༃ֱ֒🦊🌾 BAB 4

"Rintarou!"

Yang memiliki nama menoleh, manik matanya membulat kaget karena melihat Kita yang tiba-tiba saja keluar dari sebuah portal cahaya lengkap dengan telinga dan kesembilan ekornya.

"Si-Siluman! Kitsune!! Dia Kitsune!"

"Bukan! Itu Zenko! Inari Kami-sama! Semuanya menunduk!"

Warga sekitar yang mendengar hal itu secara serentak bersimpuh, sebagian ada yang kabur karena ketakutan dengan wujud Kita.

Kita tak menggubrisnya, dia turun menapak ke tanah dan berjalan dengan cepat ke arah Suna yang terpaku di depan kedai miliknya.

"Rintarou! Rin! Kau harus pergi darisini!" Kita berseru panik, emosi marahnya tadi runtuh berubah menjadi rengekan anak kecil yang malang.

Tangannya menarik-narik kerah baju Suna yang hanya diam ditempatnya, Zenko itu ketakutan sekarang.

"Shin, ada apa? Ada apa denganmu?" Suna bertanya, mengguncang pelan bahu Zenko tersebut yang masih meneteskan air matanya.

Kita menggeleng, dia terus-menerus mengucapkan kata pergi, dan menjauh. Hal itu jelas membuat Suna semakin bingung dengan tingkah Kita yang justru berbeda daripada biasanya.

"Pokoknya, kita harus pergi." Kita mengenggam tangan Suna, dia lantas meniup angin membuat sebuah portal kembali dan menarik Suna untuk masuk ke dalam sana.

Suna sendiri hanya bisa terdiam lantaran shock dengan apa yang dilakukan Kita barusan. Otaknya mengatakan bahwa itu hal diluar nalar, tapi batinnya menyuruhnya untuk percaya karena itu adalah Kita.

🌾🦊🌾🦊

Keduanya telah sampai disuatu tempat, Suna bisa mengkonfirmasi bahwa mereka kini telah ada disalah satu kuil yang belum pernah terjamah oleh siapapun.

Terbukti dengan banyaknya debu dan juga kosongnya meja altar tanpa kertas ataupun makanan apapun.

Ditambah aura dari kuil itu terasa amat mencengkam bagi Suna yang merupakan manusia biasa.

Kita melepaskan pegangannya, berjalan menuju tengah halaman dan mulai berdosa, secara bersamaan dengan itu. Cahaya putih kekuningan muncul disekitar kuil tersebut, seolah membentuk dinding pengaman sendiri.

Suna yang melihatnya jelas terheran, dirinya bahkan sampai mundur beberapa langkah karena melihat apa yang tak seharusnya manusia lihat.

Beberapa menit setelah Kita berdoa, dia berbalik. Manik matanya yang biasanya gelap menjadi lebih bercahaya dengan pupil runcing cokelat.

Giginya yang sebelumnya tak menampakkan taring pun kini terlihat ada empat buah taring yang mencuat dari ujung bawah dan atas.

Suna menelan salivanya kasar, ketakutan entah mengapa merambat sedikit demi sedikit ke tubuhnya kalau melihat perwujudan dari Kita yang asli.

Alarm bahaya dalam dirinya berbunyi, memperingati dirinya bahwa apa yang ada dihadapannya kini ada sesuatu yang berbahaya dan tak sepatutnya dia lihat.

"Rintarou..." Panggilan itu terdengar lesu, sarat akan kekecewaan dan keheranan dalam satu waktu.

Langkah kaki kembali mengisi kesunyian, Suna kembali memfokuskan pandangannya ke arah Kita yang berjalan mendekat ke arah dirinya dengan aura suram yang masih terasa ditubuh tersebut.

Kuil tersebut kembali sunyi, kala Kita menghentikan langkah kakinya. Dia perlahan demi perlahan mulai mengangkat wajahnya kembali dan menatap dengan pandangan kosong ke arah Suna yang berada dihadapannya beberapa langkah.

"Rintarou-kun.. Apa aku mengerikan untukmu?"

"...."

Pertanyaan itu tak dijawab, Suna masih terbungkam dengan apa yang dia lihat saat ini. Tubuhnya diam tak bergerak bagai membeku dalam dingin yang menusuk raga.

Kita mengangkat satu lengannya, mengayunkannya dengan cepat ke arah leher Suna tanpa belas kasihan.

"Ren.. Sialan..."

Giginya bergemelutuk kala menyadari jika dirinya telah ditipu oleh sang sahabat. Matanya menatap datar jasad sosok yang mengembari Sunanya.

