O3. worrier
[×××]
Saat aku menyadari dosa apa yang telah kuperbuat, tentu saja semua sudah terlambat.
Maut datang, memaksaku menebusnya.
[×××]
"Shinya-nii enggak suka sama Mahiru nee-sama, 'kan?"
"Suka, kok."
"Loh? Katanya waktu itu gak suka! Sekarang suka! Yang benar, dong!"
"Maksudku, siapa coba yang nggak suka sama Mahiru? Aka-chan nggak suka?"
"Eh … suka! Mahiru nee-sama cantik banget! Baik lagi."
"Ya begitu, tidak ada yang bisa benci dia. Sangat tidak beralasan habisnya."
"Tapi Kureto-nii nggak suka tuh sama Mahiru nee-sama?"
"Hahaha, kalau orang itu lain ceritanya."
"Huh? Ah, ya sudah, lupakan. Jadi, Shinya-nii sukanya sama siapa? Maksudku suka sebagai gadis, bukan sifat atau yang lainnya loh~"
"Sukanya Aka-chan."
"HAH?!"
"Pfft— bercanda! Serius sekali sampai kaget begitu!"
"Mou, Shinya-nii!!"
"SHINYA-NII AWAS!"
SRAK.
Suaranya bagaikan mimpi indah saat aku tersadar. Dengan sebilah pedang menancap tepat di dada.
Kulihat vampir sialan itu menyeringai saat bilahnya berhasil mengenaiku. Ah sial, hilang fokus sedikit saja membawa petaka fatal semacam ini.
Aku terlalu larut memikirkan keanehan adik kecilku belakangan. Sangat cerewet, sensitif, terlihat sangat kasar. Membawaku sampai terbang jauh ke memori beberapa tahun kebelakang saat sosok Hiiragi Mahiru masih hidup.
Aku bisa sampai seperti ini karena dia adalah segalanya bagiku. Satu-satunya keluarga bagiku, yang harus kujaga sampai kapanpun.
"Apa kau akan berakhir di sini manusia lemah menjijikkan?" samar suara vampir di hadapanku terdengar angkuh.
Ya, mungkin ia benar. Mungkin ini hari terakhir aku bisa berpikir untuk melindunginya. Kali terakhir aku bisa mendengar suaranya, membayangkan parasnya.
'Tapi … apa yang aku lewatkan?'
"MENYINGKIR DARI KAKAKKU KAU KYUUKETSUKI KEPARAT!"
TRANG!
Bunyi benda tajam yang beradu terdengar persis di hadapanku. Membuatku mau tak mau membuka mata lebih lebar demi melihat apa yang terjadi. Berengsek, bekas tusukan vampir itu menusuk alat vital, darah jadi keluar terus menerus.
Trang! Trang!
"AKI-CHAN MUNDUR! BAWA MAYOR JENDERAL KE TEMPAT YANG AMAN BIAR KAMI BERESKAN DI SINI!"
Oh, jadi teriakan tadi bukan ilusi. Bukan akibat bayanganku yang terlalu tinggi. Dia memang di sini, adik kecilku.
"Aka-chan …,"
"SHINYA-NII! ASTAGA BERTAHANLAH, AKU AKAN MENGOBATIMU."
Suaranya adalah satu-satunya yang ingin kudengar kini. Wajahnya yang mengabur terlihat begitu cemas. Oh, apakah ia menangis? Aku membuatnya menangis ….
"Aka-chan … ja-jangan menangis …."
"B-baka, diamlah baka-nii, aku harus mengobatimu … hiks."
Aku berhasil meraih wajahnya yang dipenuhi bulir air mata, sulit rasanya untuk tidak merasa sesak.
"Kenapa kau sangat bodoh … kau harus bertahan, tidak boleh … hiks, tidak boleh pergi ke mana-mana."
Aku membiarkan gadis yang berhelai dan beriris persis seperti diriku ini membebatkan perban erat agar pendarahan berhenti. Ia masih terisak berusaha mengusap air matanya kasar dan terus bekerja memperbaiki keadaanku.
