Chapter 4 : Melepas Impian

HAI! Terima kasih sudah menunggu update dari OD.

Terima kasih juga sudah memberikan dukungan yaitu vote dan komennya. Saya pinjam salah satu soundtrack film anime yg fenomenal sbg backsound. Coba putar ya :D

Happy reading loveliest !

^OD^

Pagi itu, Ae Rim membawakan jeogori dan chima baru untuk Hyeri. Hyeri melirik pakaian baru itu dengan malas. Sesuai dengan perkiraannya semalam. Malam tadi ayah dan ibunya mendapatkan tamu yang kemungkinan utusan istana. Utusan istana yang membawakan surat penunjukkan dirinya sebagai seorang selir dari Putra Mahkota.

" Agasshi, anda mau mengenakan baetsi daenggi yang mana ?" tanya Ae Rim pada nona mudanya.

Hyeri menoleh dengan malas pada Ae Rim. Begitu bangun tidur hari ini, entah kenapa Hyeri sama sekali tak bersemangat. " Pilihkan saja yang sesuai dengan pakaian itu." jawab Hyeri dengan nada suara ketus.

Ae Rim mengernyitkan dahinya. Tidak biasanya nona mudanya berkata dengan nada ketus seperti itu. Ae Rim meletakkan kotak penyimpanan hiasan kepala milik sang nona. Pelayan itu melangkah mendekati nona mudanya yang kini malah duduk kembali di dekat alas tidurnya.

" Agasshi, apa anda baik – baik saja ? Apa.. anda merasa tak enak badan ?" tanya Ae Rim hati – hati.

Hyeri menghela nafas mendengar pertanyaan dari pelayannya. " Hh. Ani. Aniya. Aku baik – baik saja,Ae Rim-ah. Sangat baik sampai aku tak bisa merasakan apapun." balas Hyeri yang kemudian menendang selimut yang tadi hendak dipakainya kembali. Gadis itu hanya mengenakan sok jeogori dan sok chima begitu selesai membersihkan diri beberapa saat yang lalu.

" Aku tak mau memakai jeogori itu,Ae Rim-ah. Ambilkan pakaian yang lain." perintah Hyeri sambil menatap tak suka kearah jeogori barunya yang berwarna hijau. Hati Hyeri terasa sakit melihat jeogori itu. Gadis itu seakan dipaksa untuk menerima takdirnya sebagai seorang selir kerajaan.

" T-tapi agasshi. Manim bilang bahwa mulai hari ini agasshi akan mengenakan jeogori berwarna hijau. Semua persiapan sudah hampir selesai, karena itu anda harus mengenakan jeogori hijau ini."

Hyeri menolehkan wajahnya pada Ae Rim. Hyeri memperlihatkan ekspresi sedih dan terlukanya pada pelayan setianya itu. " Jadi kau mendukung rencana eomoenim dan abeonim untuk menjadikanku seorang selir,oh ? Apa kau tak mengerti perasaanku sedikitpun,oh ?" setetes airmata jatuh membasahi pipi Hyeri.

" Agasshi..." Ae Rim terkejut melihat airmata jatuh dari mata nonanya. Ae Rim tak menyangka nona mudanya akan menangis dihadapannya seperti sekarang.

Hyeri mendengus dan menghapus airmatanya dengan kasar. Gadis bangsawan itu bangkit berdiri dari duduknya. Dengan sedikit kasar Hyeri mengambil jeogori dan chima yang diletakkan Ae Rim tadi.

Hyeri memakai pakaian itu seolah – olah ia hendak menjalani hukuman mati. Ketika Ae Rim hendak membantu Hyeri untuk memakai chima nya, gadis bangsawan itu menepis lembut tangan pelayannya.

" Biar aku saja sendiri. Tolong bereskan saja alas tidurku,Ae Rim-ah." Ucap Hyeri dengan nada suara pelan.

Ae Rim mengangguk dan mulai mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Hyeri. Sesekali Ae Rim melirik kearah nona mudanya. Ae Rim melihat Hyeri sesekali tengah mengusap airmatanya saat mengenakan jeogori hijau tersebut. Ae Rim entah kenapa seperti bisa merasakan rasa sedih yang dialami nona mudanya.

Agasshi, hamba berharap dalam kehidupan setelah pengangkatan sebagai selir ini anda bisa mendapatkan hidup yang bahagia. Doa Ae Rim dalam hati.

^OD^

Hyorin melihat beragam kotak yang ada diruangan ibunya. Wanita bangsawan itu tersenyum ketika melihat tumpukan kotak tersebut diruangan sang ibu. Hyorin duduk di ibunya yang sedang membuka satu persatu kotak tersebut. Nyonya Myung tersenyum pada anaknya.

" Eomeonim, apa semua ini hadiahnya ?" tanya Hyorin sambil membantu membuka salah satu kotak hadiah di dekatnya.

Nyonya Myung kembali menyunggingkan senyum manisnya. Senyum manis yang kini diwariskan pada kedua anaknya. " Ne,Hyorin-ah. Bukankah mereka semua sangat baik ? Yemul yang diberikan untuk Hyeri pun sangat cantik. Lihatlah." Nyonya Myung menyodorkan sebuah kotak yang lebih kecil pada Hyorin.

Hyorin tersenyum dan membuka kotak yang disodorkan sang ibu. Tangan Hyorin terangkat untuk menutup bibirnya yang terbuka karena terkejut. Hadiah pernikahan yang ada didalam kotak benar – benar canti. " Eomeonim. Ini..ini cantik sekali. Aku yakin sekali, uri-Hyeri akan terlihat cantik dengan perhiasan ini."

