🍁ー木枯らし 02
Ine, Kyoto, 23 November, tahun berikutnya
ー🍁🍁🍁ー
Satoru membuka mata, terperanjat bangun dari tidurnya. Nafasnya terengah-engah dengan keringat membanjiri pelipis, menetes ke selimut serta tangan walau suhu saat ini tidaklah dingin sama sekali.
Mimpi gumam Satoru dalam hati. Itu hanya mimpi, bukan apa-apa, hanya mimpi beonya sekali lagi dalam hati, yang sebenarnya lebih mirip dengan seseorang yang sedang meyakinkan diri sendiri.
Cahaya matahari belum sepenuhnya memenuhi kamar, hanya sedikit-sedikit terlihat dari balik celah pohon di dekat jendelanya. Satoru menatap jam dinding di ujung kamar hanya untuk menyadari kalau ini baru pukul setengah empat pagi. Sang surai putih meringis pelan, kembali menjebabkan dirinya ke kasur empuk berlapis selimut tebal.
Sudah hampir setengah tahun ia pindah dari berisiknya metropolitan Tokyo. Satoru sebenarnya cukup terkejut ketika dia menyadari kalau kota yang ditempatinya pada hari itu adalah Kota Ine, yang mana hanya bisa ditempuh oleh kereta dan jalan antarkota nasional dengan jarak tempuh berkilometer jauhnya. Walau dengan keterkejutannya, Satoru bisa beradaptasi dengan sangat baik. Tidak butuh waktu lama baginya untuk menyesuaikan diri dengan dialek berbeda, tempat yang berbeda, juga dengan lingkungannya yang sangat amat berbeda. Dua bulan setelah Satoru pindah, dia berhasil mendapatkan teman, juga pekerjaan sampingan dengan upah cukup untuk kehidupan sehari-harinya.
Saat pertama datang, Satoru membeli sebuah rumah. Rumahnya tak terlalu besar seperti rumah keluarganya di Tokyo. Rumah yang dibelinya adalah sebuah rumah berlantai dua dengan balkon menghadap langsung ke arah lautan. Luasnya hanya 121.7 meter kubik dengan ruang televisi, kamar mandi kering, dan dapur di lantai satu, sedangkan lantai dua digunakan sebagai tempat menjemur pakaian dan kamar tidur. Mobil miliknya ia parkir di depan pagar rumah, menghadap langsung ke jalan utama.
Setelah beberapa bulan menabung, Satoru juga akhirnya berhasil membeli satu toko berlantai satu di jalan utama kota Ine. Toko yang dibeli Satoru awalnya adalah toko alat tulis, namun karena alasan tertentu toko itu akhirnya tutup dan bangunannya kembali di jual. Tidak lama setelahnya, Satoru membeli toko bekas tersebut dengan harga yang di tawar lebih rendah. Toko itu kini menjadi toko barang antik.
Sebenarnya menjadi pemilik toko barang antik adalah cita-cita terpendam Satoru sejak lama. Sewaktu ia masih menjadi murid Sekolah Dasar, Satoru sering melewati jejeran toko-toko yang mana salah satunya terdapat toko barang antik.
Bisa dibilang Satoru jatuh cinta pada toko itu. Selain karena pemiliknya yang ramah, toko barang antik tersebut juga menyediakan banyak hal-hal menarik. Sayangnya mimpi itu harus pupus tertunda karena banyaknya ekspetasi kepada seorang Gojo Satoru. Semua orang memandangnya sebagai anak yang tak boleh gagal, karena ia adalah seorang Gojo. Walau akhirnya Satoru di anggap sebagai anak bandel hanya karena ia tak mau mengikuti peraturan yang telah tetap di keluarganya. Padahal, seorang anak bandel bukan seperti itu. Satoru sebenarnya hanya ingin bebas dari segala macam tuntutan dan ekspetasi, sayangnya karena ia sedikit saja keluar dari jalur, orang-orang mengecapnya berbeda.
Tapi toh, semua di masa lalu 'kan? Kini Satoru sudah bebas hampir sepenuhnya. Satoru berhasil mendirikan toko barang antik, ia berhasil hidup mandiri tanpa harus bersujud meminta uang di bawah dua orang diktator dengan label orang tua. Satoru pun sudah sangat muak berada bersama mereka, seperti tenggelam di lautan tanpa tabung udara, rasanya sesak. Psikiaternya juga sudah berkali-kali memperingatkannya untuk tidak terlalu memikirkan atau ia akan berakhir seperti ini, ketakutan dan kesulitan untuk bernapas.
Satoru perlahan memposisikan kedua tangannya seperti bentuk silang. Ia kemudian menepuk-nepuk pundaknya dengan ritme pelan sambil berbisik tidak apa-apa berulang kali. Perlahan-lahan denging kencang di sekitarnya memudar dan Satoru pun kembali mengingat bagaimana caranya bernafas. Dengan satu hembusan pelan, Satoru mengakhiri tepukan di bahunya.
