cemas, "Cas, sepertinya kita harus mengadakan pertemuan untuk membahas soal pengkhianat ini. Kumpulkan semua abare yang bersembunyi di Ruswer dan interogasi mereka satu per satu. Bagaimanapun caranya, kita harus menemukan dimana pengkhianat itu bersembunyi. Kita tidak bisa membiarkan Abbey tewas sementara pelakunya masih berkeliaran bebas di luar sana!"
Caspian sedikit berjengit mendengar pernyataan itu. Dia menarik napas pelan-pelan dan berusaha membujuk Noah. "Tenang dulu, Noah. Kau terlalu menggebu. Jangan mengadakan pertemuan dahulu. Daripada menuduh salah satu di antara kita berkhianat, mengapa kau tidak berusaha percaya tentang rumor Putri Dewa Ketujuh?"
"Kita tidak memiliki bukti cukup untuk memercayai rumor itu."
Caspian terdiam sebentar. Mata biru esnya menatap Noah dengan luapan prihatin dan tidak enak. Rasanya dia tidak ingin memfitnah siapa-siapa lagi, akan tetapi, Noah terlalu keras kepala untuk diberitahu. Kalau sampai pertemuan para abare itu benar-benar dilaksanakan, kemungkinan dirinya ketahuan sebagai pembunuh Abbey akan semakin besar. Caspian tidak sanggup membawa beban rahasia ini lama-lama.
"Bagaimana bila aku memberitahumu satu rahasia?" kata Caspian.
Noah kembali duduk di sofa, tetapi napasnya masih memburu agak gelisah. "Rahasia apa?"
"Sehari sebelum Abbey ditemukan meninggal, dia datang kepadaku," kata Caspian.
"Kau ... serius?"
"Ya. Abbey kan lumayan dekat denganku, jadi dia sering datang kemari untuk menceritakan banyak hal. Terakhir kalinya, Abbey bercerita bahwa belakangan ini dia didatangi oleh seorang pria misterius bernama Dominic. Katanya pria itu membisikinya kata-kata aneh yang membuat pikirannya menjadi gila dan emosinya tidak terkontrol. Saat Abbey datang kemari, dia meminta tolong padaku untuk mengusir Dominic, tetapi aku tidak tahu bagaimana caranya, sebab Dominic ini rupanya hanya terlihat olehnya. Kubilang bahwa Abbey mungkin saja hanya berhalusinasi tentang Dominic, bahwa sosok itu hanyalah angan-angan dari ketakutannya tentang rumor Putri Dewa Ketujuh yang belakangan ini memanas, tetapi dia menyangkalnya mentah-mentah."
"Lalu?" Noah menyipitkan mata.
"Abbey menyerah karena aku tidak mau membantunya, tetapi sebelum dia keluar dari rumahku, aku sempat menanyainya ke mana dia akan pergi. Orang itu bilang, Dominic belakangan ini selalu memintanya pergi untuk datang ke rumah Walthrop Bailey. Katanya, di dalam rumah itu ada sebuah lukisan yang legendaris ... dan penuh rahasia. Dominic menyuruhnya untuk mencuri lukisan itu dan membakarnya sampai hancur."
Noah merasakan tangan-tangan tak kasat mata menyentuh tengkuknya. "Siapa Walthrop Bailey, dan lukisan apa itu?"
"Oh, Walthrop hanya seorang kolektor tua yang sudah beberapa bulan lalu meninggal. Aku sendiri tidak begitu mengenalnya," kata Caspian, kemudian pria itu duduk mencondongkan tubuh ke depan, hingga wajahnya mendekat pada meja ruang tamu. "Abbey bilang, kali ini dia akan memenuhi perintah Dominic untuk mencuri lukisannya. Aku bertanya, apa isi dari lukisannya? Dan Abbey bilang, lukisan itu adalah lukisan seorang gadis yang selama ini kita takuti."
"Maksudmu ... rumor bahwa Putri Dewa Ketujuh itu berada di dalam lukisan adalah benar?" Kini Noah menampilkan wajah ragu dan tidak percaya. Dia mulai merasa tidak nyaman dan kakinya mengetuk-ngetuk lantai lebih keras. "Cas, aku sama sekali tidak mau mendengar kau bergosip, oke?"
