Two Years/Two Person, One Feel

Fanfic ini milik saya!
Disclaimer : Jalan cerita sebenarnya oleh Fujimaki Tadatoshi ( The Basketball Who Kuroko Plays )

Shot 5 : Kise Ryouta x OC
NB : OC akan selalu berbeda di setiap shots
Warning : OOC, AU, Typos, dramatis

Happy reading.

"Seriously, what happened on you?"ditanyakan dalam bahasa inggris yang fasih, Miu tertegun mendengar usul sahabatnya, Natsumi menopang dagunya malas. Ini adalah hal terakhir yang ingin dilakukannya tetapi kali ini ia membutuhkan opsi ini sebagai prioritas utama.

"Aku tidak betah tinggal berlama-lama dengannya,"Natsumi menambahkan alasannya. Ya, gadis itu berharap dua tahun segera berlalu. Sudah dua minggu ia tinggal di keluarga Kise semenjak berpisah dengan ibunya yang mutasi kerja di Kyoto.

"Pokoknya carikan aku kencan batu eh-buta maksudku."Natsumi membalik halaman buku nonfiksi yang diambilnya di rak perpustakaan.

"Kencan sama batu apung saja sekalian, cocok kok."ledek Miu yang ternyata disorot tajam Natsumi. Natsumi bukannya membenci Kise - bisa dikatakan ia tidak suka terhadap laki-laki itu, yang sering menggombalinya setiap hari. Pagi hari ini, laki-laki kuning itu memakan bogem mentah darinya.

"Natsumi-cchi, jadi pacarku, ok? Ini aku sajikan onion gratin soup,"pagi buta itu, Kise mengenakan seragam SMA Kaijou dibalut oleh apron merah muda. Natsumi mendengus.

"Kenapa makanan kesukaanmu yang kau sajikan?"

"Ini menu breakfast yang bagus loh. Aku ingin kita saling mengenal gitu, mulai dari sajian favoritku."

"Aku pergi."

"Bento cinta dariku belum dibawa,"backhug dari Kise mengejutkan gadis itu. Natsumi refleks saja menggunakan sikutnya untuk membogem perut Kise.

Sampai kapan laki-laki itu berhenti memberi harapan berlebihan kepadanya, terlebih lagi semua gadis diperlakukan sama seperti itu.

Natsumi bersyukur pernah belajar aikido dari pamannya.

☆☆☆

Salju mulai berjatuhan dari angkasa. Mulut Natsumi terus mengeluarkan uap air yang berhembus karena cuaca akhir tahun itu cukup menusuk tulang.

"Natsumi-cchi,"Kise menghampiri Natsumi yang lebih dulu berdiri di depan gerbang. Kise menatap Natsumi yang sedang menggosok-gosokkan tangannya.

Langsung saja laki-laki itu menyarukkan telapak tangan Natsumi ke dalam saku mantelnya. "Biar hangat."
Kise juga melepaskan satu bagian sarung tangan kemudian memakaikannya kepada Natsumi.

"Kau tidak boleh perhatian seperti itu di sini,"gumam Natsumi pelan agar tidak terdengar Kise.

"Ada apa, Natsumi-cchi?"tanya Kise mendekatkan wajahnya kepada Natsumi. Gadis itu menyingkirkan wajah Kise di dekatnya kemudian membuka isi ranselnya. Payung putih polos yang sengaja dibawanya.

"Aku mau membuka payung. Memangnya mau tertusuk ujungnya apa?"selain ingin membuka payung sebenarnya alasan khusus Natsumi menyingkirkan wajah Kise karena ia sadar wajahnya memerah karena malu.

Natsumi cepat-cepat menyingkirkan rasa malunya. Ia tahu ia tidak boleh merasakan halnya lebih dari ini.
Ia tahu Kise milik orang lain, dan ia tidak bisa menaruh hati untuknya.

Milik orang lain, yaitu kakak perempuannya sendiri. Memang selisih usia kakaknya berbeda dua tahun lebih tua dari Kise.

