32. Patung

RUSWER History Museum tidak memiliki kesan luar biasa di dalamnya. Serupa museum lain yang memamerkan barang-barang kuno, mereka juga memiliki atmofir masa lalu yang sama; suram, sunyi, dan membosankan.

Jade beserta kawan-kawan yang lain melangkah menyusuri lorong-lorong luas tempat berdirinya beberapa artefak atau patung-patung pemimpin dari masa lalu. Selagi Joseph dan Cordelia jelalatan di seantero ruangan, Jade mencari kesempatan untuk bicara dengan Isabel.

“Jadi,” kata Jade, “apa maksud Anda mengatakan hal tadi?”

“Yang mana?” Suara Isabel terdengar kelewat dalam untuk ukuran perempuan.

“Anda sudah menunggu saya sejak lama. Bagaimana Anda bisa tahu saya hendak kemari?”

“Oh. Aku hanya menduga kalau kau pasti bakal kemari, terutama bila kau sudah menyelidiki keterkaitan antara Madeline dan Walthrop.”

“Jadi Anda tahu konflik yang menjembatani hubungan Ibu dan Kakek saya melibatkan benda-benda masa lalu yang Anda simpan di dalam museum? Mengapa saat itu Anda tidak memberitahu saya?”

“Bukannya tidak mau memberitahu. Aku hanya tidak ingin kau kewalahan memikirkan hal yang tidak seharusnya. Dulu Madeline pernah bercerita bahwa dia tidak ingin melibatkan putranya pada masalah keluarganya, jadi aku merasa tidak memiliki hak untuk mencampuri urusanmu, apalagi berkata hal-hal yang kurang pantas untuk kuceritakan.”

“Oke. Sekarang aku ingin Anda memberitahukan semua rahasia tentang keluargaku.”

“Apa kau pikir aku tahu segala rahasia tentang keluargamu? Madeline bahkan sangat tertutup padaku. Aku hanya tahu sedikit hal yang bisa menambah bahan penyelidikanmu, Nak. Kaulah yang memiliki kendali seluruhnya untuk memutuskan; apakah kau akan lanjut, atau menyerah. Belok kemari.”

“Kedua pilihan itu terdengar sulit,” kata Jade. 

“Keduanya memang berisiko besar.”

Jade menengok ke belakang dan melihat Cordelia berjalan sambil mengamati kotak kaca berisi tiruan serangga purba. Dia berpaling pada Isabel lagi, dan kepikiran untuk bertanya apakah wanita itu tahu sesuatu mengenai lukisan Cordelia yang disimpan di kamar utama sang kakek. Namun, niatnya urung, sebab mereka telah sampai di lokasi yang dituju. 

Di hadapan mereka, di dalam kotak kaca yang dikelilingi palang-palang pemisah untuk menjaga jarak dari jangkauan pengunjung, berdiri sebuah patung batu pualam sebesar ukuran manusia asli. Tingginya barangkali hampir menyentuh dua meter, dengan kondisi nyaris sempurna―tidak ada gompal atau bagian patung yang rusak dan patah. Wajahnya memang tidak dipahat begitu detail, barangkali karena memang terkikis usia, tetapi dari gestur dan posenya yang berdiri seraya tengadah memandang kejauhan, terbaca jelas bahwa model patung ini merupakan seorang pria yang dianggap pemimpin di masa lalu.

Pada papan informasi yang tertera di bagian depan kotak kaca, tertulis sebaris kalimat yang dirangkai dari aksara hieroglif kuno. Di bawahnya ada translasi yang menunjukkan nama patung;

G U S T A V  (1700 M)

Tidak berselang lama, Cordelia dan Joseph menyusul di belakang. Mereka berdua tampak terkesima melihat patung tersebut, tetapi Jade tidak sengaja menangkap geletar emosi aneh dari gerak-gerik dan ekspresi Cordelia. Entah apakah paras itu menunjukkan kekecewaan, kelegaan, atau justru keduanya.

