35. Pencuri

SATU-SATUNYA hal yang terpikirkan dalam benak Jade ketika melihat sosok asing masuk ke kamarnya adalah menghambur maju dan meninjunya tepat di rahang. Terdengar bunyi derak tulang hidung yang pecah sebelum sosok itu tersungkur ke lantai. Jade tidak memberi jeda untuk rasa sakit. Dia menjepit dada pria itu dan menghujani wajahnya dengan pukulan-pukulan berikutnya.

Kendati lampu di kamarnya belum sempat dinyalakan, sinar keperakan bulan menyembul tipis dari tingkap jendela yang telah pecah. Sebagian cahayanya merembes dan terpapar pada wajah si penyusup yang tersentak-sentak akibat pukulan. Jade menyipitkan mata di antara redup cahaya, berpikir-pikir siapa gerangan si keparat yang berani menginjakkan kaki di rumahnya. Akan tetapi, dia tidak bisa bepikir jernih sehingga tidak memiliki petunjuk apa pun. Seluruh tubuhnya seakan dikendalikan oleh amarah membabi buta. Dia tidak menduga akan ada pencuri yang hendak mengambil lukisan Cordelia di kamarnya.

Beberapa detik kemudian, Jade merasakan sosok pria itu merogoh sesuatu di area pinggangnya. Otaknya berpikir cepat; alarm kewaspadaan berbunyi di kepalaโ€•pemuda itu lekas melompat ke samping tepat ketika desing suara pistol diledakkan. Jade berguling ke lantai dan membeku selama sepersekon detik. Keberadaan pistol membuatnya kehabisan cara untuk melawan.

Penyusup itu bangkit, kemudian mengarahkan moncong pistol ke kepalanya. Jade secepat kilat menyingkir ke samping tepat saat tembakan kedua diledakkan. Di tengah redup kamar, dia melihat percikan api muncul dari tempat mendaratnya peluru. Jade berlari ke seberang ruangan dan langsung memukul sakalar lampu, seketika membuat seluruh kamar terang benderang.ย 

Wajah penyusup itu bonyok dan berlumuran darah. Ketika memandangnya, sekelebat ingatan muncul di kepala Jade, tetapi dia tidak memiliki waktu untuk berpikir, sebab penyusup itu secara beringas mengarahkan pistol di wajahnya. Pemuda itu menyambar ornamen keramik dari rak gantung dan langsung melemparnya ke si penyusup, yang langsung ditangkis dengan mulus. Dasar gila, begitu batin Jade. Seharusnya dia tidak menyalakan lampu cepat-cepat. Kalau begini, probabilitas kepalanya kena target peluru akan semakin meningkat.ย 

Sayup-sayup, terdengar suara langkah menaiki tangga. Joseph dan Cordelia barangkali datang untuk memeriksa. Jade tidak ingin melibatkan kedua orang itu, jadi dia menjeblak pintunya menutup. Sang penyusup menyeringai kepadanya dan meledakkan peluru lagi, yang kali ini nyaris saja merobek telinganya.

Tidak ada cara lagi. Jade mengambil risiko kali kedua; saat berguling ke dekat kasur, dia menyambar weker klasik di atas nakas dan melemparnya persis ke wajah si penyusup, tepat ketika peluru keempat diledakkan dan tertanam di lengan kirinya. Jade kehilangan keseimbangan dan nyaris terjerembab ke lantai, tetapi lonjakan adrenalin meredam rasa sakitnya. Sementara pistol penyusup tergelincir dari tangannya karena hidungnya yang patah terhantam weker.

Jade menendang pistol tersebut ke kolong tempat tidur agar si penyusup tidak bisa mengambilnya. Pria asing itu terdiam sejenak, memandangi Jade yang terpaku waspada di depannya. Suara napas ngos-ngosan mereka saling bersahutan, meningkahi debur jantung keduanya yang berdegup kencang. Sementara bunyi gedoran liar di pintu memberontak, diiringi teriakan Joseph yang memanggil-manggil Jade.ย ย 

Jade tahu dia tidak memiliki kekuatan lagi untuk menangkap pria itu, sebab saat ini lengan kirinya terkulai dan merembeskan darah. Dia pikir si penyusup akan menghajarnya sampai mampus, tetapi ternyata tidak. Pria itu malah berlari ke arah jendela yang berlubang dan melompat dari lantai tiga.