"Kise itu ceria. Dan bisa membuat suasana menjadi hangat dengan mulut manisnya. Dia berbakat dengan kemampuan basketnya melakukan copy yang sering diremehkan oleh orang lain karena iri. Aku tidak menganggapnya plagiat karena tidak semua bisa menjadi sepertinya. Dia hebat, karena wajah tampannya ia menjadi model. Selain itu, ia suka menolong siapapun dengan menomorduakan dirinya."

Kakaknya, Nana merangkai tentang Kise dalam satu paragraf. Matanya berbinar dan kedua sudut bibirnya merekah indah saat membicarakan lawan jenis, hal yang lumrah dilakukannya saat jatuh hati.

Dan tentu saja Natsumi tidak bisa mendeskripsikan seperti itu walaupun ia menaruh hati kepada orang yang sama.

Kakaknya meninggal dua tahun yang lalu, saat baru saja lulus SMA. Padahal ia tidak ingin menyerah walaupun leukimia terus menyiksanya. Kalau melihatnya dengan kacamata persaingan, rival kuat memang berkurang satu. Tetapi Natsumi tidak bisa melihatnya seperti itu. Ia masih memiliki hati.

Dan kini ia serumah dengan Kise setelah orang tuanya bercerai. Ibunya bekerja di Kyoto sedangkan ayahnya pergi entah ke mana, mungkin menghabiskan waktunya untuk berjudi sebagai pengangguran.

Natsumi tidak pernah menyangka, hidup bersama Kise sama saja membawa perasaan bersalah sepanjang waktu sejak kakaknya tiada.

Dan itu menyakitkan.

☆☆☆

"Natsumi-cchi mau ke mana?"Kise sedang berbaring di sofa empuk ruang tamunya sambil menonton review pertandingan. Natsumi enggan untuk mengakuinya, tetapi cara berpakaiannya menunjukkan bahwa ia akan pergi ke sana.

"Kencan buta."

Kise langsung duduk. "Tidak boleh ke sana."

"Kenapa aku harus menurutimu?"

"Karena Natsumi-cchi pacarku,"

Natsumi mendesah. "Aku tidak sedang mood dengan permainan rumah-rumahan."langsung saja gadis itu memegang gagang pintu.

"Aku serius."Kise menahan pintu. "Jangan pergi."

Natsumi ingin sekali menuruti hal itu dengan hatinya namun tidak dengan otaknya. "Kise-kun mau tahu kenapa aku ingin pergi? Ini karena aku benci padamu."

Natsumi mengatakan hal yang bertolak belakang dengan hatinya. Ia langsung menutup pintu saat Kise masih terpaku.
Gadis itu hanya ingin mencintai, dengan cara yang benar, ia tidak ingin menyerobot posisi orang lain yang sudah tiada. Ia tidak berhak merebutnya. Ia hanya menumpang untuk berada di sisi orang yang ia sukai, yang tidak akan bisa dimilikinya.

☆☆☆

"Namaku Hikaru,"laki-laki berambut cokelat jabrik itu memperkenalkan diri saat menjabat tangan Natsumi.

"Natsumi Akari."

Tempat kencan buta mereka direncanakan di sebuah tempat karaoke. Suara speaker yang kencang dan suguhan cemilan. Natsumi memang kurang menyukai keramaian, tetapi ini lebih baik daripada menemui Kise.

"Natsumi-chan kenapa? Sedang ada masalah?"Hikaru memegang kepala Natsumi.

"A-aku tidak apa-apa."Natsumi sempat terkejut. Orang lain yang ia izinkan untuk menepuk kepala selain ayahnya adalah Kise. Ia tidak menyangka teman laki-lakinya selama ini hanyalah Kise.

Dan itu membuatnya malu sendiri karena kurang pergaulan.
"Kita jalan-jalan saja, yuk?"ajak Hikaru langsung menggandeng tangan Natsumi. Miu memberi isyarat dengan kepalan tangan, "Berjuanglah."

Walaupun Natsumi gugup, akhirnya mereka pun izin pamit lebih dulu meninggalkan ruang karaoke.