Jam di kamarnya menunjukkan pukul tiga dini hari. Suara ayam dari halaman belakang rumah Yaga yang hanya terpisahkan oleh jalan seluas tiga meter dari rumah Satoru, atau kanal air di ujung jalan juga masih belum terdengar. Mungkin ini terlalu pagi, pikir Satoru dalam hati. Jadilah ia kembali menarik selimut, mengubah posisi berkali-kali sampai akhirnya kembali terlelap ke alam mimpi.
ー🍁🍁🍁ー
Kali ini Satoru bangun karena dering alarm keras dari ponselnya. Dengan keadaan setengah sadar, Satoru meraih ponsel miliknya yang ia letakkan di sebelah bantalnya. Sdikit mengintip, Satoru menyadari kalau ia sudah tidur lebih dari cukup. Ia sudah bisa mendengar suara ayam-ayam dari pertenakan Yaga, juga sudah mendengar bunyi air yang mengalir dari kanal.
Setelah beberapa detik mengucek matanya, Satoru berjalan pelan menuju kamar mandi. Sesekali si lelaki menguap sambil menggaruk perut, pantat, atau rambutnya secara bergantian. Kalau saja wajahnya tidak tampan, Satoru pastinya akan terlihat seperti seorang hikikamori yang baru saja bangun tidur saat ini. Ia sedikit terselamatkan dari pandangan sinis para wanita yang sedang mengerubungi truk sayur di depan rumahnya.
Butuh waktu setidaknya lima menit bagi Satoru untuk selesai bersiap-siap, bersamaan dengan perginya truk sayuran dengan bunyi klakson khas dari kendaraan beroda empat tersebut. Satoru melambaikan tangannya ke arah supir truk yang bahkan tidak menoleh ke arahnya. Supir truk sayur tadi hanya melengos pergi begitu saja dengan dagangannya yang sudah terjual cukup banyak. Ibu-ibu yang berkumpul di depan rumahnya pun berjalan kembali ke rumah mereka setelah membeli sayur segar.
"Selamat pagi Satoru-chan," sapa salah seorang ibu-ibu yang melewati rumahnya.
Satoru tersenyum, melambaikan tangannya kepada sang wanita di pertengahan 40 tahun tersebut, "Selamat pagi!" Sapanya balik.
Setelah memastikan seluruh pintu dan jendela rumahnya terkunci dengan rapat, Satoru pun berjalan ke depan rumahnya dimana mobilnya terparkir dan segera mengendarai mobilnya ke arah pertokoan dimana toko barang antiknya berada.
ー🍁🍁🍁ー
Butuh waktu setidaknya 10 sampai 18 menit untuk sampai ke depan toko miliknya. Toko beratap hijau lemon dengan cat luar berwarna putih susu, juga pondasi berwarna serupa dengan atap. Seperti bangunan di salah satu film terkenal dari sebuah studio yang mengisahkan seorang remaja perempuan yang secara ajaib berubah menjadi kucing. Desain dari rumah si kucing bernama German di film itu lah yang akhirnya menginspirasi Satoru dalam memilih dan memoles bangunan toko barang antik miliknya.*
Satoru memakirkan mobil sedan putihnya di samping toko. Lagi-lagi, dengan langkah yang diiringi lompatan, sang lelaki berjalan memutar ke arah bangunan tokonya. Sambil bersenadung lagu kesukaannya, dia membuka kunci toko dengan bunyi putaran khas anak kunci. Satoru membalikkan papan kayu di belakang pintu kaca tokonya menjadi 'Open' dan menyalakan kaset Vinyl di sebelah rak buku antik sebelum ia pergi ke belakang konter untuk memakai apron berwarna beige dengan logo dan nama toko miliknya di bordir di sebelah kanan dada.
Tidak banyak pelanggan yang datang ke toko barang antik miliknya, karena barang antik bukanlah sebuah kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan. Tapi beberapa pelajar atau kutu buku selalu mempir ke tokonya untuk melihat koleksi-koleksi buku yang berderet, tersimpan rapih di rak buku jati berwarna putih. Ada yang membeli, ada yang hanya melihat-lihat lalu diletakkan kembali. Biasanya para pelajar yang tidak punya uang saku akan meminjam alih-alih membeli, dan Satoru memperbolehkannya dengan syarat-syarat ketat seperti peminjaman buku di Perpustakaan ー karena, hei, harga buku-buku itu bisa sampai ratusan ribu yen. Juga, beberapa dari koleksinya tidak bisa ditemukan di toko buku, melainkan lelang buku karena sudah tidak lagi dicetak ulang oleh penerbit-penerbit di seluruh dunia ー yang tentu saja disanggupi oleh pelajar-pelajar tersebut. Untungnya, sampai saat ini Satoru belum pernah menemukan cacat atau rusak dari setiap buku yang dipinjam para pelajar-pelajar tersebut.
