╰─▸ ❝ 𝑹𝒆𝒋𝒆𝒄𝒕𝒊𝒐𝒏
"Sedikit iri dengan dia yang bisa mengambil hati mu tanpa berjuang keras seperti ku."
.
.
.
"
Gimanapun juga. Itu gabisa ditolak. Kamu harus nerima."
Sakura tertunduk diam. Menatap pada selingkaran gelang manik yang terpasang indah di tangannya. Menyebut nama sang pembuatnya berkali kali.
"Iya, pa.."
-
Kali ini, Sakura kembali berjalan menuju taman biasa dia menenangkan diri. Meraba lembut gelang yang dibuatkan seseorang khusus untuknya.
"WHOAAA! Sakura udah sampai duluann!!"
Suara khas yang memenuhi telinganya, membuat si gadis menoleh pada arah suara. Menatap seseorang yang tersenyum lebar dengan sesuatu di tangannya.
"Ya.."
"Sakura kenapa?:(("
Gadis itu tidak menjawab. Hanya menatap kosong pada mata lelaki itu. Sudah terlihat bahwa si pria lebih muda. Sakura juga tau itu.
"Ah! Aku bawa gelang baru!" Tangannya dengan cepat menarik tangan Sakura.
Memasangkannya dengan telaten. Sakura tidak menolak. Dia terbiasa dengan itu. Dia awalnya biasa saja, hingga sebuah rasa berbeda melingkar di tangannya.
Gelang perak.
"Maaf, Tsu baru bisa beli ini.. karena Tsu masih harus nabung buat kuliahh. Jadi belum bisa beliin emas buat Sakura." Dia menatap tangan itu. Tsukasa tau, Sakura memang tipe orang yang lebih sering diam. Tapi kali ini.. diamnya berbeda.
Dia tidak tahu apa itu, tapi dia gelisah.
"Gapapa, ini bagus. Aku suka."
Senyumnya terbit lagi dengan itu. Menatap sungguh sungguh sang gadis yang disukainya ini.
"Sakura. Aku suk-"
"Kabar buruk."
"Ehh-"
Wajah Tsukasa yang menunduk, terangkat dengan cepat menatap wajah Sakura. Senyum pahit terbit di wajahnya.
"... Kamu telat, Tsukasa."
"..Telat? Maksudnya sakura apa? :("
Gadis itu dengan perlahan menunjuk kearah jalan. Terlihat seorang pemuda tinggi dengan baju kemeja terbuka. Berjalan kearah taman yang mereka singgahi ini.
"Kamu aku tolak. Aku dijodohkan."
"..."
"Sekalipun aku terima.. kita belum bisa menikah sekarang karena umurmu masih muda. Sedangkan perusahaan papaku.. bangkrut sekarang.."
"Maksud Sakura apa.."
Mata pemuda itu mulai basah. Dengan cepat mengusap matanya sebelum itu terjatuh. Tangannya yang bisa dibilang bersembunyi dibalik jaketnya, meremas erat kotak kecil yang dia bawa.
"Aku.. harus menikah dengan anak rekan kerja papaku.. dan kamu tau Tsu, itu hal terberat yang pernah aku rasain."
"...Aku- AKU BISA LAKUIN APAPUN BIAR PAPANYA SAKURA YAKIN KALAU AKU BISA BANTU PERUSAHAAN SAKURA DAN BUAT SAKURA BAHAGIA!"
Sakura menoleh kearah lain. Tak ingin menatap wajah anak yang berkaca kaca itu. Dia tau, Tsukasa benar benar berusaha keras mengejarnya sejak masih SMP. Dan sekarang pun sama.. mengejar sarjana untuk melamar Sakura.
Dia masih diburu waktu, kebutuhan dan cinta.
Tapi Sakura berbeda, kehidupannya bergantung pada ayahnya dan perusahaannya. Jika itu terhenti maka kehidupannya juga berakhir karena tidak mematuhi orang tuanya.
"Percuma. Lamaran diterima paksa."
