Fortune Man

Fanfic ini milik author
Disclaimer : Cerita aslinya milik Fujimaki Tadatoshi-san

Shot 1 : OC x Midorima Shintarou
NB : OC (namanya akan berbeda di shot(s) lainnya)
Warning : OOC, typo, don't like don't read.

Ramalan Oha Asa.
Sesuatu yang hanya bisa diresapi di luar logika.
Mika mendengus pelan, sepelan mungkin. Ia tidak mau laki-laki hijau lumut itu mendengarnya walaupun ketika melakukannya secara refleks.

Laki-laki lumut itu/ditendang reader, Midorima Shintarou datang begitu saja ke klub gadis itu persis jelangkung. Menuju klub astronomi.

"Ada apa?"tanya Mika tidak berminat. Saat ini klub sedang sepi dan tersisa dirinya sebagai penghuni.

"Pakai ini."sodor Midorima, melakukan halnya yang tidak berbeda dengan promosi iklan. Mika mengernyitkan dahi.

"Perban? Untuk apa ini, aku tidak butuh."kata Mika belum tergerak untuk memungut.

"Aku lihat ramalan oha asa hari ini nanodayo. Kalau tidak dipakai ya disimpan saja dalam tas untuk hari ini."Midorima tampak antusias menjelaskan perban yang masih terbungkus dalam kantong putih. Sepertinya baru saja dibeli di apotek.

"Horoskop tidak perlu dipercaya, Midorima-kun."Mika mengacuhkan perban itu kemudian mendekati rak buku mini untuk mencari ensiklopedia.

"Tapi ini bagus untuk percintaanmu. Kata ramalannya bagusnya bawa ini. Bukankah kamu tidak i-"Midorima kembali menjelaskan lagi pentingnya perban yang tentu saja tidak akan Mika gunakan hari ini. Klub astronomi tidak seekstrim basket. Tidak melakukan dunk atau semacamnya. Namun perkataan laki-laki itu terpotong saat ponselnya berdering.

"Moshi-moshi? Ya, aku akan pergi ke klub. Aku tahu."

Mika menatap tetangganya itu tanpa ekspresi setelah Midorima menatapnya.

"Pokoknya bawa saja nanodayo. Bye."katanya meninggalkan Mika. Mika mengambil perban yang bersih seputih kapas itu kemudian membuka isi tasnya.

Inilah mengapa Mika setengah mati menolak benda ramalan itu. Tasnya terlalu penuh - atau bisa dikatakan jorok untuk tas seorang gadis. Tiga bungkus snack kosong, baju training usang yang dikenakannya hari ini,dan empat buah buku.

Mika tentu saja ingin merasakan cinta layaknya remaja umumnya - jatuh cinta, berbahagia. Ia tahu kekosongan ini mulai menghantui jiwanya. Anehnya tetangga lumutan/authorditendangreaderlagi itu bisa tahu, membuatnya membatu tanpa ampun. Mika sejujurnya tidak percaya akan makna perban itu, tapi ia akan coba untuk melakukannya. Dan bila tidak ada yang terjadi, ia akan langsung membuang semua benda yang menurut oha asa itu tepat di wajah tetangganya esok pagi jika laki-laki itu terbangun.

♧♧♧

Mika akhirnya berberes saat tahu klubnya lagi-lagi sepi dan terisi oleh dirinya saja. Sudah 2 bulan klub itu dibentuk tapi tetap saja tidak ada perkembangan - berbagai alasan klasik pun dibentuk seperti ada kursus, piket. Dan alasan itu tentu saja bohong besar.

Mika melewati lorong dan menangkap celah di pintu hall basket.Kaki Mika pun tergerak untuk masuk.SMA Shutoku memang terkenal oleh kemampuan basket muridnya. Satu di antaranya memang terkenal karena tetangganya, Midorima yang handal di bagian shooting guard- kemampuan three pointer yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Bermodalkan bakat yang digapainya sejak SMP Teikou, ia mendapat rekomendasi SMA di sini dengan mudah tanpa tes.

"Awas!"

Mika menoleh ke arah suara lantang itu sebelum menyadari sesuatu yang terjadi. Seseorang memegang kedua bahunya, mendorong Mika ikut terjatuh dengannya.