"Sekarang jadi lebih sepi. Mau nonton?"ajak Hikaru yang disahut oleh anggukan Natsumi. Nyatanya, Natsumi belum bisa melupakan bayang Kise. Kise yang sedang menyiapkan makanan. Kise yang menemaninya bermain game. Kise yang tertidur saat belajar bersama untuk ujian akhir.

Natsumi pun terkejut karena Hikaru tidak lagi berjalan. Dan ia berada di dalam sebuah gedung yang aneh, dengan lampu berbentuk hati berpendar-pendar di sekeliling. Love motel. Natsumi mengerjapkan matanya beberapa kali. Tempat hina macam apa ini, gumamnya.

"Natsumi-chan. Ayo masuk,"Hikaru menggoyangkan kunci bernomor 065, yang bisa ditebak adalah kunci kamar.

"Loh bukannya mau nonton? Kenapa aku harus masuk? Dasar mesum,"Natsumi mengepalkan tangannya.

"Tadi aku bertanya, kau malah melamun. Jadi aku bawa saja ke sini,"
Tanpa merasa segan, beberapa teknik aikido ia gencarkan kepada Hikaru. Hikaru langsung saja terjatuh dan kesulitan bergerak.

Natsumi langsung kabur, meninggalkan tempat hina itu secepat mungkin agar Hikaru tidak menyusulnya.
Duk. Natsumi tidak melihat ada batu yang berhasil membuat lututnya mencium tanah lebih dulu. Alhasil lututnya berdarah. Tangannya masih bergetar saat menyerang Hikaru tadi. Ia ketakutan hingga sulit berdiri.

"Natsumi-cchi?"

Natsumi tidak berani mendongak Kise yang berlari terengah-engah menyusulnya. Seharusnya ia mendengar kata-kata Kise. Laki-laki itu merengkuh Natsumi, menjalarkan kehangatan dari tubuh besarnya. Pertahanan Natsumi sekali lagi roboh, setengah mati berjuang untuk tidak meminta bantuan laki-laki itu.

"Sudah kubilang untuk tidak pergi kencan buta."

Natsumi menitikkan air mata. "Maafkan aku,"

Kise menghapus air mata Natsumi kemudian berjongkok membelakangi gadis itu. "Naiklah,"

"Aku bisa sendiri."Natsumi menolak sambil berjalan pincang.

"Dengarkan aku. Kumohon, sesekali andalkan aku."Kise menatapnya serius, tidak bermaksud untuk bercanda. Karena Kise terus menatapnya seperti itu, akhirnya Natsumi mengalah.

"Hanya sampai kita berada di stasiun,"pesan Natsumi mengalungkan tangan di leher Kise. Kise menyeringai. "Roger."

☆☆☆

Kise mengoleskan alkohol yang terasa pedih di lutut Natsumi. "Darahnya banyak sekali. Untung tadi aku tidak menurunkanmu di stasiun."

Natsumi hanya diam saja. Tadi seisi stasiun banyak yang menatap mereka seolah menonton drama romantis. Di satu sisi Natsumi memberontak, sedangkan Kise bersikeras untuk membawanya sampai gadis itu duduk di dalam kereta.

"Tapi jasmu jadi kotor."Natsumi mendesah saat melihat jas seragam abu-abu milik Kise kotor penuh darah di sisi kiri.

"Tidak apa, kan bisa dicuci, selesai."Kise tidak mengambil pusing menempelkan plester di lutut Natsumi sebagai sentuhan terakhir merawat lukanya.

"Terima kasih,"Natsumi tersenyum kecil, disusul oleh semburat malu di kedua pipinya.

"Aku tidak mau menerima terima kasih begitu saja setelah kau bahkan tidak mau mendengarkanku. Kalau aku tidak datang, kemudian lelaki bejat itu menyusulmu dan hal yang lebih buruk terjadi bagaimana?"Kise melipat tangannya memasang wajah cemberut.