Nyonya Myung tertawa dan menganggukkan kepalanya. Nyonya Myung dan Hyorin sama sekali tak menyadari ada orang lain yang mendengarkan pembicaraan kedua wanita bangsawan itu. Hwang Hyeri berdiri dengan kesal di luar pintu ibunya. Kini ibu dan kakaknya malah asyik berbicara dan mengomentari isi kotak lainnya. Hyeri sama sekali tak peduli dengan hadiah pernikahan yang diberikan Putra Mahkota untuk meminangnya sebagai seorang selir.

Hyeri mengurungkan niatnya untuk bertemu ibunya. Gadis bangsawan itu akhirnya memilih pergi dari tempatnya berdiri tadi. Hyeri tak ingin mendengar segala sesuatu yang berhubungan dengan penunjukkan dirinya sebagai seorang selir.

Sementara itu, di dalam ruangan Hyorin dan ibunya tampak tersenyum penuh bahagia. Mereka berdua tengah menatap sebuah gaun yang akan dikenakan Hyeri nanti di hari penjemputan.

" Eomeonim, uri-Hyeri akan menjadi wanita bangsawan tercantik. Aku yakin sekali eomeonim." Ucap Hyorin sambil menatap gaun yang akan dikenakan Hyeri itu.

Nyonya Myung tidak menanggapi ucapan putri sulungnya. Sebaliknya,wanita bangsawan itu hanya tersenyum. Tak sabar menanti datangnya hari penjemputan itu. Nyonya Myung tak sabar untuk menantikan hari dimana putri bungsunya akan melepas masa lajangnya dan memulai kehidupan baru.

^OD^

Min Ji Hwan menatap lesu pakaian yang akan ia pakai dihari pernikahannya nanti. Helaan nafas panjang terdengar dari pemuda itu. Rasa sedih selalu menguasai Ji Hwan jika melihat pakaian pernikahannya itu. Bayangan gadis tanpa nama itu semakin menguat setiap kali Ji Hwan sendirian seperti saat ini.

Ji Hwan membalikkan tubuhnya. Pemuda itu merasa bahwa suasana hatinya tidak akan membaik jika ia terus berdiam diri dikamar seperti saat ini. Segera saja, Ji Hwan melangkahkan kakinya keluar kamar.

Begitu ia keluar dari bangunan yang menjadi tempat tinggalnya, Ji Hwan disambut dengan beberapa kesibukan. Beberapa pelayan rumahnya tampak mondar – mandir membawa sesuatu. Ya, para pelayan rumahnya semakin sibuk mengurusi segala hal untuk pernikahannya. Ji Hwan kembali menghela nafas. Tangan pemuda itu terangkat untuk menggaruk kepalanya yang tak gatal.

" Aish! Semua yang ada dirumah ini semakin membuatku sesak saja." Gerutu Ji Hwan dengan nada suara kesal.

Ji Hwan akhirnya memutuskan untuk pergi keluar rumah saja. Pemuda itu tak suka dengan semua kesibukan pernikahannya. Ji Hwan berpapasan dengan beberapa pelayan yang memberikan salam hormat padanya. pemuda itu membalas semua salam hormat dengan sebuah anggukan kecil. Hingga tiba – tiba,Ji Hwan mendengar ada seseorang yang memanggil dirinya.

" Doryeonim ! Doryeonim !"

Ji Hwan berhenti melangkah. Pemuda itu membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang memanggilnya. Mata Ji Hwan melihat pelayannya yang bernama Jung So sedang berlari – lari kearahnya. Dahi Ji Hwan mengernyit melihat pelayannya itu memanggil dirinya.

" Apa ada sesuatu yang penting Jung So-ya ?" tanya Ji Hwan begitu pemuda bernama Jung So itu sudah berada di depannya.

Jung So mengangguk pelan. " Ye, doryeonim. Manim tadi berpesan pada hamba bahwa doryeonim tidak diperkenankan keluar rumah hari ini."

" Tidak boleh keluar rumah ? Hah! Apa – apaan ini ?" tanya Ji Hwan dengan kesal. Matanya menatap tajam pada Jung So. " Apa yang sebenarnya eomeoni inginkan,Jung Soo-ya ?"

Jung So menundukkan kepalanya. Pemuda itu sedikit takut karena tuan mudanya memasang wajah kesal setelah mendengar pesan yang ia sampaikan." H-hamba sama sekali tak tahu,d-doryeonim. Manim berpesan seperti itu beberapa saat yang lalu sebelum pergi keluar rumah."

" Eomeoni pergi keluar rumah ?" alis Ji Hwan terangkat tinggi begitu mendengar jawaban Jung So.

" Ye,doryeonim. Manim keluar rumah beberapa saat yang lalu." Balas Jung So sambil menganggukkan kepalanya.

Senyum mengembang diwajah Ji Hwan. Pemuda itu merasa bahwa kesempatan keluar rumah terbuka bebas. Ibunya tak ada dirumah, jadi pesan yang disampaikan Jung So itu akan percuma saja.

"Ah begitu. Baiklah aku akan kembali ke kamarku,Jung So-ya. Bisakah kau membawakan camilan untukku sekarang ? Aku akan menghabiskan waktu untuk membaca buku sambil memakan camilan. Jadi,tolong bawakan aku camilan ke kamar,oh ?" perintah Ji Hwan sambil tersenyum penuh arti pada Jung So.