"A-aduh."ringis Mika tertimpa dibawah laki-laki tinggi berambut hitam itu. Di samping kirinya terdapat tangga berpindah yang jatuh tergeletak di sisi kaki kanan laki-laki itu.

"Takao!"seru Midorima menghampiri Mika dan laki-laki yang menimpa gadis itu.

"Kenapa.. dia tidak bangun juga?"Mika sesak oleh tindihan tubuh Takao yang ternyata cukup berat.Midorima pun menarik Takao dari Mika. Ternyata laki-laki itu pingsan.
"Bawa dia ke UKS!"seru pelatih dan disusul oleh anggota tim lainnya.

♧♧♧

"Dia kelelahan karena terlalu banyak berlatih dan kakinya sedikit memar. Mungkin dia akan keseleo selama beberapa minggu."terang dokter UKS menjelaskan kepada pelatih dan Midorima.

"Bulan depan kita ada turnamen. Astaga."cemas pelatih.

Mika menatap Takao yang tertidur dengan suara nafas kecil. Kaki kanannya memang membiru dan sedikit mengeluarkan darah karena gesekan tangga besi itu.

"Aduh, perbannya habis."dokter UKS mencari-cari toples dan hasilnya nihil. Mika kemudian ingat pemberian Midorima. Seolah telepati, Mika mengeluarkan perban itu dari dalam tasnya.

"Aku punya."Mika menunjukkannya kepada dokter dan tetangganya tersenyum. Mika terkejut. Seorang laki-laki tsuntsun Midorima sangat irit dalam tersenyum yah.. walaupun tipis.

"Tapi.. bolehkah aku yang melakukannya?"pinta Mika yang ternyata disahut oleh ejekan anggota tim basket terkecuali Midorima yang berada di dalam UKS.

"B-boleh saja sih. Mika tahu obatnya yang mana kan? Arigatou ne, Mika-chan, lagipula aku sedang melakukan pendataan masalah kesehatan siswa juga."dokter wanita itu tersenyum kaku kemudian meninggalkan Mika, Midorima, dan Takao. Sedangkan pelatihnya mengusir anggotanya agar segera melanjutkan latihannya.

Mika membuka gulungan perban pemberian Midorima. "Benda ini jadi berguna karenamu, Midorima-kun."

Midorima menatap Mika intens selama beberapa detik kemudian menjawab, "Mungkin ini jawaban oha asa. Dan jangan remehkan lagi tentang ramalan."

Mika tersenyum seraya selesai membalut kaki Takao yang terluka. "Arigatou ne, Midorima-kun."
Namun beberapa detik setelahnya, senyumnya memudar. "Tapi karenaku, dia jadi tidak bisa latihan.. dia tidak bisa ikut turnamen. Bagaimana ini?"matanya berkaca-kaca. Rasa bersalah terselip di dalam hatinya. "Padahal turnamen itu penting untuknya kan?"

"Takao itu kuat. Dia bisa saja sembuh lebih cepat."Midorima mengangkat tangannya di atas kepala Mika namun tepat saat gadis itu menangis, niatnya mengacak rambut gadis itu diurungkannya.

Entah sejak kapan Midorima punya sikap melankoli seperti itu - bersimpati. Laki-laki itu sendiri juga tidak tahu. Dirinya yang seharusnya pasti tidak menjawab apapun dan meninggalkan keduanya dalam diam.

Tapi Midorima tidak bisa seperti itu, dan itu membuatnya bingung.

♧♧♧

"Ah, ini tidak apa-apa kok!"Takao tersenyum enteng.

"Pasti sakit."Mika tidak berani menatap Takao. "Namaku Mika Ayumi kelas 2-5."

"Benar, aku tidak bohong!"bantah Takao, yang Mika yakin laki-laki itu berusaha untuk tidak mengkhawatirkannya.

Takao tertidur dua jam. Dan sekarang sudah pukul 17.30.

"Bagaimana kalau kita pulang saja?"ajak Takao mengambil tasnya.

"Hn."jawab Mika. Takao beranjak dari ranjang dan berjalan pincang. Mika memegang gagang pintu menoleh Takao yang berjalan lebih lambat karena lukanya.

"Topang saja bahuku."Mika menawarkan diri segera menghampiri Takao.

"Benarkah? Aku berat loh. Padahal tidak apa-apa."Takao tersenyum ceria.