"E-eh, jadi aku harus bagaimana?"tanya Natsumi jadi merasa bersalah. Memang kekhawatiran Kise bisa saja terjadi kalau laki-laki itu tidak datang di saat yang tepat. "Hm. Aku takut sekali walaupun aku bisa melawannya. Aku memaksakan diriku untuk tetap berani tetapi kakiku malah tersandung dan merobohkan segala upayaku. Menyedihkan."sambung Natsumi menundukkan kepala.

Kise menepuk kepala Natsumi."Malam natal nanti kosongkan jadwalmu. Harus. Dan aku tidak akan membiarkan Natsumi-cchi terluka saat bersamaku."Kise mengenggam tangan Natsumi. "Jadi, itu permintaan khususku kepada Natsumi-cchi."

Natsumi mendesah. "Tapi a-"

"Berjanjilah."pinta Kise. Hati Natsumi mengalahkan logikanya. Ia mengaitkan jari kelingking Kise. Kise menekap mulutnya, wajahnya memerah padam.

"Ini kali pertama Natsumi-cchi mau berjanji kepadaku. Aku.. bahagia walaupun ini hanya mimpi,"

Natsumi ikutan merasa gugup. "Itu karena kau memaksa,"

Kise selalu tahu sikap Natsumi yang tsundere, tetapi ia tidak tahu Natsumi bisa bersikap semanis itu seperti di kala mereka menghabiskan masa kecilnya bersama.
Dan Kise semakin menyukai sisi Natsumi yang seperti itu.

☆☆☆

Christmas Eve.

Natsumi selalu heran dengan tingkah Kise. Walaupun mereka serumah, laki-laki itu berpesan lebih dulu sebelum meninggalkan rumah.

"Aku akan pergi lebih dulu ke taman umum. Nanti Natsumi-cchi menyusul,"

Memang khas Kise sekali dengan segala tingkah lakunya yang eksentrik.

Ponsel Natsumi berdering tepat saat Natsumi ingin keluar rumah. Sebuah mail.

Natsumi tidak menyangka, sebelum perasaan yang dikuncinya merekah dengan sendirinya, ia harus kembali mengunci perasaan itu sekali lagi.

Sementara itu, Kise menatap arlojinya untuk yang ketiga puluh enam kalinya. Ya, kalau ia tidak salah menghitung.

"Natsumi-cchi terlambat,"Kise menatap langit yang terus menjatuhkan butiran salju. Di taman umum yang biasanya sepi, kini terisi ratusan orang berlalu lalang. Kise menatap pohon natal raksasa yang terpajang di tengah-tengah taman.

Sepuluh menit... dua puluh menit ... tiga puluh menit. Natsumi tidak datang juga. Malam natal semakin ramai, dengan hujanan kembang api di angkasa. Kise masih tetap menunggu.

"Kise-kun!"Natsumi ternyata menghampiri Kise, berlari dengan terengah-engah karena kehabisan oksigen. Padahal ia telah mengirimi mail dan telepon beberapa kali tetapi tidak aktif. Pada akhirnya gadis itu menyusul ke tempat mereka bertemu.

"Syukurlah Natsumi-cchi datang. Baterai ponselku habis, jadi aku memercayakan Natsumi-cchi."Kise tersenyum lega. Hidungnya memerah karena menahan dingin yang menusuk tulang. Natsumi merasa bersalah karena datang terlambat, kemudian meletakkan penghangat di telapak tangan Kise.

"Gunakan ini. Hidungmu persis badut."

Kise mengangguk. "Arigatou ne, Natsumi-cchi."

Namun ekspresi Natsumi mengeruh. Kedua bola matanya berkaca-kaca. "Maaf aku datang terlambat, Kise-kun. Sebenarnya ada yang harus kukatakan. Besok, aku harus menemui ibuku ke Kyoto. Dia terserang tifus, dan aku tidak bisa membiarkannya sendirian."

Tetesan air matanya semakin berjatuhan tanpa jeda panjang, seolah tidak bisa berhenti. "Aku malah bersenang-senang di sini. Aku malah menikmati apa yang seharusnya lebih dari cukup. Aku malah terjun lebih dalam, aku jadi semakin sulit melupakanmu. Aku tidak pantas menyukaimu. Aku akan semakin merasa bersalah kepada Nana-nee,"

Kise terdiam. Bukan berarti ia tidak menangkap kata-kata Natsumi. Tetapi ia mendengar semua ungkapan Natsumi yang mengalir cepat Kise menghampiri Natsumi, menghapus air matanya. Natsumi merutuki hatinya. Kenapa ia mengungkapkan isi hatinya? Kenapa ia terus menangis di depan Kise?