Jung So sedikit kaget melihat perubahan ekspresi dari tuan mudanya. Beberapa saat yang lalu tuan mudanya tampak begitu kesal karena tak bisa keluar rumah. Tapi saat ini,tuan mudanya tampak begitu ceria bahkan memintanya untuk membawakan camilan. Tak ingin ambil pusing kenapa tuannya bisa memiliki perubahan ekspresi secepat itu, Jung So menganggukkan kepalanya dan berbalik pergi.

Ji Hwan terkikik geli ketika melihat Jung So tanpa curiga sedikitpun segera berbalik pergi. Melihat Jung So melangkah pergi untuk mengambilkan camilannya, Ji Hwan tidak membuang waktu segera melesat pergi dari halaman rumahnya. Tanpa Ji Hwan tahu, Jung So ternyata menolehkan kepalanya untuk melihat apakah tuan mudanya itu benar kembali ke kamar atau tidak.

Jung So terkejut melihat Ji Hwan yang lari keluar dari halaman rumah. Segera saja,Jung So berbalik untuk mengejar tuan mudanya yang terkenal nakal. " YA! Doryeonim! Kembali ! Anda tak boleh keluar rumah ! Doryeonim ! Doryeonim!" panggil Jung So sambil berlari mengejar Min Ji Hwan yang sudah lari secepat yang ia bisa.

^OD^

Hwang Hyeri menundukkan wajahnya sepanjang ia berjalan melewati pasar. Gadis bangsawan itu sama sekali tak mempedulikan sekitarnya. Hyeri terus berjalan tanpa tentu arah. Gadis itu terus berjalan sampai tanpa sadar, kakinya membawa Hyeri menuju toko penjahit Hyang Wol.

Hyeri berhenti melangkah. Gadis itu menolehkan wajahnya kearah tempat dimana Hyang Wol akan memajang pakaian yang dibuatnya. Dahi Hyeri mengernyit melihat hwarot indah yang kemarin dipajang sudah tidak ada ditempatnya. Seketika dahi Hyeri langsung berdenyut sakit. Hyeri tersenyum sedih. Menyadari bahwa hwarot indah itu pasti sudah diambil oleh keluarga Eun Kyung.

Min Ji Hwan tersenyum ketika matanya menangkap gadis tak bernama berdiri tak jauh dari dirinya. Segera saja, Ji Hwan melangkah mendekati gadis itu. Ji Hwan tersenyum ketika akhirnya ia sudah berdiri tepat disebelah gadis tanpa nama itu. Jantung Ji Hwan kembali berdegup lebih kencang ketika ia berdiri disampingnya.

" Sepertinya langit selalu ingin mempertemukan kita tanpa sengaja,agasshi." ucap Ji Hwan sambil menatap kearah toko pakaian Hyang Wol.

Hyeri terkejut ketika ia mendengar suara yang ia kenali ada disebelahnya. Segera saja, gadis itu menoleh dan menemukan Min Ji Hwan berdiri disebelahnya. " D-doryeonim." Ucap Hyeri dengan suara pelan.

Ji Hwan membalikkan tubuhnya agar bisa berhadapan dengan Hyeri. Senyum mengembang diwajah Ji Hwan ketika menatap gadis yang ia sukai itu. " Senang bertemu denganmu lagi,agasshi. Apa yang agasshi lakukan disini ? Mengagumi pakaian dari penjahit Hyang Wol ?"

Hyeri merasakan pipinya menghangat. Entah kenapa, Hyeri kembali merasakan perasaan canggung setiap kali bertemu dengan Ji Hwan setelah kejadian kemarin. Hyeri segera menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah. " Ah b-begitulah. Aku kemari ingin melihat hwarot yang kemarin dipajang Hyang Wol agasshi disini. hwarot tersebut sangat indah." Jawab Hyeri dengan suara sangat pelan.

" Ah benar sekali. Kemarin aku juga melihat hwarot cantik disini. Ho, tampaknya hwarot tersebut sudah dikirim ke pemiliknya." Balas Ji Hwan sambil menoleh kearah tempat yang kemarin diisi oleh hwarot yang dipajang Hyang Wol di tokonya.

Hati Hyeri berdenyut sakit menengar balasan dari Ji Hwan. Hyeri tak bisa membayangkan ketika hwarot cantik itu akan dipakai Eun Kyung dihari pernikahannya nanti. Terlebih calon suami dari sahabatnya itu adalah pemuda yang kini ada dihadapan Hyeri saat ini.

" Y-ye sepertinya memang sudah diambil oleh pemiliknya,doryeonim."

Ji Hwan menoleh kearah Hyeri sambil tersenyum. Tapi senyuman diwajah Ji Hwan itu sedikit memudar. Matanya yang sejak tadi hanya tertuju pada wajah gadis di depannya, tak memperhatikan warna pakaian yang dikenakan gadis itu. Jantung Ji Hwan terasa sesak. Gadis tak bernama itu mengenakan jeogori berwarna hijau. Tanda mutlak bahwa gadis ini sudah bertunangan atau lebih parahnya adalah sedang menghitung hari pernikahan.

Ji Hwan terdiam sesaat. Jika gadis tak bernama itu tengah menanti pernikahannya, apakah mungkin gadis itu adalah calon istrinya ?. Ribuan kupu – kupu terasa menggelitik perut Ji Hwan setelah ia memikirkan hal ini. Ji Hwan menguatkan tekadnya untuk bertanya. Mungkin saja gadis ini adalah calon istrinya.

" Agasshi, tampaknya kau sudah bertunangan atau mungkin sedang menanti hari pernikahanmu ? Aku lihat agasshi sudah mengenakan jeogori hijau. Apakah benar tebakanku ini ?" tanya Ji Hwan sambil menahan senyuman diwajahnya.