Sambil melangkah terseok, Jade menjulurkan wajah ke luar jendela.

Sosok itu sudah berlari menjauh melompati pagar rumah dengan kegesitan yang mustahil dimiliki manusia biasa.

Ketika teror mereda, dia mulai merasakan sakit pada lengan kiri. Tepat ketika Jade jatuh merosot ke lantai, pintu kamarnya didobrak kencang dari luar. Joseph dan Cordelia menghampirinya dengan wajah berlumur khawatir dan panik.

"Jade, apa yang terjadi?"

Cordelia berlutut di dekatnya dan melihat lengannya yang berdarah. "Kau terluka."

"Ada penyusup," kata Jade, di antara rasa sakit yang menekan-nekan lengan dan denyut jantungnya yang masih bertalu-talu. Darah berdesir di telinganya, membuatnya pengar dan kehilangan kemampuan untuk berbicara benar. "Penyusup ... mau mencuri lukisan ... aku menghajarnya ... menembak lenganku...."

"Bernapas pelan-pelan," Joseph menekan lutut Jade. "Ada penyusup yang mau mencuri lukisan?"

Jade mengangguk. Napasnya berangsur tenang. "Ya."

Cordelia mendongak pada lukisannya yang masih tergantung di dinding, tetapi posisinya sudah miring, seolah ada seseorang yang hendak mencopotnya. Dia bertanya pada Jade, "Kau melihat wajah orangnya?"

"Aku tahu dia," kata Jade, kemudian memejamkan mata mengingat-ingat. Tubuh jangkung dan besar ... berpundak lebar.

Jade membuka mata dan melecutkan lirih, "Abbey Houssel."

Baik Cordelia dan Joseph mengernyit bingung. "Siapa?"

"Abbey, teman Caspian yang kita temui di pesta makan malam. Dia berdiri bersama Caspian dan juga Isabel."ย 

Cordelia, yang tampaknya mengingat seraut wajah, langsung menatap Jade dengan terkejut. "Orang itu! Bagaimana dia bisa datang kemari dan tahu tentang lukisanku?"

"Entahlah. Aku tidak pernah menyebut-nyebut tentang lukisanmu di antara ketiga orang itu."

"Bahkan Caspian?"

Jade mengangguk. "Tidak dengannya."

"Lalu dari mana dia tahu informasi lukisan itu?" Joseph mengerutkan kening.

"Aku sangat yakin Caspian tahu sesuatu," kata Cordelia, yang kemarahannya kini tampak bagaikan nyala api yang meretih. "Dia tahu sesuatu tentang Kalung Evangeline. Dia bersikap aneh setiap kali kau menanyakan soal kalung itu, dan dia jelas-jelas menghindar ketika kau memintanya bertemu untuk membahas belati kristal. Aku yakin dia pasti juga tahu sesuatu mengenai Gustav, dan rahasia yang melingkupinya."

"Kalau begitu, Isabel juga memenuhi syarat untuk menjadi target kecurigaan kita," kata Joseph. "Bukankah dia juga mengetahui seluk beluk tentang Gustav? Bisa jadi dia juga sebetulnya mengetahui tentang rahasia keluarga Jade."

Jade menundukkan kepala dan berpikir cepat. Semua kecurigaan ini memang layak ditimpakan kepada Isabel dan Caspian, akan tetapi itu tetap tidak menjawab alasan tentang motif kedatangan Abbey di rumahnya. Abbey, pemuda ramah itu. Saat bertemu di pesta, dia sama sekali tidak terlihat memiliki niat jahat. Saat menembakinya dengan peluru, Jade juga tidak melihat kegilaan yang sama seperti yang pernah disaksikannya di mata Caspian. Sudah pasti Abbey tidak sedang dirasuki atau dikendalikan. Dia benar-benar menyerangnya.