Mata Kise melebar. "Jadi semuanya benar?"
Natsumi tidak menjawab, melainkan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kise memeluknya erat, terlalu erat hingga ia merasa sesak.

"Tapi aku tidak bisa, Nana-nee..."

Kise mengelus rambut gadis itu. "Aku akan ceritakan semuanya kepada Natsumi-cchi supaya kau mengerti kalau tidak ada halangan untuk menyukai seorang Kise Ryouta."

Dua tahun yang lalu, Desember 20xx

"Ryouta-kun?"seorang gadis berambut panjang terbaring lemah di ruangan berbau antiseptik. Kise menaruh parsel buah-buahan di samping tempat tidurnya.

"Kondisimu bagaimana?"tanya Kise. Gadis itu, kakak Natsumi tersenyum lebar. "Ah, aku sakit sekali karena kehadiranmu."

"Tega sekali Nana-cchi,"Kise memasang wajah ingin menangis, walaupun tidak bermaksud melakukannya.

"Ryouta-kun. Kali ini aku serius."Nana tidak lagi tersenyum. Ekspresinya mengeruh saat melanjutkan kata-katanya. "Hidupku benar-benar tidak panjang, tapi aku ingin meminta bantuanmu terlebih lagi kau menyukai adik manisku,"

Kise tertegun dengan wajah memerah sedangkan Nana terkikik melihat ekspresi Kise. "Aku berpura-pura berakting terlihat seolah-olah aku menyukaimu. Aku merasa ia akan jujur padamu tetapi dia malah semakin menjauhimu. Kalau aku membantah apa yang kukatakan, dia pasti tidak percaya. Jadi, aku ingin kau membuatnya mengetahui perasaan kalian berdua."

Kise mengerjapkan matanya beberapa kali. "Dia juga suka padaku? Natsumi-cchi?"

Nana tersenyum lemah. "Dari ekspresinya sangat jelas terlihat. Ia seorang yang sulit dengan jujur dengan diri sendiri dan mungkin terkesan keras, jadi tolong jangan pernah tinggalkan dia. Aku hanya bisa memercayakan laki-laki yang ada di sisinya kepadamu, Ryouta-kun."

Laki-laki itu bisa merasakan tepukan pelan di bahunya. "Tetapi jika Natsumi-cchi berubah hati bagaimana?"

Nana menggeleng. "Buatlah dia hanya memandangmu dan sebaliknya. Berjuanglah."

"Jadi aku bukan tipe Nana-cchi?"goda Kise. Nana mencibir. "Tentu saja bukan! Aku menyukai seseorang yang dewasa, anak kuliahan. Ichii-kun, kenal kan? Aku berharap dia datang di saat pemakamanku."

Kise mencubit pipi Nana. Tentu saja ia mengenal Ichii, alumnus pebasket hebat SMA Kaijou. "Nana-cchi jangan bilang begitu, selama ada waktu yang tersisa, pikirkanlah hal yang membuatmu bahagia. Orang akan sedih juga karenamu. Ichii-san juga pasti sedih."

Nana mengangguk. "Arigatou ne, Kise-kun."
- Flashback ends -

Natsumi ternganga saat mendengar penjelasan dari Kise. Memang kakaknya sangat menyukai dunia akting, tetapi sikapnya seolah jatuh cinta benar-benar terkesan nyata. Tidak dibuat-buat. "Ke-kenapa Kise-kun baru bilang sekarang?"

Kise mendekatkan wajahnya di depan Natsumi. "Nana-cchi memintaku mengungkapkannya di saat yang tepat. Dan inilah sekarang. Jadi, berhentilah merasa bersalah terhadapnya. Dari sini Natsumi-cchi bisa merasakannya kan?"