Hyeri mengangkat wajahnya. Gadis itu merasa sakit hati dan sedih. Ternyata Ji Hwan sudah menyadari warna pakaian yang ia kenakan. Hyeri berusaha menyunggingkan senyum tulusnya. " Ne,doryeonim. Sebentar lagi aku akan masuk istana untuk menjadi selir dari wangseja jeoha."

Ji Hwan benar – benar tertohok mendengar jawaban yang diberikan gadis di depannya. Gadis yang ia sukai ini sebentar lagi akan menjadi salah satu wanita dari calon penguasa negeri ini. Ji Hwan merasakan dunianya runtuh saat ini juga. Senyuman yang tersungging diwajah gadis itu terlihat begitu menyakitkan dimata Ji Hwan.

" Benarkah itu ? Wah aku tak menyangka kau salah satu gadis beruntung yang akan tinggal di istana. Jadi, kabar angin yang pernah kudengar itu tidak salah. Ada seorang gadis bangsawan yang akan mendapatkan anugrah dari seja jeoha untuk menjadi selirnya." Balas Ji Hwan dengan nada seriang mungkin. Pemuda itu tengah berusaha menguatkan hatinya.

Hyeri menundukkan wajahnya sambil tersenyum pahit. Bagi orang – orang masuk istana mungkin akan terdengar seperti suatu impian. Tapi, bagi Hyeri itu seperti mimpi buruk. Hyeri merasa hidupnya nanti di istana hanya akan dikelilingi oleh orang – orang yang sama sekali tak ia kenal. Tidak akan ada ayah, ibu dan kakaknya disana.

Hyeri pernah mendengar sebuah cerita tentang seorang gadis bangsawan yang masuk istana sebagai selir. Pada awal masuk istana, gadis bangsawan itu memang merasa senang karena selir itu mendapat perhatian dan kasih sayang begitu besar dari sang Raja. Tapi, perhatian dan kasih sayang itu ternyata awal mula kesedihan yang terjadi dalam hidup si selir itu.

Ratu yang marah karena Raja lebih memperhatikan si selir, akhirnya memberikan hukuman pada si selir. Si selir dianggap telah memonopoli kasih sayang Raja dan tidak mau berbagi dengan Ratu dan selir lainnya. Tidak cukup sampai disitu, si selir kesayangan raja itu akhirnya dituduh melakukan pembunuhan pada ibu dari raja. Si selir akhirnya dihukum mati.

Hyeri tersenyum sedih sekali lagi ketika membayangkan kehidupannya kelak di istana akan seperti apa. Rasa sedih,bingung dan pasrah kini berbaur dalam hati Hyeri. Entah bagaimana Hyeri akan melanjutkan hidupnya setelah hari penjemputan nanti. Hyeri menengadahkan wajahnya untuk menatap langit joseon yang terlihat sangat cerah dan indah sore ini.

Ji Hwan memperhatikan gerak – gerik gadis tak bernama itu dalam diam. Hanya melihat gadis itu saja Ji Hwan sudah merasa senang bukan main. Tapi, mengetahui bahwa takdir mereka sangat menyedihkan mau tak mau membuat Ji Hwan merasa sesak sekali lagi.

" Agasshi, apa kau ingin menghabiskan waktu bersamaku untuk terakhir kalinya ?" tanya Ji Hwan secara tiba – tiba.

Hyeri menolehkan wajahnya pada Ji Hwan dengan dahi mengernyit. Gadis itu sama sekali tak mengerti dengan maksud ajakan dari Ji Hwan. "Ye ?"

Ji Hwan tersenyum manis. Pemuda itu merasa seperti ia dibawa kembali ke festival lampion waktu itu. Malam dimana Ji Hwan bertemu gadis tak bernama ini. Sekali lagi, tanpa ingin mengetahui jawaban dari gadis bangsawan disebelahnya, Min Ji Hwan sudah menarik lebih dulu tangan gadis itu.

" Ayo. Kita habiskan waktu bersama hanya untuk hari ini. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Setidaknya ayo kita ukir sebuah kenangan berharga." Ucap Ji Hwan sambil mengajak gadis tak bernama itu berlari bersama.

Hwang Hyeri hanya bisa berlari mengikuti arah Ji Hwan berlari. Gadis bangsawan itu seperti dibawa ke malam festival lampion, dimana ia dan Ji Hwan berlari seperti ini untuk mengejar waktu pelepasan lampion bersama. Tanpa Hyeri sadari, sebuah senyuman terbit diwajah cantiknya. Hwang Hyeri menikmati alur berlari yang diarahkan oleh Min Ji Hwan.

^OD^

Sore itu, Hwang Hyeri benar – benar menghabiskan waktu bersama dengan Min Ji Hwan. Mereka mengelilingi pasar bersama. Min Ji Hwan membelikannya ubi manis yang mereka makan bersama. Baik Hyeri ataupun Ji Hwan terlihat asyik menghabiskan waktu bersama. Keduanya, benar – benar melupakan status baru yang akan mereka sandang beberapa hari lagi.

Langkah Hyeri tiba – tiba terhenti ketika ia melihat seorang pedagang hiasan. Matanya berbinar melihat berbagai macam hiasan rambut dan pakaian yang berjejer rapi. Melihat gadis tak bernama itu berhenti dan asyik melihat – lihat hiasan yang dijual, membuat Ji Hwan pun menghentikan langkahnya. Pemuda itu tampak asyik memperhatikan senyum diwajah Hyeri yang sedang memilih hiasan rambut.