Krek. Baru saja Takao hampir mengalungkan bahu Mika.
"Takao,bersandar saja denganku."Midorima tahu-tahu berada di di hadapan mereka.

"Midorima-kun? Bukannya latihan sudah selesai sejam yang lalu?"Takao terkejut disusul oleh ekspresi yang sama oleh Mika.

"Memang. Tapi aku latihan sendirian dan ternyata sudah pukul segini. Kalian belum pulang?"Midorima menegak black coffee yang digenggamnya.

"Kalau begitu kita pergi bareng aja,"ajak Mika mengusulkan ide. Lagipula ia ingin sesekali naik menuju prefektur yang berbeda selain rumahnya di malam hari.

"Mika, besok bukannya kelasmu ada tes matematika?"Midorima menatap Mika sengit, bagai alarm versi android.

"M-matematika? Astaga, aku lupa kalau belum bisa mengerjakan soal limit! Maaf, Takao-san. Besok kita ketemu lagi."Mika mengerjapkan mata sambil mengecek notes agendanya, tanpa babibu lagi ia segera meninggalkan UKS. Masalah Takao akan ia urus setelah matematika. Pelajaran satu ini yang tidak bisa ia kompromi.

♧♧♧

Sekaleng milk coffee.
Tahu-tahu benda itu tergeletak di atas kotak pos kediaman Mika. Mika mengernyitkan dahi saat menatap post-it kuning.

'Minum itu dan jangan sampai tertidur hingga aku tiba nanti, nanodayo.'

Membaca kata 'nanodayo' sudah pasti Mika menarik kedua sudut bibirnya. Midorima akan datang mengajarinya setengah jam ke depan.

Mika pun membawa kaleng itu masuk. Kali ini laki-laki itu membawa barang yang tidak berbau oha asa. Tapi Mika tidak alergi lagi dengan benda pemberiannya sejak perban itu akhirnya berguna.

"Oi?"Midorima melambaikan telapak tangan ke atas dan ke bawah tepat di depan wajah Mika.

"O-Oh. Midorima-kun.."Mika tertegun menyahutnya lambat-lambat.

"Belum kuajar dan kau sudah melamun. Dasar."Midorima menepuk kepala Mika dan dijawab dengan cengiran.

"Gomen ne."

Kamar Mika selalu sama seperti kamar gadis pada umumnya - memiliki boneka, rak buku mini, dan sejumlah pernak-pernik. Namun yang membedakan ia memiliki teleskop bintang yang diletakkan di samping tempat tidurnya.

"Jadi, kalau cara panjangnya gunakan pemfaktoran... kemudian masukkan angka yang mendekati sesuai soal .."Midorima menjelaskan tanpa buku - yang mungkin saja kemampuan mengajarnya lebih baik menggantikan posisi guru matematika Mika sekarang.

"Ooh.. jadi begini,"Mika menggores pensil mekanik biru mudanya. Midorima mengangguk. "Benar."

Tahu-tahu saat Midorima telah memberikannya soal untuk dikerjakan Mika, laki-laki itu menghampiri teleskopnya.

"Unik."katanya mengelus teleskop Mika.

Mika tersenyum segera menghampiri laki-laki itu,"Midorima-kun boleh mencobanya."

"Aku tidak ingin mencobanya nanodayo."

"Tapi sepertinya Midorima-kun mau.."

Mika menarik tangan Midorima, meletakkan jemari laki-laki yang besar itu di teleskopnya.
"Bintangnya indah, kan?"

Midorima tidak menanggapi tetapi Mika tahu, laki-laki itu terpukau.

"Teleskop ini pemberian ayah. Ayah punya banyak koleksi astronomi. Ini miliknya dari sekian banyak yang ia miliki, tetapi aku selalu menginginkannya."Mika ikut mengintip teleskop bersama Midorima.

"Sekarang ia masih terus mengoleksi?"tanya Midorima.

"Jarang. Sekarang aku dan ibu tinggal berdua dan ayah pergi ke luar negeri untuk bekerja. Maklum, ia petualang sekaligus pekerja yang tidak bisa diam."

Mika asyik dalam tontonan bintang dengan teleskopnya menyambung cerita awkward tadi. "Oh ya, mau tahu rasi bintang ga?"