"Aku berani sumpah kalau lukisan itu memang ada di rumah Walthrop," kata Caspian, kelewat semangat, tetapi kemudian pria itu melonggarkan nadanya. "Maksudku, setidaknya, itulah yang dipercaya oleh Abbey. Aku membiarkannya pergi karena kupikir masalah itu tidak ada urusannya denganku. Lalu ... keesokannya, waktu aku sedang berkencan dengan kekasihku, ada berita di televisi yang mengabarkan tentang kematian Abbey. Aku ingin sekali datang untuk melihat jenazahnya agar bisa memastikan sendiri, karena aku juga sama sepertimu, Noah. Aku takut Abbey memang benar dibunuh oleh kaum kita. Namun saat aku menyaksikan investigasi dari televisi, di situlah aku teringat bahwa Abbey mengatakan sesuatu tentang lukisan. Mulanya aku tidak percaya, tapi ... bila kita menggabungkan rumor Putri Dewa Ketujuh yang katanya disimpan di dalam sebuah lukisan, dengan cerita Abbey yang dibocorkan kepadaku, bukankah kita bisa menarik benang merah dari teka-tekinya?"
"Jadi maksudmu, Abbey mulanya ingin mencuri dan membakar lukisan misterius yang disimpan di dalam rumah Walthrop? Apakah dia berhasil membakarnya?"
"Aku tidak tahu. Tapi ... kalau berhasil dibakar, mengapa Abbey ditemukan tewas?" Caspian menunggu-nunggu momen dimana Noah memercayai semua kata-katanya. Dia berharap kisahnya yang dicampur dusta ini bisa membuat alibi baru mengenai dirinya.
Kawannya mula-mula terdiam memproses, tetapi akhirnya dia berkata, "Maksudmu, Abbey gagal dalam misinya, dan akhirnya dia dibunuh oleh ... oleh ...."
"Gadis dalam lukisan."
Noah menelan ludah gugup. "Dia benar-benar sudah keluar dari dalam lukisan?"
"Tampaknya, iya. Dan sejauh pengetahuanku, kelihatannya gadis itu sudah keluar sejak lama. Kau ingat berita tempo lalu, dimana kepolisian menemukan mayat gelandangan yang kepalanya terpenggal di sebuah bangunan kosong?"
Noah menyipitkan mata berpikir. "Aku ingat."
"Nah, bagaimana tentang investigasi dan hasil autopsi pada jenazah gelandangan itu? Tim forensik mengatakan bahwa yang membunuhnya diperkirakan adalah binatang buas. Kata-katanya sama persis seperti yang mereka gunakan untuk mendefiniskan luka cabikan di tubuh Abbey. Apa artinya, Noah?"
"Yang membunuh gelandangan dan juga Abbey adalah orang yang sama."
Caspian menunduk, tidak kuasa menahan cengiran lega. "Ya, ya. Artinya, gadis di dalam lukisan itu kemungkinan sudah keluar sejak dulu dan telah membunuh beberapa orang. Aku tidak tahu dimana dia berada, tapi kemungkinan besar, kalau Abbey dibunuh tidak lama setelah dia hendak mencuri lukisannya, gadis itu bisa saja masih berada di rumah Walthrop Bailey. Mungkin dia bersembunyi di sana sementara waktu, entah sedang menunggu apa."
"Ini ... ini tidak mungkin." Noah menundukkan wajah dan menyugar rambut ikalnya yang berwarna tembaga. Rautnya berubah menjadi pucat dan agak gemetar, seperti dibasuh oleh retih kemarahan yang menyala-nyala. "Kita ... kita harus membunuh gadis itu sebelum terlambat!"
"Ya, kita memang harus membunuhnya, Noah. Tapi jangan terburu-buru dulu," kata Caspian. "Kita harus menyelidiki semuanya. Kita ... harus bisa menemukan dimana Gustav lewat Cordelia, sebab bila kita ingin memutus keterhubungan dengan masa kegelapan di zaman dulu, kita juga harus menghancurkan mata rantainya. Kita harus membunuh Gustav juga."
Mulanya Caspian menunggu reaksi dari Noah, tetapi temannya itu hanya diam. Pria itu berpaling pada Noah dan bertanya ada apa.
"Kenapa kau tahu nama gadis itu?" jawabnya.
Caspian baru sadar sesuatu.
"Oh, maksudmu Cordelia? Yeah, Abbey memberitahukan padaku tentang namanya."
"Kau juga ternyata tahu banyak mengenai rahasia lukisan itu, Cas," kata Noah, entah bagaimana sekarang ekspresinya berubah curiga. Pria itu bangkit dari sofa dan berdiri menjulang menghadap Caspian. "Kalau kau sudah tahu sebanyak itu, bahkan bisa menebak dimana keberadaan Cordelia, kenapa kau tidak mengatakan kepada kami? Kenapa kau menyimpan semua informasi penting itu sendiri?"
"Noah, kau membuatku takut." Caspian nyengir untuk membuatnya tenang. "Aku belum memberitahu kalian karena aku baru menyadari informasi itu sesaat setelah Abbey ditemukan meninggal keesokan harinya."
