winter [END]

Senra memandang café itu sekali lagi.

Menghela napas.

Pilihan yang sulit baginya.

Di samping keinginan besarnya untuk memasuki café minimalis disana, ia harus memperhitungkan salju yang mulai berjatuhan.

Senra menurunkan masker putih yang menutupi sebagian wajahnya, menghela napas lagi membuat kepul uap.

Musim dingin selalu membekukan apa saja yang dilaluinya.

Termasuk pilihan yang sebelumnya ada-pulang ke rumah secepat mungkin dan beristirahat berendam dalam air hangat bath up.

Kini diri mau tak mau melangkah menuju café tersebut dibanding harus diterpa hujan salju yang sepertinya akan semakin deras berjatuhan.

Tring.

"Irrashaimase."

Mengedar pandangan sejenak, melihat sosok pelayan yang ada di meja pemesanan.

Senra mendekati salah satu meja di dekat jendela café, menggumam lelah kala berhasil menyandarkan bahu pada kursi yang ada.

Seorang pelayan wanita datang menghampiri dengan notes dan pulpen di tangan, parasnya asing. 'Mungkin bukan orang Jepang,' pikir Senra kala melihatnya.

"Ingin pesan apa?" ucapnya tersenyum.

Senra menyebutkan pesanan dan wanita pelayan itu pergi dari hadapan.

Hari yang melelahkan bagi seorang Senra hari ini akibat jadwal rekaman yang lumayan lama. Dan pemuda itu harusnya sudah ada di dalam kereta menuju perjalanan pulang sekarang jika hujan salju tidaklah turun.

'Musim dingin memang jahat.' Pikirnya.

Tring.

"Irrashaimase,"

Suara pintu café yang terdengar buru-buru dibuka itu mengalihkan pikiran Senra. Pemuda itu berusaha melihat siapa pelakunya.

Ternyata seorang gadis, bermahkota [h/c] sebatas pinggang yang kini terlihat menduduki kursi beberapa meter dari Senra. Parasnya juga asing, dan hei, dia mirip wanita pelayan itu!

Sama seperti Senra tadi, sang pelayan mendatanginya dan menanyakan pesanan dengan lembut. Namun apalah daya gadis itu menjawab ketus.

"Aleena, kenapa masih ada orang lain jam segini? Dan kenapa kau belum menutup café nya?" cetusnya dengan suara lantang, membuat perhatian Senra sepenuhnya terfokus padanya akibat merasa disindir.

Senra paham akan hal itu, sekarang sudah beranjak jam sepuluh malam. Pemuda itu sejujurnya juga heran kala melihat tulisan 'buka' pada café yang saat ini disambanginya.

Raut wanita yang diketahui bernama Aleena itu berubah dan akhirnya menurunkan notes yang tadinya hendak ditulisi mendengar perkataan ketus si gadis, "[Name], bukan hakmu untuk mengatur jam berapa aku harus menutup café, café ini milikku."

Gadis bermanik [e/c] itu mengerlingkan maniknya bosan, "Tapi kau tahu aku butuh ketenangan untuk menulis, Aleena!"

Aleena sepertinya habis kesabaran mendengarnya, "Hei [Name], kalau kau mau itu lebih baik kau buat café milikmu sendiri." Katanya lantas melenggang menjauh.

Senra mengerjapkan netra cokelatnya, bertanya-tanya seperti apakah hubungan dua gadis itu sesungguhnya.

Senra sendiri terlalu sibuk memandangi sosok si gadis yang kini nampak serius dengan ponselnya, sampai tak sadar pesanannya datang.

"Ah, arigatou." Ucap Senra cepat-cepat mengalihkan pandangannya.

"pazhalsta," jawab wanita itu membuat Senra mengernyitkan kening.

"Maaf kalau gadis disana itu mengganggu anda, dia memang suka sekali mengatur dan keras kepala, tidak usah terlalu dipikirkan," cetusnya tiba-tiba dengan senyuman lembut.

Senra menganggukkan kepala singkat, "Tidak apa-apa."

"Ah iya, nama saya Aleena Skayabrina Vyaceslav, biasa dipanggil Aleena, pemilik café ini. Mungkin anda merasa asing dengan wajah saya karena, ya, saya adalah orang Rusia." Terang Aleena membuat Senra membulatkan maniknya dan mengangguk paham.

"Kalau begitu saya permisi, selamat menikmati pesanan anda." Katanya sopan.