Min Ji Hwan kemudian menemukan sebuah binyeo perak yang cantik. Tangan pemuda itu kemudian mengambil dan memperhatikan sejenak bentuk binyeo tersebut. Binyeo perak itu terlihat cantik dihiasi beberapa bebatuan berwarna – warni. Tidak terlihat ramai, tapi sangat cantik.

Ji Hwan mengangkat binyeo itu dan melirik kearah gadis tak bernama yang kini sudah membungkus beberapa hiasan pakaian. Ji Hwan kembali tersenyum. Binyeo itu terlihat sangat cantik jika dikenakan oleh gadis disebelahnya itu. Meskipun Ji Hwan tidak akan pernah melihat bagaimana binyeo itu menghiasi sanggul rambut gadis itu nanti, tapi Ji Hwan merasa binyeo tersebut sangat cocok untuk gadis disebelahnya. Segera saja Ji Hwan menyerahkan binyeo tersebut untuk dibungkus kepada si pedagang.

Hyeri memperhatikan bahwa Ji Hwan membeli sebuah binyeo di pedangan tersebut. Hati gadis itu berdenyut sakit. Sakit karena pemuda itu pasti membelikan hiasan rambut tersebut untuk istrinya kelak. Hyeri menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan raut wajahnya yang sedih sambil menunggu Ji Hwan membayar barang yang dibelinya.

Hyeri tersentak kaget ketika ia merasakan tangannya digenggam. Hyeri menoleh dan menemukan Min Ji Hwan tengah tersenyum sambil menggenggam tangannya. Bukannya protes atas tindakan tak sopan dari Ji Hwan, Hyeri hanya bisa terpana dan diam karena melihat senyuman manis diwajah Ji Hwan.

" Aku ingin mengajakmu ke sebuah tempat. Aku yakin kau akan sangat menyukainya. Ayo kita kesana sebelum hari terlalu gelap."

Sekali lagi, Hyeri hanya bisa tersenyum pasrah ketika Ji Hwan menariknya pergi. Gadis bangsawan itu tidak mempedulikan bahwa ia tengah menghabiskan waktu dengan calon suami dari sahabatnya.

^OD^

https://youtu.be/9PVG8XCQK0o

Matahari senja terlihat sangat indah dari bukit ini. Mata Hyeri berbinar melihat pemandangan matahari terbenam dari tempat yang cukup tinggi ini. Angin yang menerpa wajah Hyeri sama sekali tak membuat gadis itu melepaskan pandangannya dari matahari yang akan terbenam. Pemandangan yang benar – benar indah.

Sementara itu, Min Ji Hwan hanya berdiri disebelah gadis itu. Mata Ji Hwan sama sekali tak menatap pemandangan matahari terbenam. Pemandangan yang lebih indah menurut Ji Hwan adalah wajah gadis cantik yang berdiri disebelahnya. Ji Hwan menyukai binar rasa senang yang tampak dimata gadis itu. Gadis itu terlihat cantik ditambah dengan semburat cahaya jingga dari matahari terbenam yang sedang mereka lihat.

" Apa kau menyukainya,agasshi ?" tanya Ji Hwan tanpa melepaskan pandangannya dari gadis disebelahnya itu.

Hyeri menoleh dan tersenyum. "Ne,doryeonim. Terima kasih sudah membawaku melihat pemandangan indah sore ini. Ini benar – benar indah. Aku tak akan pernah melupakan kejadian hari ini. Sekali lagi terima kasih." Balas Hyeri sambil memperlihatkan wajah bahagianya.

Melihat raut kebahagiaan terpancar dari wajah gadis yang disukainya, Min Ji Hwan mau tak mau ikut tersenyum. " Syukurlah kalau kau menyukainya,agasshi. Aku juga tidak akan pernah melupakan kejadian hari ini. aku akan terus mengingat kejadian ini di dalam hatiku yang terdalam. Hari dimana aku menghabiskan waktu bersama orang yang aku sukai."

Hyeri terdiam mendengar kata – kata dari Min Ji Hwan. Meskipun Hyeri sudah tahu bahwa Ji Hwan menyukainya disaat Hyeri menemui Ji Hwan dirumahnya. Tapi, mendengar kembali kata – kata Ji Hwan yang mengutarakan perasaannya membuat jantung Hyeri kembali berdegup kencang. Hwang Hyeri hanya bisa saling bertatapan dengan Min Ji Hwan ditengah sorotan matahari senja.

" Aku menyukaimu. Sangat menyukaimu,agasshi. Jangan tanyakan alasan kenapa aku bisa menyukaimu. Karena aku juga tak tahu alasannya dan sejak kapan perasaan ini muncul." Ucap Ji Hwan sambil menatap tepat kearah manik mata gadis di depannya.

Hyeri kehilangan kata – kata mendengar pengakuan Ji Hwan. Rasa senang bercampur rasa sedih kini tengah menyelimuti hari Hwang Hyeri. Senang karena perasaannya berbalas dan sedih karena pemuda di depannya ini tidak akan pernah Hyeri miliki.

Ji Hwan kembali menyunggingkan senyumannya ketika melihat gadis didepannya hanya diam. Tangan pemuda itu kemudian merogoh sesuatu dari kantung jeogori lengannya. Min Ji Hwan mengambil binyeo perak yang tadi dibelinya dan menyerahkan binyeo tersebut pada gadis yang ia sukai.

Hyeri terkejut ketika Ji Hwan menyerahkan binyeo yang ada ditangannya pada Hyeri. Hyeri benar – benar tak mengerti dengan maksud Ji Hwan memberikan hiasan rambut itu pada dirinya. Hyeri mengira Ji Hwan memberikan binyeo itu untuk istrinya kelak. Tapi, kenapa sekarang diberikan pada dirinya ?