"..."
Wajahnya yang tadinya memunculkan semangat menarik Sakura kembali ke pelukannya, menghilang begitu saja.
"...begitu ya"
Sakura kembali melihat kearah anak itu. Matanya sama berairnya dengan bocah beriris kuning keemasan itu. Rambutnya menutupi wajahnya. Wajah Tsukasa tertutup dengan sempurna.
"Maaf.. terlambat ya.."
Tangannya terulur keluar dari jaketnya. Mengeluarkan sekotak kecil sesuatu dari sana.
"Tadinya.. Tsu mau kasih ini buat Sakura.. tapi, kayaknya bener bener terlambat." Sekali lagi dia mengusap matanya, "maafin Tsu.. cuma bisa janji mulu.."
Dia mendekat kearah Sakura. Memeluk erat Sakura yang terdiam dengan kepasrahan Tsukasa. Bagaimanapun.. Tsukasa tidak akan mampu menandingi kekayaan ayah Sakura, dan tidak akan mampu membahagiakan Sakura dengan uang seadanya.
Jadi, dia bersedia menyerahkan Sakura yang selama ini selalu menjadi orang terpenting baginya.
Sekarang, dalam pikiran Tsukasa hanya satu. Setidaknya, Sakura bisa bahagia hidup berkecukupan daripada harus kehilangan keluarganya karena memilih dirinya.
"Dia berhasil mendapatkan Sakura.. sekarang, jujur sama Tsu.. s-sakura.. gapernah suka sama Tsu kan? Karena Tsu anak nakal dan bukan orang yang punya banyak uang...?"
Air mata Sakura turun tanpa permisi. Dia tidak bisa bilang bahwa dia menyukai anak ini dan berharap hidupnya selalu bersama matahari nya.
Dia terikat janji menikah dengan orang yang akan membantu perusahaan ayahnya.
Mulutnya terbuka, lalu tertutup kembali. Menggigit bibirnya ketika sebuah kata ingin keluar dari sana. Tsukasa mengusap matanya sekali lagi lalu tersenyum lebar dan melepaskan pelukannya.
"Ya, Tsu tau jawabannya. Dengan diamnya Sakura, Tsu anggap itu jawaban "iya" dari sakura.."
Anak itu mengusap rambut Sakura, lalu mendekatkan kotak kecil pada Sakura. "Ini dari Tsu.. anggap hadiah pernikahan buat Sakura dan orang yang dijodohin sama sakura ya.."
Pria yang lebih muda 2 tahun dari sang gadis itu berdiri. Memakai kembali jaketnya dengan benar lalu melambaikan tangannya.
"Langgeng yaaa!!"
Sakura tersenyum pahit. Menatap pemuda yang melaju dengan kecepatan tinggi keluar dari taman itu membuat nya khawatir. Melihat kearah kota kecil bertuliskan, "i love you" khas tulisan anak itu. Terlihat juga bahwa, kotak ini pun buatannya.
Menambah rasa perih mendalam bagi Sakura. Dia membuka nya perlahan. Menatap cincin emas yang terletak disana. Rapi. Terlihat sekali ini dipersiapkan sejak lama.
Matanya kembali basah. Mencium lama cincin itu sambil menahan isaknya.
Dia menyukai anak itu, dia mencintai pemuda yang 2 tahun lebih muda darinya itu. Dia tidak ingin kehilangan nya. Dia juga tidak ingin melihat anak yang ceria itu kehilangan senyumnya. Tidak juga ingin menyakiti hati yang selama ini berjuang untuknya.
Maaf..
Takdir memang kadang sekejam itu.
Disisi lain taman, nampak seorang pria yang memperhatikan itu sejak tadi. Si calon pasangan sang gadis yang kini menangisi adik kelasnya yang pergi dari dirinya demi kebahagiaan Sakura sen
diri.
A/n : PLESSS MAKIN LAMA KAYAK BUKAN ANGSTTTTTTTTTTTTTTT
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top