“Seperti yang kau lihat, usia patung ini bila diperkirakan sudah ada sejak abad ke-17, periodenya dimulai sejak tahun 1601. Kalau dibandingkan dengan patung lainnya yang digunakan untuk berhala pemujaan kaum pagan, patung Gustav ini masih tergolong baru.” Isabel menjelaskan seraya mendongak menatap patung Gustav.

“Apa ada arti lain yang bisa kutangkap?” tanya Jade.

“Artinya, Gustav adalah dewa modern. Bukan dewa sungguhan, tentu saja. Hanya saja ajaran untuk menyembahnya baru muncul beratus-ratus tahun setelah hampir sebagian masyarakat di dunia mengenal berbagai kitab dan agama. Walaupun pada zaman itu, tidak menutup kemungkinan bahwa masih ada masyarakat yang menganut ajaran dinamisme. Sepertinya dia adalah entitas tunggal yang menguasai wilayah tertentu dan mencuri kesetiaan penduduknya.”

“Entitas tunggal?” Cordelia tahu-tahu menyela Isabel. “Tapi bukankah Gustav diriwayatkan memiliki enam saudara lain yang sama-sama dianggap dewa?”

“Oh, ya, kudengar memang ada versi literatur yang menyelidiki sejarahnya lebih detail. Namun, hanya patung Gustav-lah yang ditemukan di antara reruntuhan kuil penyembahan di pedalaman gunung. Empat tahun berikutnya, enam patung sisanya ditemukan di situs yang berbeda dari kuil yang kami gali sebelumnya. Itulah sebab referensi ini menganggap Gustav adalah dewa tunggal yang menjaga kuil tersebut. Bisa dibilang, dia adalah penguasa Ruswer di abad pertengahan.” Isabel tertegun sejenak saat memandang Cordelia dari dekat. Dia lantas berpaling pada Jade, “Omong-omong, dia gadis yang kemarin kau ajak di pesta, kan? Kalau tidak salah namanya....”

“Cordelia. Senang bertemu,” Cordelia mengulurkan jabat tangan tanpa mengulas senyum. 

“Aku tidak pernah melihat gadis sepertimu di kota ini.” 

Tampaknya kata-kata bernada heran itu dilesatkan begitu saja, sama seperti orang lain yang terpana secara spontan ketika melihat sesuatu yang kelewat mempesona. Jade ingin menanyakan pada Isabel apakah dia memiliki opini tersendiri mengenai Cordelia, atau apakah dia mencium kabut kecurigaan baru yang berhubungan dengan sejarah Gustav yang tengah Jade selidiki saat ini, tetapi pemuda itu malah bertanya hal lain; “Jadi, Nyonya, saya cukup terkejut karena Anda membawa kami ke patung ini tanpa kami minta. Apa benda ini ada hubungannya dengan masalah yang dibawa Ibu saya?”

“Yeah,” Isabel kembali mendongak menatap Jade. “Kuil tempat kami menemukan patung ini, letaknya ada di dalam gua yang tersembunyi di lereng pegunungan Mhyplim, wilayah Ruswer paling timur. Sebelum akses bawah tanah yang menghubungkan rute pendakian dan reruntuhan kuil ditemukan, Madeline pernah bercerita padaku bahwa ayahnya sempat beberapa kali ingin melakukan ekspedisi sendiri di wilayah tersebut, yang kala itu masih dianggap sebagai wilayah terlarang. Namun ekspedisi itu tidak terlaksana karena Sir Walthrop kesulitan mendapat surat izin. Dia tidak bisa ke sana seorang diri dan membongkar gua tanpa menimbulkan kecurigaan. Dia pernah mengajak beberapa kawan untuk menyelidiki tempat itu, tetapi mereka semua tidak sanggup menerjang medannya yang berbahaya. Di suatu kesempatan, Madeline berasumsi bahwa ayahnya sepertinya memiliki obsesi tersendiri untuk pergi ke kuil yang ada di kedalaman gua, sebab dia melihat beberapa gambar tangan yang disembunyikan di buku catatan Walthrop. Pengalaman itu. Nak, menurutku cukup untuk memberitahukan bahwa Sir Wallthrop menyimpan sesuatu. Bukan hanya soal ketertarikan belaka terhadap benda masa lalu, tetapi ini pasti berhubungan dengan rahasia yang dia sembunyikan ... soal perjanjian dengan dewa.” 

