VI. Permission
*-Β ΜΜβ¦ββΉΒ΄ ;Β .*
"Anya, hadiah apa yang akan kau buat untuk tugasmu?" bisik Alicia ke telinga Anya sepelan mungkin.
"Anya ingin membuat sepasang sarung tangan untuk Ayah dan sepasang kaus kaki untuk Ibu," balas Anya dengan nada berbisik ke telinga Alicia.
"Rajutan?"
Anya berdeham pelan. "Rajutan."
Pas sekali, batin Alicia sembari tersenyum manis. Anya yang mendengar isi pikiran sang gadis pirang namun tak paham hanya bisa menatapnya dengan penuh tanda tanya.
Loid dan Yor yang melihat keakraban keduanya pun mengulas senyum. Yor benar-benar senang melihat Anya mendapat seorang kenalan baru, walau pun berbeda usia. Sedangkan, Loid masih menyimpan segala praduga pada gadis bermarga Charleston itu.
"Anu, bolehkah saya membawa Anya ke Akademi Eden hari ini?" tanya Alicia sambil menoleh ke arah Loid dan Yor. "Berhubung Damian dan Anya memiliki tugas yang sama, saya berencana agar mereka mengerjakan bersama. Tentu, saya akan turut membantu mereka jika ada kesulitan saat pengerjaan nanti."
Mendengar pernyataan tersebut, Yor tanpa ragu langsung menyetujui. "Saya sama sekali tidak keberatan! Anya adalah anak yang kurang suka belajar, jadi mungkin belajar bersama akan membuatnya lebih semangat untuk mengerjakan."
Perempuan muda bermata merah itu menoleh ke arah sang suami yang duduk di sebelahnya. "Bagaimana menurutmu, Loid?"
"Yah, saya juga tidak keberatan," jawab Loid seraya mengembangkan senyum. "Namun, mengapa harus ke akademi?"
Ini terlalu mencurigakan. Mengapa harus ke akademi? Kemungkinannya ada dua, putra bungsu Donovan dititipkan di asrama atau Alicia mempunyai sebuah rencana lain. Tapi, jika kemungkinan pertama benar, apakah Donovan setega itu ke anaknya? Apa hubungan mereka benar-benar seretak itu, batin pria bermataΒ toska itu tanpa menampakkan apa yang dipikirkannyaβ memasang wajah ramah.
Anya yang mendengar pikiran Loid hanya memberi tatapan tercengang. Ayah terlalu khawatir, padahal Kak Alicia bukan orang jahat.
Gadis itu telah mendengar isi pikiran puan yang duduk di sebelahnya, dan memang benar bahwa Alicia sama sekali tak memiliki niatan buruk terhadapnya. Perempuan muda bermata samudera itu benar-benar hanya berniat mengantar dan menemaninya ke akademi agar ia mengerjakan tugas liburan akhir semester dengan Damian, sama sekali tak ada niatan lain.
"Ah, apa mungkin Tuan Forger lupa? Di Akademi Eden terdapat asrama khusus untuk para muridΒ yang berniat menetap di akademi agar lebih fokus belajar, juga untuk anak-anak yang memang dititipkan kepada pihak akademi oleh orang tuanya," jelas Alicia dengan panjang lebar. "Damian adalah satu dari sekian anak yang dititipkan di asrama. Peraturan asrama juga ketat, sehingga ia tak bisa sembarangan keluar. Wali murid maupun saudara penghuni asrama juga tak bisa asal berkunjung sebelum melakukan laporan kepada pihak penjaga asrama dan menerima surat izin kunjungan."
Alicia mengeluarkan secarik kertas dari dalam tasnya, mengulurkannya ke arah Loid dan Yor. "Ini adalah bentuk surat izin bagi kerabat yang ingin berkunjung ke asrama. Prosesnya memakan waktu paling lama tiga atau empat hari. Namun berkat hak istimewa anggota Imperial Scholar, saya bisa mendapatkan surat ini dalam waktu satu hari."
Imperial keren! batin Anya dengan mata berbinar tatkala memandang Alicia.
Loid menerima uluran kertas tersebut dan membacanya, Yor yang duduk di sebelahnya pun turut membaca tulisan yang tertera. Surat itu memang benar izin untuk kunjungan, bahkan stempel akademi pun tercetak jelas di sana.
Gadis ini ... selain banyak bicara, ia juga jujur, batin Lyod sambil melirik sekilas gadis muda di hadapan.
"Kalau tidak salah, Imperial Scholar itu siswa-siswi yang telah meraih delapan stella, bukan?" tanya Yor ragu-ragu.