Mika mengernyitkan dahi karena tidak kunjung mendapat respon. Ia menoleh ke arah Midorima yang lebih dulu menatapnya intens dan jarak yang dekat - cukup lebih dekat sedikit atau bibir mereka bisa saja bersentuhan.

"A-ah! Aku belum selesai kerja soal limitku! Ahahaha."Mika menjauhkan wajahnya lebih dulu, tertawa garing meskipun tidak ada yang lucu. Ia menerjunkan diri ke dalam buku matematikanya, menggores pensilnya - entah menggores apa. Ia hanya ingin menyingkirkan wajahnya yang memerah.

Midorima tetap dengan tatapan datar yang sama kembali menatap bintang-bintang dengan teleskop.

Mika menggigit bibirnya. Usaha Midorima mengajarkannya langsung buyar seketika. Mika tidak tahu lagi jika ia harus mengikuti kelas tambahan namun yang jelas, Mika merasakan gejala aneh di dalam hatinya.

Sesuatu yang terlarang baginya.

♧♧♧

"Takao-kun."panggil Mika membawakan sport drink dan handuk. Takao menghampiri Mika dan mengelap peluh keringatnya. Sudah dua minggu Mika berada di hall basket Shutoku, berniat membayar kesalahannya itu setiap ia selesai dari klub astronomi.

"Mika-chan tidak mengelap keringat Takao-kun? Hoaa sedihnya,"ledek salah seorang anggota tim basket.

Mika tersipu tanpa menanggapi apapun. Kaki Takao memang masih pincang namun untuk melakukan pemanasan tidak ada masalah yang berarti.

"Mido-senpai! Horoskopku gemini, benda keberuntunganku apa hari ini?"tanya fans berambut gelombang dengan dandanan menor.

"Bola tenis."jawab Midorima cuek tanpa menatap fansnya dan asyik bermain ponsel.

"Kyaaa, Mido-senpai tampan sekali. Aku senang sekali memiliki zodiak yang sama dengan senpai."fans lainnya berteriak, dengan dandanan yang kurang lebih menornya ikut duduk dekat Midorima.

"Tanda tangannya, senpai."

Mika tidak pernah tahu jika tetangganya akan sepopuler itu - walau tidak mengherankan klub olahraga sebagian besar dijadikan ajang kepopuleran kaum adam.

"Mika, sebenarnya kau tidak perlu repot-repot membawakanku sport drink dan semacamnya."

Mika menoleh kepada Takao yang duduk di sisi kanannya.

"Aku tidak kerepotan kok! Ini seharusnya tanggung jawabku karena membuat kakimu terluka. Kaki itu aset penting pebasket."

"Mika-chan suka Midorima ya?"

Mika menggeleng. "Tidak sama sekali! Kenapa juga aku harus suka sama tetanggaku?"

"Benarkah? Tadi sepertinya Mika-chan cemburu."

Mika terdiam tanpa merespon.
Takao berohria. "Gimana kalau kita pergi nonton film?"ia mengaduk isi sakunya. Dua buah tiket film bioskop.

"Wah, aku belum nonton ini."Mika tampak berbinar-binar saat melihat tiket pemberian Takao. Film sci-fi memang seru jika ditonton di bioskop. Sound system dan grafis yang lincah.

"Jadi, hari minggu jam 11 ya."

♧♧♧

Mika tahu tingkahnya aneh - sangat aneh untuk hidup bertetangga. Ia dulunya selalu menunggu Midorima, dan sebaliknya. Tapi sejak kejadian teleskop itu, Mika mulai menghindari Midorima. Pergi dan pulang sekolah lebih cepat dari laki-laki itu. Tapi usahanya menghindar tidak lagi berjalan dengan lancar.

"Mika-chan."

Mika merasa membatu sesaat. Seolah Midorima menghujaninya dengan es. Kenyataannya Midorima hanya datang ke klub astronomi. Tapi kehadirannya membuat gadis itu bergidik.

"A-apa? Ngapain ke sini?"

"Kenapa kau menghindariku nanodayo?"

"Aku tidak menghindarimu."

"Aku kan jadi tidak bisa memberikanmu barang ramalan oha asa setiap hari."

Mika mengerucutkan bibirnya, tetapi di satu sisi lega Midorima tidak menyadari perasaan terlarangnya. "Aku tidak perlu benda oha asa lagi."

Midorima tertegun kemudian berbalik badan. "Oh. Terserahmu saja."

