VIII. Knit It

*-Β  Μ—Μ€βœ¦βœ‚βŠΉΒ΄ ;Β  .*

Seorang anak laki-laki bersurai gelap tengah duduk di sofa sambil membaca ulang materi tentang sejarah Westalis yang diajarkan semester lalu. Ia sendirian, dengan hanya sepiring kue bertabur chococips dan secangkir susu vanilla hangat yang menemani. Anak itu adalah Damian Desmond, siswa peraih bintang stellar karena nilai tertingginya.

Meraih nilai tertinggi di semester lalu tidak membuat Damian terlena, hal itu justru membuatnya semakin terpacu untuk belajar lebih giat lagi. Satu bintang stellar tidaklah cukup, ia ingin meraih delapan buah bintang stellar dan menjadi anggota Imperial Scholar seperti sang kakak.

Dengan begitu, Ayah akan bangga dan memperhatikanku, ucapnya berulang-ulang seperti mantra dalam hati.

Damian menghela napas dan menutup buku catatannya begitu selesai mempelajari ulang materi sejarah. Ia kemudian meraih buku biologi, membaca dan memeplajari ulang isinya.

Ketukan berulang di pintu terdengar beberapa saat kemudian, disusul dengan suara wanita tua yang familier. "Nak Damian, ada yang ingin bertemu denganmu. Mereka menunggumu di ruang tunggu."

"Baik, Bi," balas Damian. Ia segera bangkit dari tempat duduknya setelah meletakkan buku catatannya ke nakas di sebelah sofa.

Damian pun membuka pintu kamar dan menutupnya kembali, lalu berjalan menyusuri lorong yang sepi. Maklum, mayoritas penghuni asrama pulang ke rumah saat liburan. Walau ada beberapa yang masih tinggal sepertinya, suasananya tetap saja terasa sepi baginya.

Saat berjalan, Damian teringat akan perkataan bibi penjaga asramanya.

"... Mereka menunggumu di ruang tunggu."

Tunggu, mereka? Tapi, bukannya yang akan berkunjung hari ini hanya Kak Alice? batin Damian keheranan. Apa mungkin Kakak juga ikut?

Damian segera menggelengkan kepalanya. Mana mungkin.

Setelah berjalan beberapa saat, Damian akhirnya sampai di ruang tunggu. Ia pun membuka pintu dan disambut dengan pemandangan yang mencengangkan. Alicia tidak datang sendirian, ia bersama seseorang. Dan seseorang tersebut adalah orang yang benar-benar di luar dugaannya. Anya Forger, gadis itu kini tengah duduk di sebelah Alicia sambil tersenyum dan melambaikan tangan.

Apa-apaan ini?!

***

"Apa yang kau lakukan di sini? Dan mengapa kau bersama Kak Alice?" tanya Damian sambil terus merajut benang merah menggunakan dua jarum yang diberikan oleh Alicia.

Anya mendengkus, memilih untuk fokus mengerjakan rajutannya. "Anya kemari karena Kak Alicia menyarankan Anya untuk bekerja sama dengan Sy-on boy. Dan Anya bersama Kak Alicia karena Kak Alicia yang mengajak Anya."

"Jawabanmu meragukan," timpal Damian dengan nada remeh, yang mana membuat Anya jengkel.

"Anya tidak berbohong. Kalau tidak percaya, tanya saja ke Kak Alicia," ketus si gadis bersurai merah jambu sambil mempercepat ritme merajutnya.

Damian pun turut mempercepat temponya, ia membalas ucapan Anya, "Tapi, aku tidak mengatakan kalau kau berbohong. Aku hanya berkata kalau jawabanmu meragukan."

Anya lantas menggembungkan pipi, merasa benar-benar kesal. Gadis itu memilih diam dan kembali mengerjakan rajutan sarung tangan untuk hadiah ayahnya. Damian pun turut diam, anak lelaki tersebut memutar bola matanya sebelum memfokuskan diri menggarap rajutan syal yang sedang dikerjakannya.

Alicia sesekali melihat hasil rajutan mereka, memberikan pujian serta saran. Di luar dugaannya, Damian dan Anya adalah anak yang cepat berkembang dalam bidang merajut. Hal tersebut membuat Alicia semakin semangat untuk membantu mereka menyelesaikan tugas liburan akhir semester.

Pertemuan yang direncanakan hanya setiap akhir pekan itu kini berubah menjadi setiap hari― Alicia yang mengubah jadwalnya secara sepihak. Berkat kemampuan kecakapan sosialnya, Alicia berhasil meluluhkan hati para pengurus asrama Akademi Eden agar memberi Damian sedikit kelonggaran.

Setelah pertemuan sebanyak empat kali, hasil kerja keras Damian dan Anya mulai menunjukkan hasil. Damian sudah mendapat setengah dari panjang syal yang ditentukannya, sedangkan Anya sudah menyelesaikan satu pasang sarung tangan.

Saat ini, keduanya tengah fokus menyelesaikan bagaiannya masing-masing. Damian melanjutkan merajut syalnya, sedangkan Anya terus merajut satu pasang lagi sarung tangan yang hampir selesai. Keduanya mempercepat tempo masing-masing. Dengan kemampuan yang lebih terasah, mereka tidak ragu untuk meningkatkan kecepatam mereka saat merajut.

Waktu mereka tidak banyak, hari natal tinggal akan tiba dalam tiga hari lagi. Berpacu dengan masa membuat keduanya tidak bisa bermalas-malasan.

Di pertemuan ke-enam, Damian berhasil menyelesaikan rajutan syalnya. Alicia memberi pujian begitu melihat hasil dari kerja keras anak laki-laki bersurai hitam itu, membuat yang dipuji merekahkan cengiran lebar.

Di pertemuan yang sama pula, Anya akhirnya berhasil menyelesaikan rajutan sepasang kaus kaki untuk sang ibu. Begitu selesai, ia segera merebahkan diri ke lantai asrama yang dingin. Tak menghiraukan peringatan dari Alicia dan Damian.

Walau demikian, Alicia tetap menghadiahi Anya pujian atas kerja kerasnya yang telah menyelesaikan dua hadiah hanya dalam waktu enam pertemuan― dengan kata lain enam hari. Damian pun turut memberi pujian, walau dipaksa oleh calon kakak iparnya itu.

Dengan selesainya tugas liburan akhir semester Damian dan Anya, pertemuan rutin ketiganya pun berakhir. Sentuhan terakhir untuk tugas pertama ini adalah memberikannya kepada orang yang dikagumi― hal yang cukup sulit dilakukan oleh Damian Desmond.

*-Β  Μ—Μ€βœ¦βœ‚βŠΉΒ΄ ;Β  .*

BαΊ‘n Δ‘ang đọc truyện trΓͺn: AzTruyen.Top