Tubuhnya berbalik, kembali membuka portal yang langsung menghubungkannya ke posisi Ren saat ini. Aura yang dikeluarkan Kita benar-benar tak main-main. Mungkin bagi hewan ataupun manusia yang merasakannya, mereka akan tertunduk diam dan kesakitan akibat rasa panas yang tercipta karena aura sang Zenko, Kita Shinsuke.

Kaki beralaskan Getta-nya memasuki portal, manik runcingnya mulai mengamati sekitar sebelum akhirnya dirinya melesat begitu cepat ke depan setelah menemukan keberadaan Ren berserta Suna yang asli.

Gerakan cepat bagai angin miliknya membuat dirinya semakin cepat untuk ke tempat Suna berada. Bagai roket yang melaju ke luar angkasa, dirinya melaju.

Tak memperdulikan hewan ataupun tanaman yang rusak karena kecepatannya yang tiada tara.

Begitu pandangannya menemukan sosok Suna yang terpakar, dia kembali menambah kecepatan larinya. Menghantam dengan sekuat tenaga Ren yang ada di hadapan Suna.

Tubuh yang dihantam melayang, menabrak beberapa batang pohon besar yang ada sampai akhirnya berhenti kala menabrak batu besar.

Kita sendiri tak begitu memperdulikan kondisi Ren, yang dia pedulikan sekarang adalah Suna yang bersimbah darah karena ulah Ren.

Tubuhnya bergemetar, menatap tak percaya ke arah jasad yang ada dihadapannya sekarang. Air mata yang ia kira tak pernah akan turun kini perlahan-lahan jatuh dari ujung pelupuk matanya.

Liquid bening dari matanya bercucuran keluar, saling berlomba untuk menetes jatuh membentuk aliran sungai diwajah sang Zenko tersebut.

"Ri-Rintarou ..."

Tangan dingin dia genggam dengan gemetar, masih tak percaya akan apa yang dia lihat saat ini.

Dingin.

Tangan yang semula hangat itu berubah menjadi dingin.

Kita menahan sesegukannya, dadanya sakit dan ia tak tahu kenapa. Perasaannya campur aduk, marah, sedih, kecewa dan juga ... Hampa.

Maniknya terus berlinang mengeluarkan air mata, secara perlahan menenangkan dirinya sendiri dari tangisannya.

Kita menarik nafas, setelah merasa cukup tenang. Dia dengan perlahan mulai mengangkat tubuh Suna. Berjalan dengan perlahan mendekati jasad Ren.

"Ren!!!"

Aran datang, dia segera menghampiri Ren yang tak sadarkan diri dengan darah yang keluar dari pelipisnya.

Zenko cokelat itu menoleh, melihat Kita yang nampak tenang menggendong jasad Suna menuju sebuah kuil.

Amarah memuncak pada diri Aran, dia beranjak dari tempat Ren. Hendak menghampiri Kita dan meminta agar
Jawaban atas perlakuan keji Kita.

"Kita!"

Crassh.

Sebuah angin kencang membagi dua tubuhnya, dalam sekejap tubuh itu limbung dan langsung mengeluarkan banyak cairan darah disamping jasad Ren.

Kita sendiri masih tetap diam, tak memperdulikan apa yang baru saja terjadi dengan Aran. Dia mulai menaiki tangga, membawa tubuh Suna ke kuil dan menaruhnya di altar sembayang.

Setelah menaruh tubuh itu, dia mulai menyalakan dupa. Menyiram tubuh Suna dengan air yang ada disana sampai bersih dari noda darah.

Hal yang dilakukan Kita mengundang atensi para rubah yang menjaga kuil tersebut. Satu persatu dari mereka keluar dan berkumpul dibelakang Kita yang kini telah duduk dengan beralas kakinya.

Tap
Tap

Telapak tangannya bertepuk dua kali, dan Kita mulai menunduk. Memohon doa pada Kami-sama untuk memberikan tempat terbaik untuk Suna sekaligus mencoba menenangkan jiwanya sendiri.

Walau dalam doanya masih teringat jelas bayang-bayang bagaimana pertemuannya dengan Suna dan bagaimana hari-hari yang mereka berdua lalui. Kita mencoba untuk tetap fokus dan mencoba perlahan-lahan mengikhlaskan kepergian Suna tersebut.

Dia yakin, bahwa mereka akan bereinkarnasi dan kembali dipertemukan dalam satu waktu yang akan datang.

"Selamat tinggal Rintarou-kun, aku akan selalu mengingatmu. Sampai jumpa dikehidupan selanjutnya."

















Tunggu dulu!

Saya update double <3

Silakan langsung membaca ya! <3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top