" D-doryeonim, apa maksud dari semua ini ?" tanya Hyeri pada Ji Hwan dengan tatapan tak mengerti.

Ji Hwan mengambil tangan gadis tak bernama itu dan meletakkan binyeo tersebut ditelapak tangan gadis itu. Ji Hwan kemudian menatap lekat – lekat wajah gadis yang ia sukai itu. " Anggap saja ini hadiah dari seorang pemuda yang menyukaimu. Meskipun aku tahu, aku sudah bertunangan. Begitu pula denganmu yang sebentar lagi akan masuk istana. Tapi, izinkan aku memberikan hadiah ini agar kau bisa mengingatku. Seorang pemuda yang menyukaimu dengan tulus. Aku harap agasshi tidak merasa tersinggung dengan sikapku ini. Meskipun aku tidak pantas mengatakan ini, tapi tolong agasshi harus menerima binyeo ini. Aku tidak hanya sekedar memberikan binyeo padamu, tapi aku menyerahkan hatiku padamu,agasshi. tolong kau menerimanya." Ucap Ji Hwan dengan nada suara yang sarat dengan kesedihan.

Hati Hyeri terluka mendengar ucapan dari Ji Hwan. Sekuat tenaga gadis itu menahan tangisnya. Ingin sekali Hyeri berteriak betapa tidak adilnya segala yang terjadi dalam hidupnya. Tapi, tiba – tiba bayangan wajah Eun Kyung muncul dipikiran Hyeri. Bayangan wajah bahagia Eun Kyung yang akan menikah malah membuat Hyeri merasakan sakit jika harus menerima binyeo dari Ji Hwan. Terlebih, pemuda itu mengatakan bahwa binyeo ini bukan sekedar binyeo, melainkan hati dari pemuda didepannya.

Hyeri tersenyum pahit. Tentu akan sangat menyakitkan bagi Eun Kyung jika mengetahui suaminya mencintai dirinya, sahabatnya sendiri. Dengan perasaan hancur, Hyeri berusaha meneguhkan hatinya. Gadis itu kini menarik tangan Ji Hwan dan meletakkan kembali binyeo tersebut ditangan Ji Hwan. Hwang Hyeri tidak ingin mengkhianati sahabatnya, Jo Eun Kyung. Hyeri tidak ingin merasakan hal yang sama jika ia harus berada di posisi Eun Kyung.

Ji Hwan terkejut melihat gadis itu mengembalikan binyeo yang diberikan kepadanya. " Agasshi..." Ji Hwan tak bisa berkata – kata ketika mendapatkan kembali binyeo itu ditangannya.

" Aku mohon anda tak merasa tersinggung dengan sikapku ini,doryeonim. Tapi, aku merasa tak enak pada calon istrimu jika kau memberikan benda ini padaku."

" Jika kau tak merasa nyaman dengan semua ucapanku tadi. Anggap saja hadiah ini sebagai hadiah perpisahan dariku,agasshi. Aku mohon terimalah hadiah ini."

Hyeri kembali tersenyum dan menggelengkan kepalanya. " Jika memang ini hadiah, aku akan menerimanya. Tapi, aku tetap akan mengembalikan hadiah ini pada doryeonim. Tadi doryeonim memberikan ini sebagai hadiah perpisahan. Anggap saja ini hadiah dariku sebagai hadiah pernikahan untuk calon istri anda. Aku mohon berikan binyeo ini pada istrimu kelak,doryeonim. Aku yakin ia pasti sangat cantik mengenakan binyeo ini." ucap Hyeri sambil membayangkan Jo Eun Kyung mengenakan binyeo perak ini.

Ji Hwan memandangi binyeo yang ada ditangannya dengan hati hancur. Pemuda itu benar – benar merasakan bahwa dunianya runtuh. Meskipun begitu, Ji Hwan mengerti dengan permintaan dari gadis di depannya. Ji Hwan menegakkan kembali tubuhnya dan menatap kearah gadis tak bernama itu.

" Baiklah. Jika itu kemauan dari agasshi,maka aku akan menghadiahkan binyeo ini pada calon istriku nanti. Tapi, karena agasshi sudah memberikan kembali hadiah ini padaku. Aku akan memberikan hadiah lain pada agasshi sebagai hadiah perpisahan kita."

Sebelum Hyeri selesai mencerna kata – kata dari Min Ji Hwan, pemuda itu sudah melangkah mendekat pada Hyeri. Tanpa Hyeri bisa cegah, Min Ji Hwan sudah menempelkan bibirnya tepat di bibir Hyeri. Mereka berciuman dibawah matahari senja hari itu.

Hyeri memejamkan matanya mendapatkan perlakuan seperti itu dari Ji Hwan. Ketika Ji Hwan melepaskan ciuman mereka, Hyeri hanya bisa menatap Ji Hwan tanpa mengatakan apapun. Tapi, setetes airmata jatuh dari salah satu sudut mata Hyeri. Setetes airmata yang mewakili perasaan Hyeri atas semua kejadian dalam hidupnya.

Ji Hwan tersenyum pada gadis yang baru saja ia cium. Ketika melihat setetes airmata jatuh di pipi gadis itu, tangan Ji Hwan terangkat untuk menghapusnya. Perlahan, Ji Hwan menarik gadis itu kedalam pelukannya. Pemuda itu berusaha menahan rasa sakit dalam dadanya. Ji Hwan berusaha menyampaikan perasaannya dalam pelukan tersebut.