"Kau punya waktu dua hari untuk memberitahu informasi itu kepada kami. Kau tahu masalah ini sangat besar, bukan?"
"Aku baru akan memberitahu kalian di pertemuan itu, tenanglah."
"Kau tadi mencegahku untuk mengadakan pertemuan, Cas. Jangan pura-pura lupa." Noah melangkah mendekat pada Caspian dan sekarang dia tidak bisa menyembunyikan raut marahnya. Pria itu menuding Caspian dengan bengis. "Kau, jelas sedang menyiapkan sesuatu. Aku tidak tahu apa niatan terselubungmu, tapi saat ini kau terlihat seperti orang yang baru saja tertangkap basah menceritakan sesuau yang salah. Apa maumu, berengsek? Bagaimana kau bisa mengenal nama gadis ini, dan apa niatmu menyembunyikan informasi sepenting ini dari kami?"
Caspian mendadak saja berdiri dari sofa. Tidak bisa bersembunyi lagi. Kali ini, ekspresinya yang biasanya lembut mulai berubah mengeras. Pria itu menatap Noah dengan mata yang memancarkan kilatan merah. Fakta ini membuat Noah terperenyak, hanya sekejap.
"Aku sama sekali tidak punya waktu untuk meladeni orang cerewet sepertimu," kata Caspian. Suaranya mutlak berubah lebih parau dan berat, seperti bukan dirinya yang asli.
Noah sebetulnya merasa cemas dan kebingungan. Apa yang terjadi dengan kawannya yang ini? Pria itu memeriksa wajah Caspian dengan cermat. Mata biru Caspian kini berubah menjadi semerah rubi. Eskpresinya yang biasanya memancarkan ketenangan dan kewibawaan, kini terselubungi oleh semacam kemarahan dan rasa tidak berpuas diri. Orang ini bukanlah kawannya lagi. Orang ini bukanlah Caspian Pellianore.
Orang ini....
"Namaku Dominic," suara itu lirih dan dingin.
Noah terperanjat, sehingga pria itu mundur perlahan. Dia menatap mata merah Caspian―maksudnya Dominic, dengan kengerian yang memuncak. "Si-siapa kau? Kenapa kau ada di dalam tubuh Caspian?"
"Aku tidak suka dengan gayamu yang sok tahu, bocah muda." Dominic memangkas langkah mendekat. Noah mundur dengan kelabakan sehingga tumitnya menyenggol sofa dan membuatnya terbanting ke lantai. Ketika dia hendak bangkit, sosok Dominic yang merasuki tubuh Caspian tahu-tahu mencengkeram lehernya begitu kuat. Dia mengangkat tubuh Noah hingga ujung kakinya yang gemetar menjauh dari lantai. Noah meronta dan memukul-mukul, tetapi seluruh kekuatannya kalah telak oleh dominasi Dominic.
"Si-siapa―kgghh ...." Noah berusaha berbicara, sementara urat nadi di lehernya semakin menonjol dan memerah. Kedua matanya seperti ditarik keluar sehingga dia yakin sebentar lagi kepalanya akan meledak.
Terdengar suara tawa Dominic yang berat. "Kau tidak perlu ikut campur dengan misiku, bocah. Kalian semua ... para abare yang menganggap dirinya kuat dan tidak terkalahkan. Kalian semua sebetulnya hanyalah gerombolan kecoak yang layak mati di bawah sepatuku."
Sebelum Noah dapat memproses apa yang terjadi, Dominic menambah tekanan dalam cengkeramannya sehingga batang leher Noah seketika remuk.
Pyash! Darah menyiprati wajah dan kemeja biru Dominic, meluber di tangan dan lengannya yang pelan-pelan diturunkan. Tubuh Noah terbanting ke lantai dengan suara gedebuk memualkan. Darah yang lebih banyak merembes di lantai dan juga karpet ruang tamu. Dominic memandang mayat di bawah kakinya dengan sorot mata bak psikopat yang tidak punya perasaan.
Kemudian, mata Dominic mengedip, dan iris semerah darah itu berubah menjadi biru es seperti sedia kala. Kesadaran Caspian telah kembali, akan tetapi dia hanya bertahan sejenak sebelum tubuhnya terjatuh ke bawah dengan kepala membentur lantai terlebih dahulu. Pria itu tergolek tidak sadarkan diri di dekat mayat Noah, yang kelak akan ditemukan oleh Lula yang berteriak histeris melihat kekacauan di depan matanya.[]
-oOo-
.
.
.
.
.
Kalian pada bingung nggak sih sama nama2 cast di sini awkwk. Semoga nggak yakk 🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top