Kemudian Isabel menatap wajah patung Gustav dan menggumam lirih, “Betapa aneh, bukan? Dia adalah satu-satunya patung yang masih utuh, berdiri kokoh di antara reruntuhan kuil yang sudah rusak dan tercemar pembusukan. Tidak ada ilmuwan di antara kami yang bisa menganalisis mengapa hal itu bisa terjadi.”

“Dia terlihat seram,” Joseph berkomentar tipis. 

Jade hanya menatap patung Gustav tanpa berkomentar apa-apa. Namun, benaknya memikirkan banyak hal. Apabila sang kakek memiliki hubungan perjanjian dengan Gustav di masa lalu, bahkan sampai berakibat pemaksaannya terhadap hak asuh dirinya, apakah itu artinya lukisan Cordelia merupakan alasan terbesar yang membuat ibunya mencegah Jade supaya datang ke Ruswer? Apakah sebetulnya ibunya mencium potensi berbahaya dari keberadaan Gustav maupun Cordelia, sehingga sang ibu ingin melindunginya?

Saat masih meresapi asumsi-asumsi jawaban di benaknya, dia dikejutkan dengan suara Isabel. “Setiap kali aku melihat patung ini, aku selalu merasa takut.”

“Mengapa?”

“Aku merasa patung ini bisa hidup sewaktu-waktu, entah apakah ketakutanku ini beralasan atau tidak.” Isabel tersenyum lemah, lalu melanjutkan dengan suram, “Kalian pasti tahu rumor yang berkembang di kota ini, bukan? Soal abare yang digosipkan sebagai biang kerusuhan di antara masyarakat, pembunuh para manusia yang belakangan ini ditemukan dalam keadaan tragis?”

“Ya, kami tahu.”

“Gustav, menurut sejarah yang telah ada, sebenarnya bukanlah makhluk gaib yang serupa hantu atau roh. Dia adalah seorang leluhur abare yang dulunya bertugas merawat dan menjaga negeri ini. Makhluk yang mirip manusia, tetapi bukan manusia, sebab dia berumur sangat panjang. Dewa pelindung yang dipuja dan dielu-elukan,” kata Isabel. “Namun, beredarnya rumor abare yang di zaman ini mulai memangsa orang-orang tidak bersalah, membuatku dicabik dengan pertanyaan terbesar tentang sosok pelaku sebenarnya. Apakah jangan-jangan Gustav telah kembali? Bila iya, apakah dia telah berubah menjadi monster kejam yang meneror kota ini? Namun bila tidak, lantas kepada siapakah gelar pelaku abare itu disematkan? Apakah di kota ini ada abare lain yang tidak diketahui asal-usulnya?”

Jade melirik sekilas pada Cordelia. Dia bisa merasakan jantung gadis itu berdebar lebih kencang saat Isabel melecutkan kata-kata tersebut. Gadis ini mengalami kecemasan, jadi Jade pelan-pelan bergeser di dekatnya dan memegang tangan Cordelia. Menenangkannya. 

“Namun aku berharap, Gustav bukanlah pelakunya,” lanjut Isabel. “Coba bayangkan, bagaimana perasaan para leluhur kota ini bila mereka tahu sosok yang dulunya mereka puja bak seorang dewa kini berubah menjadi monster menyeramkan? Sebab itulah, kalau keutuhan patung ini merupakan pertanda bahwa Gustav masih hidup di luar sana, aku hanya berharap suatu saat Gustav bisa kembali muncul dan melawan pelaku yang sebenarnya.”

Beberapa waktu lalu mereka sudah cemas bila Gustav-lah yang menyebabkan kerusakan ini, tetapi setelah mendengarkan opini dan harapan Isabel, Jade dan Cordelia merasa sedikit lega. Bisa saja pelaku sebenarnya bukanlah Gustav, melainkan abare lain yang lebih jahat. 