^OD^

Hwang Hyeri berjalan bersisian dengan Min Ji Hwan. Mereka memutuskan untuk segera pulang karena sebentar lagi langit akan gelap. Mereka berjalan dalam diam, tidak ada percakapan yang terjadi selama perjalanan menuruni bukit. Tepat ketika Hyeri akan mengambil langkah terakhir untuk menuruni bukit, Hyeri kehilangan sedikit keseimbangannya.

" AW !" Hyeri meringis karna terjatuh.

Ji Hwan terkejut melihat Hyeri terjatuh seperti itu. Buru – buru, Ji Hwan mendekati gadis itu dan berjongkok disebelahnya. " Agasshi, kau baik – baik saja ? Apa ada yang terasa sakit ?"

Hyeri tersenyum meskipun kakinya sedikit sakit karena sepertinya ada sebuah batu yang menekan kakinya. " Aku baik – baik saja,doryeonim."

" Maaf karna lancang berbuat seperti ini. Tapi aku akan memeriksa kakimu sebentar,agasshi." Ji Hwan meminta izin untuk meluruskan kaki gadis itu.

Dengan lembut, Ji Hwan melepaskan sepatu yang dikenakan gadis itu. Terdapat bercak merah pada boseon yang dikenakan gadis itu. Ji Hwan mengangkat wajahnya untuk menatap gadis itu. " Kakimu sedikit terluka. Ada baiknya kita harus membersihkannya lebih dulu. Aku akan menggendongmu menuju sebuah aliran sungai yang tak begitu jauh dari sini. Kau tahu ? Sungai kecil tempat kita bertemu beberapa hari lalu ?" tanya Ji Hwan meminta persetujuan gadis itu.

Hyeri terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk. Hyeri tak ingin mengambil resiko bahwa luka kecil itu akan membuat kakinya terlihat buruk nanti. Atas permintaan Ji Hwan, Hyeri pun terpaksa menaiki punggung Ji Hwan. Mereka berdua menuruni bukit bersama. Mereka berdua menuju sebuah sungai kecil yang letaknya tak jauh dari bukit dengan Hyeri berada dalam gendongan Ji Hwan.

Begitu mereka tiba di sungai kecil yang berada dekat pasar. Ji Hwan dengan hati – hati menurunkan gadis itu dan mendudukkannya disebuah batu cukup besar. Dengan lembut, Ji Hwan melepaskan boseon yang dikenakan gadis itu. Tak lupa Ji Hwan juga membasahi sapu tangan yang dibawanya dengan air sungai. Pemuda itu kemudian membersihkan luka yang ada pada kaki gadis itu.

Hyeri merasa tak nyaman mendapatkan perlakuan seperti itu dari Ji Hwan. Beberapa kali, Hyeri terlihat menolak mendapatkan perlakuan itu. Tapi, Ji Hwan tetap memaksa untuk membantu. Akhirnya, Hyeri pasrah dan membiarkan Ji Hwan untuk membersihkan lukanya.

Begitu selesai membalut luka gadis itu dengan beberapa tanaman obat yang ditemukan. Ji Hwan memakaikan kembali boseon ke kaki gadis yang terluka itu. Ji Hwan mengangkat wajahnya dan tersenyum pada gadis itu.

" Sudah selesai. Lukamu sudah aku berikan obat. Dirumah nanti, kau hanya perlu mengganti tanaman obat yang aku tempel di lukamu,agasshi."

Hyeri menganggukkan kepalanya sedikit canggung. " Ah y-ye. Terima kasih,doryeonim. Maaf sudah merepotkanmu. Aku tak tahu harus membalasnya dengan cara apa." balas Hyeri sambil menyunggingkan senyum kaku.

Ji Hwan tertawa kecil melihat tingkah gadis di depannya. " Tidak masalah buatku,agasshi. Semua ini sama sekali tak merepotkan."

" Tapi aku sudah membuat doryeonim merasa susah. Doryeonim bahkan harus menggendongku menuruni bukit. Aku menjadi merasa bersalah dan tak enak padamu. Aku tak tahu harus bagaimana membalas kebaikanmu." Hyeri lagi – lagi menundukkan kepalanya karena malu.

Ji Hwan kembali tertawa kecil melihat tingkah gadis cantik didepannya. Jari Ji Hwan terulur untuk mengangkat dagu gadis itu. " Jika kau ingin membalas kebaikanku, maukah kau memberitahukan namamu,agasshi ?" tanya Ji Hwan sambil menatap tepat manik mata gadis itu.

" Hyeri. Namaku Hyeri." Ucap Hyeri pada Ji Hwan.

" Nama yang cantik. Tapi, kau tak memberitahuku nama keluargamu."

Hyeri tertawa kecil. " Pentingkah itu,doryeonim ? Kau kan tadi bertanya namaku, bukan nama keluargaku. Jadi aku memberitahukan namaku." Balas Hyeri.

Ji Hwan tertawa mendengar jawaban cerdas dari Hyeri. " Baiklah. Kau benar Hyeri agasshi. Kau memang memberitahukan namamu tanpa memberitahu nama keluargamu. Tapi itu tidak masalah. Karena setidaknya aku mengetahui namamu. Aku akan mengingat namamu dalam hatiku,Hyeri-ah." Ucap Ji Hwan sambil menatap tepat kearah dua manik hitam milik Hyeri.

" Doryeonim, bolehkah aku memberikanmu hadiah perpisahan dan terima kasihku karena sudah menolongku hari ini ?" tanya Hyeri tiba – tiba ketika sedang dipandangi begitu lekat oleh Ji Hwan.

Alis Ji Hwan terangkat mendengar pertanyaan dari Hyeri. Tapi, karena Ji Hwan ingin bersikap adil. Maka pemuda itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya. " Aku akan menerimanya dengan senang hati,Hyeri agasshi."