Laki-laki itu menarik tangan Natsumi ke dada bidang bagian kirinya. Berdegup keras seperti miliknya.

"Tapi, aku pasti masih kekurangan sesuatu.."ungkap Kise tampak berpikir keras. "Perasaanmu?"

Natsumi menghambur ke dalam rengkuhan Kise. "Suka. Aku suka padamu."

Dan di malam natal yang seharusnya semakin dingin pun bisa menjadi hangat bagi Kise dan Natsumi.

OWARI

Ding dong.
Natsumi kini berada di Kyoto untuk sementara waktu. Kondisi kesehatan ibunya memang sudah membaik dan bisa rawat jalan, tetapi Natsumi masih belum yakin hingga ibunya bisa pergi bekerja dengan tenang. Ibunya terus mendesaknya pulang, tetapi ia kunjung menolak. Setelah berdebat, Natsumi terpaksa menyerah. Sehari sebelumnya ia telah membeli tiket menuju Tokyo.

Ding dong.
Bel apartemen kembali berbunyi. Natsumi mengecilkan api kompor kemudian pergi membuka pintu.

"Natsumi-cchi,"Kise segera menghambur untuk memeluk Natsumi tetapi ia gagal karena gadis itu menghindar atas keterkejutannya melihat sang pebasket handal SMA Kaijou.

"Bukankah sudah kubilang kalau aku akan sampai sore ini?"

Kise tersenyum lebar. "Aku tidak sabar menemuimu. Jadi aku langsung saja ke sini."

"Tunggu lima belas menit. Aku sudah berberes-beres kok."

Kise mengangguk kemudian mengintip sesuatu di dalam apartemen. "Natsumi-cchi sedang memasak sesuatu ya? Kau juga memakai apron."

Natsumi terkejut segera melepas apronnya. "Ja-jangan masuk!"

Kise tentu saja tidak mendengar dan masuk ke dalam. Natsumi mendesah karena Kise terlanjur masuk. Aroma masakan yang sangat familiar baginya menguar dari dapur apartemen. Onion gratin soup.

"Natsumi-cchi, ternyata kau berniat membawakannya untukku?"

"I-itu buatan ibuku."

Ibu Natsumi menjitak kepala putrinya. "Jangan berbohong, Natsumi-chan. Kise-kun, dia memang membuatnya sejak pagi tadi. Tunggu sebentar ya, nanti kalian pergi bersama ke stasiun."

Kise tersenyum ala modelnya. "Tidak masalah, tante. Tapi bisa kupinjam Natsumi-cchi sebelum ke stasiun? Aku ingin berkencan sejak sebulan lalu berpisah dengannya."Kise mengedipkan sebelah matanya, meminta izin dengan ibunya. Tentu saja ibu Natsumi langsung terlena.

"Tentu saja. Natsumi-chan, ikut ibu ke dalam kamar."ibu Natsumi menarik anak yang kini menjadi sematawayangnya itu.

"Tapi aku bisa pergi langsung sama Kise."

"Anak perempuan mana bisa berpenampilan belel! Ikut ibu."

Natsumi selalu sadar, perasaan yang tertanam tulus tidak akan mudah berganti. Oleh karena itu, walaupun ia masih tidak bisa jujur akan hatinya sendiri, perasaan yang sebenarnya yang akan menjawabnya dengan jelas.

Hati yang berbohong begitu menusuk hati. Begitupun perasaan Natsumi yang tertanam seringkali bertolak belakang dengan logika, dikalahkan dengan mudah ketika ia jujur. Yang ia harus akui, ia menyukai laki-laki yang kini berada di sisinya. Seorang Kise Ryouta, teman kecil sekaligus penambat hatinya.

END

Author's comment
Untuk bagian Kise, author sampai revisi ulang semuanya. Mengubah plot lagi karena buntu. Awalnya mau dibuat sekuelnya, eh nggak jadi. Author tetap harus konsisten untuk membuat shots.
Anyway, thank you for anyone who read this-far-from-perfect-story.

The last shots will be post ahead. See ya ♡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top