Loid mengangguk. "Benar."
Yor seketika langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan, menahan diri untuk memekik. Beberapa saat kemudian, ia tersenyum lebar dan memuji Alicia. "Anda sangat hebat, Nona Charleston! Bisa mendapatkan stella sebanyak itu, anda benar-benar mengagumkan!"
"Terima kasih banyak atas pujiannya, Nyonya Forger," balas Alicia dengan pipi yang bersemu. Ia memang orang yang lemah terhadap pujian. Padahal sudah sering dipuji, tapi tetap saja ini terasa memalukan.
Mendengar isi pemikiran Alicia membuat Anya tersenyum. Kak Alicia malu-malu.
Loid memberikan kembali surat izin yang digenggamnya kepada Alicia, sang gadis langsung menerimanya dengan senang hati. "Dengan adanya surat tadi, saya semakin yakin untuk mengizinkan Anya pergi bersama anda, Nona Charleston. Mohon bantuannya."
Alicia mengangguk. "Terima kasih telah mempercayakan putri anda kepada saya. Dan, saya mohon bantuannya juga."
Setelah itu, Yor mengantar Anya ke kamar mandi untuk mempersiapkannya sebelum pergi. Sedangkan Loid melanjutkan kegiatan bercengkramanya dengan Aliciaβ lebih tepatnya, menguak informasi dari balasan yang diberikan.
***
"Sudah siap?"
Anya menanggapi pertanyaan Alicia dengan angkatan tangan. "Sudah!"
Alicia mengamati penampilan Anya. Gadis kecil itu tak lagi mengenakan piyama, ia kini sebuah sweater turtleneck berwarna krim dengan mantel hitam sebagai luaran. Stocking kelabu dan sepatu boots hitam berpita putih membungkus kedua kaki, melindungi tungkainya dari hawa dingin.
"Apa Anya imut?"
Alicia menyatukan jari telunjuk dan ibu jarinyaβ membentuk tanda 'oke' sambil tersenyum. "Sangat imut!"
Anya yang mendengar konfirmasi dari puan di hadapan langsung menyengir lebar, kepercayaannya meningkat berkali-kali lipat. Ia merasa seperti seorang gadis yang telah memenangkan penghargaan noble dengan gelar 'gadis terimut di seluruh dunia'. Ya, pujian memanglah memiliki efek sekuat itu.
Alicia menggandeng tangan Anya dan membungkuk ke arah Lyod dan Yor yang berdiri di depan pintu. "Kalau begitu, kami akan undur diri. Sampai jumpa, Tuan dan Nyonya Forger."
Yor mengangguk. "Tolong jaga Anya baik-baik ya, Nona Charleston."
Alicia mengangguk mantap, memberi senyuman penuh keyakinan. "Tentu. Anda bisa mempercayakan Anya kepada saya."
"Hati-hati di jalan," kata Loid sembari mengulas senyum manis. Walau berkata begitu, aku tetap akan membuntuti kalian untuk memastikan keamanan.
Anya hanya memasang ekspresi datar tatkala mendengar suara batin sang ayah. Ayah terlalu khawatir.
Dengan begitu, Anya dan Alicia pun berangkat menuju Akademi Eden. Di sisi lain, Loid berbohong kepada Yor untuk ke sekian kalinya.
"Ah, aku baru ingat!" seru Loid tiba-tiba. Ia memandang jam dengan pandangan panik yang dibuat-buat. "Aku lupa bahwa ada pertemuan dengan pasien pengidap stress dan halusinasi berat hari ini."
Yor yang mendengar hal tersebut juga turut panik. "Kalau begitu, kau harus segera bersiap! Tidak baik membuat pasienmu menunggu."
"Baiklah. Kalau begitu, aku akan bersiap dulu," balas Loid cepat, memberikan kecupan singkat di dahi sang istri. "Kau ingin titip sesuatu?"
Yor yang terlalu kaget dengan gestur dari Lyod hanya terdiam, kedua pipinya bersemu. Perempuan bersurai gelap itu hanya menggeleng.
Dengan begitu, Loid pergi ke ruangannya untuk berganti pakaian, meninggalkan sang istri yang masih tersipu malu dengan afeksi yang diberikan. Yor menyentuh kedua pipinya dan memejamkan mata, merasa senang sekaligus kesal karena ketidakpekaan sang suami akan apa yang dirasakannya sekarang.
"Loid ... kau benar-benar suami yang tidak peka...."
*-Β ΜΜβ¦ββΉΒ΄ ;Β .*
BαΊ‘n Δang Δα»c truyα»n trΓͺn: AzTruyen.Top