Senra lantas mengeluarkan handphone-nya kala sebuah chat via LINE dari salah satu teman unitnya masuk.

志麻

Senra, kau sudah sampai rumah? Hujan saljunya lumayan besar.


Belum, aku belum sempat sampai ke stasiun saat hujan saljunya mulai turun.
Sent 10.02 PM

志麻

Astaga, jadi sekarang kau ada dimana?


Di sebuah cafe dekat stasiun, akan pulang
sebentar lagi.
Sent 10.04 PM

志麻

Baiklah kalau begitu, hati-hati.


Senra mematikan handphone, mulai melirik lagi ke arah gadis disana yang kini tengah sibuk didepan notebook-nya.

Merasa diperhatikan, gadis disana tak disangka menoleh.

Pandangan mereka bertumbukan.

Manik disana menyipit melihat Senra memperhatikannya, memberi tatapan mengintimidasi seakan menyuruh Senra untuk tidak memperhatikannya lagi. Lantas memalingkan muka kembali kearah notebook.

Senra sendiri menelan ludah susah, baru kali ini ada seorang gadis yang menatapnya seperti itu. Biasanya yang didapatnya adalah sebuah tatapan hangat nan berbunga-bunga, sedangkan ini? Dingin dan menusuk.

Seperti musim dingin.

Dan bohong kalau Senra tidak terpaku pada pandangan kedua manik indah itu.

"Senra!" sebuah suara mengagetkan pemuda jangkung itu kala sibuk melamun.

"Oh, Sakata, ada apa?" tanyanya.

Nyengir, "Kau melamunkan apa, ha? Sampai kaget begitu."

Urata yang lewat menghampiri mereka, "Senra melamun? Tidak biasanya."

"Aku tidak melamun kok-"

"Kata Senra semalam dia mampir di sebuah café, apa terjadi sesuatu disana?" Shima terkekeh.

Pipi pemuda itu memanas mendengarnya, "Tidak. Tidak terjadi apapun," sanggah Senra cepat.

"Hei, dia bohong!" Sakata tertawa, "Lihat itu, wajahnya memerah, pasti terjadi sesuatu kemarin malam!"

Senra hanya diam ingin menyanggah pun ia akan kalah kalau ada disini. Pada dasarnya, Senra tidaklah pandai menyanggah atau berkomentar banyak, tapi tidak sepolos itu juga.

Urata angkat suara, "Ah sudahlah, lagipula kalian tidak bisa memaksa Senra untuk mengatakan apa yang terjadi, itu 'kan privasi."

Shima mengangguk kecil menyetujui perkataan sang leader, "Privasi, tapi suatu saat pasti Senra akan mengatakannya juga,"

Sakata menepuk bahu sohibnya sebelum beranjak, "Suatu saat ya, atau langsung kenalkan juga boleh."

Perempatan warna merah muncul di dahi Senra, "Terkadang aku tidak habis pikir bagaimana bisa punya teman-teman seperti kalian."

Sakata tergelak lagi, Urata berteriak menyuruh pemuda satu itu diam.

Senra dapat merasakan hari yang berat akan dilaluinya lagi untuk kesekian kalinya.

Kini pemuda bermahkota gelap itu tergesa-gesa melewati jalanan yang dipenuhi orang berpayung. Salju turun lagi, hari ini bahkan Senra pulang lebih larut dari biasanya.

Sudah jan sepuluh lewat limabelas menit, ketika pandangan Senra terpaku lagi pada café itu.

Diri mendesah tak karuan, kenapa harus bimbang lagi?

Senra terdiam cukup lama sampai ia melihat seorang gadis dari arah stasiun berlari dan memasuki café tersebut.

Ya, gadis yang sama dengan yang kemarin.

Senra ingin mengumpat, sekarang malah semakin kuat hasratnya untuk mengunjungi café itu lagi.

'Hei ayolah, bahkan ia tak menyambutmu dengan pandangan yang baik. Lalu buat apa kau tertarik padanya?'

'Gadis diluar sana masih banyak. Tidak usahlah kau berharap pada gadis berpandangan es seperti dia.'

Gigi bergemeletukan. Antara dingin dan menahan konflik batin yang bergejolak.

'Kalau dibiarkan begini pun, tidak akan terjadi apapun.'

Tring.