Hyeri tersenyum. Dan dengan cepat Hyeri menundukkan wajahnya untuk mencium Ji Hwan tepat di bibirnya. Lagi – lagi setetes airmata jatuh dari salah satu sudut mata Hyeri. Begitu Hyeri menegakkan tubuhnya lagi, Ji Hwan malah menarik lagi Hyeri ke dalam pelukannya. Sekali lagi, Ji Hwan membalas mencium Hyeri dibibir, tapi kali ini mereka berciuman dengan airmata yang berlinang. Baik Hyeri ataupun Ji Hwan sama – sama menangis.

Mereka berdua menangis untuk melepaskan impian mereka. Impian untuk hidup bersama orang yang mereka cintai. Sekali lagi, dibawah langit senja, mereka berdua berusaha mengikhlaskan harapan terbesar mereka yang ditulis pada lampion harapan di festival lampion.

^OD^

Malam itu, Jo Eun Kyung lagi – lagi berdiam diri dikamar. Setelah kemarin pergi keluar dari rumah menjelang pernikahannya, ibunya, Nyonya Kim, tak memperbolehkan Eun Kyung keluar rumah selama beberapa hari ini. Hal itu membuat Jo Eun Kyung terus berada di dalam kamarnya.

Eun Kyung menatap sebuah gaun yang disimpan dikamarnya. Gaun tersebut baru saja dikirim kerumahnya. Eun Kyung akui, gaun tersebut sangat indah tapi entah kenapa Eun Kyung merasa bahwa gaun itu akan mengubah hidupnya. Gaun yang akan merenggut segala kebebasan yang dimilikinya saat ini.

Eun Kyung bangkit berdiri untuk mengelus gaun cantik itu dengan tangannya. Kain sutra halus terasa dibawah telapak tangan Eun Kyung. Sebuah senyuman tersungging diwajah gadis bangsawan itu. Eun Kyung memang selalu mendapatkan yang terbaik dalam hidupnya. Tapi, untuk kali ini entah kenapa Eun Kyung merasa bahwa hidupnya terasa terkekang. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Jo Eun Kyung tidak menginginkan sebuah status tinggi.

Jo Eun Kyung tak menginginkan status tinggi yang sebentar lagi akan ia dapatkan. Eun Kyung sedikit heran kenapa dirinya bisa merasa seperti ini ketika hari yang ditunggunya akan tiba sebentar lagi. Euforia akan mendapatkan status tinggi yang ia rasakan saat tiba di Joseon ketika ia pulang dari Qing,menguap entah kemana. Kini, yang dirasakan oleh Eun Kyung hanyalah perasaan sedih dan terbebani.

Jo Eun Kyung jatuh terduduk sambil memandangi gaun cantik miliknya. Gadis bangsawan itu menangis tanpa suara. Merasakan perasaan tersiksa dari status keluarganya dan juga status tingginya nanti. Malam itu, Jo Eun Kyung menangis pedih. Eun Kyung menangisi takdirnya yang begitu berat.

^OD^

Note : seorang pemuda yang memberikan perhiasan seperti binyeo, garakji (cincin ganda)pada seorang gadis, memiliki arti bahwa pemuda tersebut menyukai gadis itu. itulah sebabnya, di dinasti Joseon, pemuda akan memberikan hadiah binyeo atau garakkji sebagai tanda melamar seorang gadis.

^OD^

Korean Glossary

Agasshi : sebutan untuk nona muda dari keluarga bangsawan.

Manim : Nyonya, sebutan untuk seorang wanita bangsawan yang sudah menikah

Sok jeogori : jeogori dalam berwarna putih yang berfungsi sebagai pakaian dalam sebelum memakai jeogori luar

Sok chima : rok dalam berwarna putih yang berfungsi sebagai pakaian dalam sebelum memakai chima luar

Jeogori : hanbok bagian atas

Binyeo : (비녀) sebuah tusuk konde yang dimasukkan ke dalam disanggul untuk menahan rambut serta untuk menunjukkan status pemakainya. Apakah seorang wanita bangsawan,atau seorang keluarga kerajaan.

Wangseja jeoha : gelar dari Putra Mahkota/Pangeran Penerus dalam bahasa korea. Bisa diartikan sbg Yang Mulia Putra Mahkota/Pangeran Penerus. (His Royal Highness Crown Prince/ Prince Successor)

Doryeonim : Tuan Muda. Sebutan yang digunakan pada tuan muda dari keluarga bangsawan.

Uri-: kata partikel yang digunakan untuk menyatakan kepemilikan

Eomeonim : Ibu

Abeonim : Ayah

Hwarot : (활옷) diperuntukkan bagi putri sebagai pakaian ritual pernikahan. Pakaian ini juga digunakan oleh keluarga bangsawan sebagai lapisan atas untuk pengantin wanita selama upacara pernikahan.

Baetsi daenggi : Sebuah hiasan kepala yang diletakkan di bagian tengah kepala yang kemudian ikatannya disatukan dengan kepangan rambut. Biasanya dikenakan oleh gadis bangsawan yang belum menikah.

Boseon : kaus kaki putih yang dikenakan pria ataupun wanita

^OY^

Satu chapter lagi maka OD resmi tamat,readers :D

Apa ada yang mengharapkan sesuatu terjadi pada chapter terakhir OD ini ?

Tinggalkan vote dan komen sbg bentuk dukungan pada saya. Semoga sabar menunggu ya chapter terakhir dari OD ini.

See you soon!

Love,

reriezdiefa_djo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top