“Bagaimana bila pelaku yang sebenarnya memiliki kekuatan seperti Gustav?” Joseph tahu-tahu bertanya. “Misalnya, dia sama-sama tidak bisa mati atau dikalahkan.” 

“Sesungguhnya, bila kalian percaya Tuhan itu ada, kalian akan tahu bahwa sebenarnya di dunia ini tidak ada yang benar-benar imortal. Keabadian itu hanya milik Tuhan, bukan abare atau sejenisnya.”

“Tapi Gustav itu imortal,” Cordelia menyahut agak keras, seolah dia tersinggung dengan ucapan Isabel. 

Wanita itu hanya menatap Cordelia dengan senyuman bijak yang terkesan dingin. “Imortal adalah istilah yang dibuat oleh manusia untuk mengidentifikasi makhluk yang mereka pikir tidak bisa mati. Namun semua itu hanyalah spekulasi dan asumsi. Mengapa kita harus percaya bahwa imortalitas itu ada bila kita sendiri tidak bisa menyaksikan keabadian secara langsung? Sejak beradab-abad lalu, kita tidak pernah menjadi saksi atas keabadian Gustav atau makhluk sebangsanya. Kita hanya percaya bahwa mereka berumur panjang, tetapi tidak benar-benar menyaksikan ketika mereka mati.”

“Jadi, Anda percaya bahwa Gustav bukanlah makhluk imortal?”

“Bukan, tapi dia berumur sangat, sangat, sangat panjang.” Isabel menatap ketiganya dengan bergantian. “Dan sangat mungkin bagi kita untuk membunuh Gustav. Bukan berarti aku menginginkan kematiannya, tapi makhluk sepertinya pun tidak luput dari kematian.”

“Ada cara tertentu untuk membunuhnya?”

“Ya, bisa. Hanya satu benda ini yang bisa membunuh makhluk sekuat Gustav.” Lalu Isabel mengatakan sesuatu yang membuat jantung Jade seolah melorot ke perut;

“Belati kristal.”

Efek kalimat itu meresap pelan-pelan ke dalam telinga Jade, menyihirnya dalam geming yang membekukan. Belati kristal? Bukankah itu adalah senjata yang dia jual pertama kalinya kepada Caspian? Senjata pemusnah makhluk mistis―benda terkutuk yang hampir menggorok lehernya beberapa waktu lalu. Membayangkan kembali insiden aneh di rumah Caspian membuat Jade tanpa sadar merambatkan jari untuk menyentuh jakunnya, seolah dia masih bisa merasakan sapuan bilahnya di sana. 

“Maksud Anda, belati kristal yang berusia lebih dari empat abad itu?” Jade meyakinkan pelan. “Yang gagangnya terbuat dari perunggu dan ....”

“Ya, ya, yang itu.” Isabel mengangguk kalem. “Belati yang digunakan rakyat suku pedalaman untuk membinasakan makhluk mistis; monster, binatang gaib, iblis, atau roh orang mati. Dulunya belati ini diwariskan secara turun-temurun kepada para pejuang yang mendapat berkat alam untuk menumpas kejahatan. Di abad 1700 masehi, belati ini berpindah tangan ke sebuah organisasi persaudaraan rahasia―Eufrement, yang konon katanya dibangun untuk memburu abare yang semakin merajalela.”

“Jadi, belati kristal itu dulunya digunakan oleh organisasi Eufrement untuk membasmi abare?” 

Penguatan dari Jade ditegaskan kembali oleh Isabel. 

“Eufrement adalah organisasi yang dibentuk oleh Dominic Barnes. Dulunya dia adalah semacam walikota yang memerintah Ruswer. Aku tidak tahu lebih lanjut tentang bagaimana kondisi organisasi itu sekarang, tetapi kudengar belati kristal tersebut sudah berpindah tangan lagi ke beberapa orang.” Wanita itu lantas menengok pada Cordelia dan Joseph yang sama-sama mematung mendengar ceritanya. “Nah, kenapa muka kalian berdua pucat? Apa cerita ini terdengar menyeramkan?”[]

-oOo-

.

.

.


.


.


.




Happy reaaadddiiingg~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top