♧♧♧

Hari minggu.
"Mika-chan?"panggil ibu tepat sebelum Mika ingin beranjak pergi dari rumah.

"Ada apa?"tanya Mika kebingungan saat ibunya menghampirinya tergopoh-gopoh.

"Bawalah ini. Dari Midorima-kun, tetangga kita."ibu Mika menyerahkan payung polkadot hitam putih.

"Aku tidak perlu benda oha asa miliknya. Toh tidak hujan dan sekarang musim panas."

"Tapi..."

"Aku pergi dulu."

Mika mengira sejak saat ia mengucapkan kata-kata kasar itu Midorima tidak akan memberikannya barang oha asa lagi. Tapi hari ini ternyata membuyarkan spekulasinya. Ia masih setia memberikan barang oha asa dan sebenarnya tidak penting.

Mika tiba di stasiun, menunggu kereta yang harus ia naiki berhenti. Sekaligus menunggu Takao di kereta yang sama.

"Mika-chan!"panggil Takao dari dalam kereta, menarik Mika masuk di antara desakan penumpang lainnya. Takao yang berpakaian bebas hari ini cukup keren dengan penampilan yang stylish. Rambut hitamnya disemat oleh topi cokelat kotak-kotak, rompi cokelat dan kemeja hitam, celana panjang yang senada dengan kemejanya, dan converse abu-abu.

"Ah, hampir saja aku gagal masuk."Mika menepuk dadanya, lega. Ia menatap Takao yang terdiam, di sekitar kedua pipinya bersemu merah.

"Takao-kun?"Mika memanggilnya namun desakan penumpang semakin menjadi-jadi, refleks Mika memeluk Takao.

"Maafkan aku."Mika kikuk melepas pelukan refleksnya. Takao menggeleng.

"Aku senang Mika-chan memelukku."

"A-aku tidak sengaja,"

Dan Takao menyahutinya dengan cengiran.

♧♧♧

"Midorima-kun sangat suka oha asa. Aku tidak tahu kenapa dia sering membawakanku ini itu tanpa kuminta."curhat Mika setelah film bioskop berakhir.

"Tapi ramalannya nyaris selalu tepat. Oleh karena itu banyak fans yang sering dekat dengannya, tapi Midorima hanya memberikan benda ramalanmu seorang."

"Dia tidak memberikan benda ramalan yang sesuai dengan zodiak fansnya?"

Takao menggeleng. "Hanya untuk Mika-chan. Dan itu membuatku cemburu karena sering menceritakan Mika-chan."

"E-eh?"

"Aku membuatmu tertawa, tersenyum ketika berada di sisiku. Aku juga mengajakmu nonton, tapi kau malah membicarakannya sekarang ketika bersamaku."

"A-aku.."

Takao menggengam jemari kecil Mika dan meletakkan di dadanya. "Mika, aku jauh lebih baik dari Midorima. Aku suka Mika-chan."

Mika tertegun. Karena perban itu, Mika menemukan 'cinta' yang selama ini ia harapkan, tapi ia merasakan keanehan.

"TAKAO!"teriak seorang gadis berambut keriting kecokelatan dengan high heels hitam 8 cm yang dihentak keras-keras datang dengan wajah marah menjambak rambut Takao.

"A-Ahh,"ringis Takao, mungkin saja ia mengalami kebotakan dini setelahnya.

"Kau berselingkuh di belakangku ya? Oh? Dan cewek ini sekarang? Dasar murahan!"

Plak. Mika ditampar tanpa bantahan dan itu membuatnya terpaku. "K-kenapa aku ditampar?"

"Itu karena kau murahan dan mau diajak begitu saja sama pacar orang lain."

"Tapi aku tidak menerima pernyataannya. A-"

Plak.
Tamparan itu sekali lagi dihujani oleh pacar Takao dan Midorima adalah korbannya.

"Midorima-kun!"Mika menekap mulutnya, dibuat terkejut dengan kehadirannya.

Midorima mencengkeram rompi Takao. "Takao, perhatikan sikap cewekmu. Aku rasa upaya tanggung jawab Mika selesai sampai di sini. Mika, ayo pergi."

Mika merasakan genggaman tangan besar Midorima yang membalut jemarinya. Membawanya menjauh dari Takao dan pacarnya.