"Ah maaf kamu sudah tutup-"

"Boleh sekedar menumpang untuk berteduh? Hujan saljunya lumayan deras, kalau sudah reda aku berjanji akan segera pergi." Senra menghembuskan napas pendek-pendek, diri sangatlah gugup saat mengetahui gadis di mejanya itu tengah menatapnya tajam.

Aleena mengangguk, "Ah, baiklah ...,"

"Aleena!" seruan terdengar.

"[Name] tidak, dia hanya ingin berteduh, sebentar lagi hujan saljunya reda, bersabarlah." Aleena menggelengkan kepala pada si gadis.

Si gadis mendengus, menggerung pada Senra seakan mendeklarasikan perang.

Senra membulatkan matanya dan segera beringsut duduk. Kenapa? Senra tidak dapat menemukan jawaban kenapa ia bisa segugup ini.

"Butuh sesuatu selagi menunggu?" suara Aleena terdengar dari meja pemesanan.

Senra menggeleng sebagai kode, disambut senyum dan anggukkan kecil dari sang wanita.

Belum lagi memalingkan wajah kembali kearah luar, Senra kembali berniat untuk mencuri pandang kearah si gadis.

Lihatlah wajahnya yang tak oriental itu, manik [e/c] nya yang awas serius pada layar notebook, lalu bibir marunnya yang cantik ... bahkan jari-jarinya saat mengetik terlihat begitu anggun.

Tidak sampai Senra sadar ia memandanginya terlalu lama. Lagi.

'Gawat.' pikir pemuda itu kala melihat si gadis beranjak dari duduknya, bergerak menghampiri.

Brak!

"Heh! Apa 'sih yang sebenarnya kau lihat dariku?! Aku curiga sejak kemarin kau melihatku begitu serius, memangnya ada sesuatu pada wajahku?!" nada suara yang tinggi bahkan tak dapat mengalihkan pandangan Senra dari kedua netra liar itu.

Senra sudah dibutakan oleh keduanya.

"Jawab aku!"

"Aku ...,"

"Asal kau tahu, aku ini seorang penulis yang membutuhkan ketenangan saat menulis. Dan bagaimana bisa aku mendapatkan itu jika kau terus-terusan menatapku?!" ia mengacak rambutnya kesal.

"Maaf ...,"

"Aku tidak butuh maafmu," ketusnya.

Senra mengernyitkan kening saat gadis itu menyodorkan handphone-nya.

"Tapi aku butuh fotomu dengan diriku."

Senra membulatkan mata tak percaya saat mendengar kalimat itu diucapkan. Gadis itu bahkan mengenalnya, tapi kenapa ...,

"Aku ini ya, bukanlah fans biasa yang norak dan menjerit saat bertemu idolanya." katanya setelah mendapat beberapa foto bersama Senra, kini duduk berhadapan.

Senra bahkan heran bagaimana bisa gadis itu tersenyum sangat manis ketika berfoto tadi. Raib kemanakah ekspresi kejamnya selama ini?

"Tapi aku ini, penggemar yang tahu semuanya dalam diam."

"Eh? Kau penggemarku?" Senra masih berusaha mencerna keadaan.

"Hmm, kau pikir apa?"

Senra sweatdrop, gadis ini benar-benar penggemarnya kah? Baru kali ini ia menemukan yang semacam ini.

"Namaku [Full name], sebaiknya kau ingat itu."

"Baiklah [Surname]-san ...,"

"Hei, aku tahu alasan sebenarnya kau mampir ke café kakakku dan mengganggu pekerjaanku dengan menatap seperti itu," kata [Name].

Senra terbatuk, [Name] manyun.

"Sekarang lihatlah siapa yang terjebak." Sebuah seringai tergambar, membuat Senra kembali membeku.

Senra kini tahu kenapa ia terperangkap dalam dinginnya pandangan itu. Ia kini paham kenapa diri bahkan masih ingin bertemu dengannya. Diri mengerti kenapa ia harus bertahan dengannya.

"Raih aku jika kau bisa."

Karena [Full name] adalah takdir yang harus ia kejar dalam misterius dan jahatnya musim dingin.

FIN.

WAH.

[NAME] DISINI LIAR BANGET Y, WWWWWW //naq.

Pas nulis ini banyak kendalanya ih, sampe nyaris lupa plot dan pusing tujuh keliling sama ending, jadi maafkan kalau gaje :(

Utaite×IdolishSeason Project complete, check my reading list.

Thank you for y'all support!

Sincerely
えい。

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top