"Aka-chan aku …,"
"Kau sudah berjanji akan hidup berdua denganku setelah semua ini berakhir. Kau berjanji menikahiku, kau berjanji hanya akan bersamaku. Tidakkah kau ingat?"
Susah payah aku menelan perkataan Akakihara saat kepala rasanya hendak meledak. Tinggal berdua? Menikahinya? Tapi … kami kakak adik kandung? Mana mungkin?
"Dan bayi di dalam perutku ini, tentu saja masih butuh ayahnya …."
"Uhuk!"
"Shinya-nii!"
Darah. Yang keluar dari mulutku akibat batuk barusan adalah darah pekat.
"Ba-bayi …?" aku bersusah payah menatap netra Akakihara yang kini kembali berkaca-kaca.
"Kau hamil?"
Tangisnya pecah kembali tepat saat aku mengeluarkan pertanyaan tersebut. Melihatnya membuat rasa sakit tumbuh berkali lipat menghujam tubuhku.
Teringat. Hari itu. Tidak. Malam itu. Janji yang terucap berbuah dosa. Ah, aku kini sadar apa yang aku lewatkan.
Menarik perlahan sosok yang tergugu itu ke pelukanku, dapat kurasakan air mata ikut merembes keluar dari pelupuk mataku.
"Maaf Aka-chan … aku seorang kakak sekaligus ayah yang gagal. Aku sangat buruk."
"Aku, aku, aku sangat takut dengan semua dosa ini. Aku menanggungnya sendirian, memendamnya, tidak tahu harus bagaimana sedangkan ia hidup di dalam sini. Dia membuatku tidak bisa tidur dan dihantui kecemasan setiap malam." Akakihara meremas seragamnya, yang kini dibalut rok panjang. Menyembunyikan janin di baliknya.
Aku tersenyum miris. Mengeluarkan sebuah kalimat. "Harusnya akulah yang menanggung semua dosa itu, tapi aku malah tidak tahu apa-apa. Berengsek, aku memang pantas mati."
Akakihara menggeleng saat aku menelusupkan jemari ke perutnya, mengusap lembut bagian yang menonjol di sana. "Dia tidak bersalah Aka-chan, jangan membencinya. Ayo kita hadapi bersama mulai sekarang, ya?"
Kudapati matanya yang bersifat cemas namun juga berkilat yakin. "Kau … menginginkannya?"
Aku mengangguk, mengulas senyuman. "Karena dia milik kita."
Perempuan di hadapanku tersenyum kecil mendengarnya. Sosok adik kecil yang imut itu kini hilang sepenuhnya di mataku, berganti sosok yang kuat keibuan. Seorang perempuan dewasa.
Hanya satu yang aku tahu, bahwa aku harus tetap menjaganya. Bertambah satu dengan kehidupan yang tumbuh dalam rahimnya.
Anak kami.
[×××]
Dosa biarlah dosa.
Aku kini mengerti, di dunia yang tak lagi bisa diharapkan ini semuanya sama saja. Malaikat maupun iblis. Para dermawan maupun pendosa.
Akan sama-sama dimintai pertanggungjawaban atas yang mereka lakukan.
[×××]
a/n: wah, cerita yang cukup dark sebenarnya ini hahaha. tapi saya suka /bodo
ckckck, satu-satunya pula buku yang membuat saya sampai harus centang mature content :'D
shinya tadinya mau saya buat mati tapi tak tega dengan akakihara dan uhukbayinyauhuk. lalu? hubungan mereka?
iya mereka incest.
lagipun dunia owari no seraph memang sudah kacau balau jadi mau dosa bagaimanapun ya sama saja. hitung-hitung nambah populasi manusia di sana walau caranya salah /digebuk
sangat berterimakasih akibat mamah renka tidak memberi batas untuk genre apapun uwu.
ok, ok, sekian cerita yang dapat saya tulis untuk banana project ini kurang lebihnya mohon maaf. sampai ketemu lagi, dadah!
29/7/2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top