Mereka pun sampai di stasiun. Keduanya saling diam satu sama lain, sampai akhirnya Midorima memulai pembicaraan.

"Maafkan aku."

Mika mendongak namun tidak merespon. Midorima kembali menyambung. "Seharusnya aku tidak memaksamu untuk menggunakan benda ramalan itu."

Mika menggeleng. "Tidak kok. Berkat perban itu, aku tahu ternyata setiap hari Midorima memberikanku, dan memperhatikanku."

Wajah Midorima seketika memerah dan dengan cepat ia menutupi sebagian wajahnya dengan punggung tangan. "Tahu dari mana ?"

Mika tersenyum. "Ra-ha-si-a."

Cring. Ringtone ponsel Mika berdering di dalam tasnya. Mika menggeser pop up mail, kemudian ia membatu. Midorima mengernyitkan dahi dan mengintip pesan Mika.

From : Miyasaka
To : Mika

Subject : Remedial Limit
Mika-chan, nilai ulangan matematikamu tidak tuntas. Minggu depan Sawabe-sensei akan memberimu remedial. Sampai saat itu tiba, carilah tutor yang pandai, ok? Seperti tetanggamu,misalnya.

Midorima berdeham. "Aku bisa mengajarimu limit lagi. Kemarin pelajaran kita tertunda nanodayo."

Sekarang giliran wajah Mika yang memerah. "E-eh? Tidak usah! Hahahaha."

Bagi Mika membayangkan mereka berdua saja di dalam kamarnya jauh lebih buruk daripada menonton film horror sendirian saat tengah malam.

"Miyasaka juga merekomendasikanku nanodayo. Kali ini aku akan serius mengajarimu."ajak Midorima tanpa meminta persetujuan Mika menggandeng jemari gadis itu. Wajah Mika memerah seketika.

"N-nanti perasaan terlarangku... muncul lagi."

"Perasaan terlarang?"

Titik demi setitik air mulai menetes dan semakin deras. Nasib buruknya tidak berakhir begitu saja, Mika tidak akan menyangka akan hujan deras. Namun ia teringat oleh payung polkadot yang dibawanya sekarang.

"Ah kenapa aku harus remedial dan sekarang hujan sih?"rutuk Mika dalam hati. Tapi Mika tetap membukakan payungnya. "Ayo kita pulang."

Midorima yang irit senyum itu kini tersenyum lebar. Membuat Mika kembali berdebar.

"Ah, perasaan terlarang itu.. Menyukaiku tidak apa kok. Terlarang apanya,kita kan tidak bersaudara.Oh,dan ketika kita sampai di rumahmu, aku akan mengajarimu. Dan mengurusi tasmu yang jorok itu."

Tapi Mika menyeringai kaku. Ia tahu Midorima punya sisi tsuntsun namun ia tidak menyangka laki-laki itu adalah observator yang menakutkan. Sudah dibuat malu dengan nilainya, sekarang tasnya mempermalukan dirinya sendiri.

"A-aku tidak perlu payung deh. Lagipula ini punyamu kan?"

Midorima merengkuh pinggang Mika. "Ayo bareng aja. Aku tahu kau gampang sakit."

Tahu-tahu Midorima mendekatkan wajahnya persis dengan kejadian teleskop itu namun membisikkan sesuatu di telinga Mika. "Aku juga suka padamu."

Mika menekap mulutnya, tidak bisa berkata apapun lagi. Tapi ia juga tidak membantah. Mika tahu, ia akan selalu dikejutkan oleh setiap perhatian Midorima dan Oha asa miliknya.

Dan ia bahagia dengan itu.

OWARI

"Nana-chan! Aktingmu bagus sekali, Usaha ini berhasil membuat Midorima jadi lebih jujur dengan perasaannya."puji Takao dengan mata berbinar-binar.

"Tentu saja bagus. Aku kan sekolah teater."

"Aku sampai terkejut karena Nana-chan menampar Mika-chan."

"Habisnya aku terlalu menjiwai.. kalau Takao benar-benar berselingkuh."

Takao bergidik sebentar kemudian mencubit pipi Nana-chan. "Aku tidak akan melakukannya. Arigatou ne,"

END

Author comment :

Kok Midorima jadi OOC banget di sini ^^; , thanks for anybody who reads this. Pleasure to comment here!
Wait for the next shots.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top