"Abbey ... bukan manusia," Jade tahu-tahu berkata kecil. Benaknya seketika meledak dengan suatu informasi.

"Apa maksudmu?" kata Cordelia.

"Dia meloncat dari lantai tiga dan berlari gesit di pekarangan rumah kakek, lalu melompati pagar beton yang tinggi dengan mudah. Apakah ada manusia yang bisa melarikan diri semudah itu?"

Joseph berkata ragu, "Maksudmu ... Abbey adalah abare?"ย 

"Sepertinya, iya. Tapi aku ragu, sebab ... dia tidak menunjukkan kekuatannya padaku, maksudku begini," Jade menatap Cordelia lama, dan berpikir-pikir. "Cordy memiliki psikokinesis. Dia bisa melukai lawan tanpa menyentuhnya, dan dia juga bisa menggorok leher orang sampai putus. Kalau Abbey benar seorang abare, seharusnya nyawaku tidak akan selamat. Dia bisa membunuhku dalam sekejap, bukan? Tapi nyatanya Abbey malah menyerangku dengan pistol."

"Cordelia, kau bisa menjelaskan ini atau tidak?" Joseph menanti-nanti.ย 

"Pertama-tama, kekuatan psikokinesisku hanya mempan pada Jade, karena kami terikat secara batiniah dan emosional," kata Cordelia pelan. "Dan yang kedua, aku tidak tahu-menahu tentang kekuatan abare selain fakta bahwa mereka bisa membunuh manusia dengan mengisap darahnya sampai habis. Maksudku, mereka mungkin punya kekuatan lain daripada itu, tapi aku tidak tahu mengapa Abbey malah memilih menyerang dengan pistol."

"Oh, teka-teki ini tidak ada habisnya. Kita harus mencari informasi ke mana lagi? Apakah lebih baik kita tanyakan lagi hal ini pada Isabel dan Caspian?"

"Menurutku itu ide buruk," sahut Joseph. "Kau dalam bahaya bila ternyata salah satu di antara mereka adalah dalang dari semua ini."

"Mungkin kita harus mencari informasi dulu tentang Abbey Houssel," kata Cordelia, yang kelihatannya sudah tidak memiliki ide bagus selain mengupayakan semua ini berhenti. Mendadak saja dia khawatir dengan Jade yang menunjukkan tanda-tanda kesakitan. "Sebaiknya kau ke rumah sakit, Jade."ย 

"Kau kena tembak, ya? Kalau yang ini kau benar-benar harus ke rumah sakit. Tidak ada di antara kami yang bisa melakukan operasi mengeluarkan peluru dari lengan. Kecuali kau mau lubangnya kukorek dengan jari kotor." Joseph pelan-pelan membantu Jade bangkit, menguatkannya agar berdiri dengan kedua kaki. Sementara Jade, yang tidak memiliki alasan untuk mengelak, akhirnya memasrahkan dirinya dipapah turun.[]

-oOo-

.

.

.

Hai, gais selamat siang~ Maaf ya update-nya telat soalnya aku kelupaan awokwokw. Seingetku tadi habis subuh udah aku pencet publish, eh ternyata belom :"o

Oh ya btw teman-teman, buat yang mau baca Lady in a Painting (LIP) versi lengkapnya bisa langsung ke Karyakarsa aku ya. Di situ sudah ada sampai tamat kok (sampai chapter 56). Tiap 5 chapter bisa diakses dengan koin seharga 5K.

Nama akun Karyakarsa sama kayak di wattpad yaa.

Semisal mau tetap baca di Wattpad juga nggak papa. Aku juga bakalan update LIP sampai tamat di sini, cuma kalian harus sabar menunggu tiap chapternya. Tapi nanti kalau LIP udah tamat di Wattpad, beberapa chapter menuju ending bakalan aku unpub lagi ya. Pokoknya yang bisa baca sampai tamat di Wattpad hanya pembaca yang gercep ajahh

Ya udah gitu aja pengumuman dariku. Makasihhhh, mmuach!

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: AzTruyen.Top