โฐโโธ โ ๐น๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐, ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐
We are all the right people for someone at the wrong time
.
.
.
"Tsu.. gabisa."
"Aku.. seburuk itu ya, Sakura?"
Sakura menoleh dengan cepat menatap anak itu. Tidak. Bukan itu maksudnya. Yang buruk itu dirinya bukan Tsukasa. Yang salah dirinya bukan Tsukasa. Yang tidak bisa mencintai anak itu dengan tulus adalah dirinya.
Dia.. tetap melihat sosok yang telah hilang dalam diri anak itu.
Sakura kembali menatap anak itu. Berdiri di depan kamarnya dengan baju rapi dan beberapa jajan yang dia bawa.
"Huh?" Sakura menatap aneh kelakuan Tsukasa.
Sedangkan anak itu tersenyum lebar dan dengan langkah kaki besar masuk kedalam kamarnya.
"Tsu liat tanggalan!"
"Iya. terus?"
Setelah Tsukasa dengan seenaknya masuk dan mengganggu waktu istirahatnya, sakura berdiri di depan kaca untuk melepaskan kepang rambutnya. Setelah selesai dengan kepang rambutnya. Sakura menyisirnya dengan perlahan. Tanpa melihat anak yang duduk santai diatas kasur Sakura. Bersyukur Sakura yang ngekos ini paling cepat dalam membereskan segala hal, jadi saat anak ini datang, semuanya sudah selesai.
Tsukasa tidak menjawab, hanya mendekat lalu menyentuh tangan sakura.
Membuat gadis yang sedang menyisir rambutnya itu dengan refleks melepaskan sisir yang menyangkut di rambutnya.
"Biarkan aku menyisir rambut mu, my lady."
"Jangan berani beraninya menyentuh rambutku." Sakura melempar buku yang dia pegang pada seseorang. Yang pada akhirnya tetap, menyisir rambutnya. Menyentuh tangannya dan mencium rambutnya. Bagaimanapun itu hal yang normal untuk orang yang sudah bertunangan.
"Jangan dibikin kusut." Protesnya.
"Yes, my lady."
Dia menatap ke kaca. Terlihat tatapan mata anak itu pada sakura. Fokus pada rambut Sakura dan menyisir nya dengan perlahan. Benar, ini orang yang berbeda. Bukan orang itu lagi, tapi rasa yang muncul di hatinya, membuat luka baru untuknya.
"Rasanya aneh." Sakura mengangkat wajahnya. Rasa tidak nyamannya dan tatapannya. Seseorang kembali membayang bayanginya.
Melihat Tsukasa yang diam. Dia memberanikan diri mendorong anak itu menjauh dari dirinya. "Maaf."
"Okay." Tsukasa melepaskan sisirnya lalu tersenyum lebar kembali.
Anak itu sekali lagi mengerti. Tentang apa yang ada di pikiran sakura, karena Tsukasa juga saksi hidup mereka bersama. Anak itu kembali mengambil nafas dan menghembuskannya.
Sakura masih terdiam.
Tsukasa yang mengetahui bahwa hanya dialah yang bisa mencairkan suasana, melihat sekelilingnya mencari topik. Bukan hal yang sulit bagi Tsukasa mendapatkan topik yang menarik untuk mereka.
Hanya saja, Sakura tak pernah memberinya alasan mengapa Tsukasa tak bisa menjadi topik dalam hidup sakura.
Dia menatap susunan buku baru diatas laci yang penuh buku, terlihat seperti perpustakaan kecil milik sakura.
"OAAAHH! SAKURA BELI BUKU BARU YAAAAA?!"
Sakura yang sibuk dengan lamunannya. Langsung menoleh saat melihat anak itu berjalan mendekati rak buku lalu duduk di depannya.
Mengambil buku di bagian bawah yang tercecer jatuh. Lalu menatap judulnya.
"Tsu lupa. Tsu beliin Sakura buku! Series selanjutnya dari yang ini."
"Beneran? Series terakhir lumayan susah dapetinnya. Karena PO dulu sebelum bisa dapat." Sakura yang lumayan cepat untuk tenang, kembali menatap anak itu.
"Iya!! Pas tau series terakhir dari buku yang sakura baca. Tsu langsung ikuttt beli!!"
"Emang tau cara beli nya?"
"Ee... Enggak. Hehe. Amane yang pesenin!." Senyum khasnya. Menjadi sesuatu yang lumayan sulit untuk sakura bedakan. Sama sama berisik dan selalu tersenyum. Haha, rasanya dihantui.
Sakura menggeleng geleng kan kepala.
"Sakura.. hari ini pms kan?"
"Eh? Kok-"
"Tsu liat tanggalannnn! Makanya Tsu dateng bawa jajannnn!" Tsukasa kembali berlari ke arah plastik besar yang dia bawa. Mengangkatnya lalu membongkar isinya. Lalu mengeluarkan isi terakhir. Tsukasa tersenyum.
"Bukunya baru Tsu ambil dan baru Tsu buka dari kotaknya. Karena kata Amane, pasti bakal rusak kalo Tsu yang simpen bukunya. Makanya baru dibuka sekarangg."
Sakura mendekat dan mengambil bukunya. Tersenyum tipis lalu mengusap kepala Tsukasa.
"Makasih, aku suka. Aku siapin es jeruk dulu ya?"
"..."
Sakura menatap anak itu yang juga menatap matanya. "... Sakura, masih susah buat ingat kesukaan Tsu? Itu kesukaan Natsu bukan Tsu."
Mata sakura membulat cepat. Ah, terlalu kama bersama. Natsuhiko, Seseorang yang sempat menjadi tunangan nya. Bersama selama 4 tahun hingga Tsukasa sudah tumbuh menjadi anak yang bisa mencintainya diam diam.
Natsuhiko meninggal kecelakaan.
Tepat satu Minggu sebelum persiapan kedatangan keluarga nya untuk berkunjung ke rumah Sakura. Kecelakaan tragis yang membuatnya bahkan tak sempat di larikan ke rumah sakit.
Karena itu.. sakura dihantui rasa rindu.
Sudah 2 tahun lewat dari kejadian itu, tapi Sakura masih tidak bisa lepas. Tsukasa yang berjuang keras, terlihat seperti Natsuhiko yang hidup dalam dirinya, berisik dan mengganggunya.
Karena itu juga, Sakura sulit untuk melupakan Natsuhiko.
"Maaf.."
Tsukasa mendekat pada Sakura yang tertunduk diam, menyentuh pipi gadis itu.
"Lihat aku, Sakura."
Dia yang merasa dipanggil menoleh, menatap Tsukasa yang tidak tersenyum padanya menambah rasa bersalah dalam dirinya.
"Aku Tsukasa, bukan Natsu.. apa terlalu berat buat Sakura nganggep aku sebagai Tsukasa?"
Matanya tak bisa menatap anak yang lebih muda 3 tahun darinya itu. Tidak, dia tidak bisa terus menyukai anak ini sebagai Natsuhiko.
Dia ingin menyukai anak ini dengan sepenuhnya, bukan karena Natsuhiko. Bukan karena rasa rindu yang dia rasakan.
"Maaf.."
Tsukasa mengambil tangan sakura dan dengan lembut menciumnya, "gapapa."
"Aku bakal terus suka Sakura, apapun hasilnya. Bakal Tsu terima." Anak itu tersenyum.
"..."
Bแบกn ฤang ฤแปc truyแปn trรชn: AzTruyen.Top