Hari ini pun Satoru kembali menemukan dua-empat pasang mata menatap etalase tokonya dengan penuh rasa penasaran. Beberapa mengambil gambar dengan ponsel mereka, beberapa hanya memandangi selama beberapa saat sebelum kembali berjalan dengan mencuri lirik ke arah jendela tokonya. Kalau salah satu masuk ke dalam tokonya, Satoru akan keluar dari konternya dan menjelaskan tentang beberapa barang kepada mereka. Kalau beruntung, ia akan mendapat satu teman penyuka barang antik baru.
Pengunjung kali ini adalah seorang anak perempuan yang sepertinya lebih muda darinya. Dia masuk ke toko dengan berjalan tegak percaya diri. Matanya melihat-lihat ke sekitar toko dengan penasaran, sebelum berhenti di salah satu pena celup dengan tinta berwarna ungu kehitaman. Satoru melihat kilat penasaran dan ketertarikan di mata hazel cerah sang perempuan. Si surai putih terkekeh pelan, dia pun pelan-pelan berjalan ke arah pelanggannya.
"Itu Pena Celup buatan Pabrik Mathias Salcher & Söhne atau Massag di Czechoslovakia. Tintanya adalah tinta Iron gall. Salah satu ciri khas tinta Iron gall adalah berwarna ungu-kehitaman atau coklat kehitaman," Jelas Satoru ketika dirinya sudah berdiri di sebelah si perempuan.
"Apa kau tertarik?" Lanjut sang lelaki.
Si anak perempuan terdiam sebentar, "Apa kau bisa menulis surat dengan ini?" ia bertanya.
"Hei, tinta ini diproduksi pada tahun 1400 dan pena ini di produksi pada tahun 1852. Memang kau pikir orang-orang pada tahun itu sedang melakukan apa? Menonton Tiktok sambil tiduran?"Balas Satoru
Anak perempuan di hadapannya terlihat kesal, nemun dia tetap membalas ucapan Satoru, "Berapa harganya?"
Satoru pun mengambil pena serta tintanya dari etalase toko menuju kasir. Dia mengutak-atik mesin kasir beberapa kali sebelum meletakkan pena dan tintanya di atas konter.
"Untuk penanya 34,386 Yen, untuk tintanya 1,822 Yen. Jadi totalnya 36,208 Yen" Ucap Satoru
"Apa aku boleh minta nota?" Tanya si perempuan
"Apa ini untuk hadiah Ulang Tahun?" Tanya Satoru balik
Si anak perempuan menggeleng, "Aku ingin memberi notanya kepada si breー Ayahku," Jawabnya.
Satoru tidak bertanya lagi setelah itu, karena ia yakin anak perempuan di hadapannya ini ingin mengatakan si brengsek. Kalimatnya memang terputus di tengah-tengah, namun Satoru yakin kalau itulah yang ingin di ucapkannya. Jadi ia mengeluarkan selebaran dari meja kasirnya dan mulai menulis.
"Siapa namamu gadis kecil?" Tanya Satoru.
"Namaku Maki, Zenin Maki. Dan umurku 16 tahun, jadi aku bukan gadis kecil," Balas Maki dengan ketus.
Satoru mengerutkan keningnya, "Bagaimana caramu menulis Zenin?"
"Meditasi dan Lembaga," Jawab Maki.
"Nama yang unik," Ucap Satoru sambil memberikan nota serta barang milik Maki.
Maki mendengus sebal, "Aku tidak akan menganggap itu pujian," Ucapnya sebelum keluar dengan membanting pintu toko.
ー🍁🍁🍁ー
Satoru mengakhiri kerjanya di toko ketika lampu-lampu di pertokoan sudah mulai menyala. Ia merenggangkan tangannya, menarik nafas dalam-dalam sebelum melepas apron miliknya. Satoru menutup tirai toko dan memutar kunci sebelum masuk ke dalam mobilnya dan berkendara pulang.
Ketika Satoru sampai di depan rumahnya, ia melihat truk berwarna kebiruan, juga orang-orang berseragam biru yang tengah mengangkut sofa. Ia juga melihat Yaga tengah berbincang dengan supir truk. Satoru pun segera memarkir mobilnya dan menyapa sang pria berumur 40 tahun tersebut.
"Apa ada yang pindah kemari?" Tanya Satoru
Yaga mengangguk, "Seorang perempuan, sepertinya setahun lebih muda, atau mungkin seumuran denganmu," Jawabnya.
Satoru mengangguk paham. Ia pun ikut berbincang, sedikit tertarik dan penasaran dengan siapa yang akan menjadi tetangga barunya. Ine adalah kota kecil dengan penduduk berangka kecil, karena itu kebanyakan orang-orang yang pindah kesini adalah nelayan atau pensiunan. Jika seseorang dengan umur setara dengannya, mungkin ada maksud tersendiri yang menjadi alasan pindahnya. Mungkin seorang yang dipindah tugas dari kantor mereka ke cabang yang lebih kecil. Apapun itu alasannya, Satoru cukup penasaran, juga tertarik dengan tetangga barunya ini.
Akan tetapi rasa penasaran itu hilang layaknya uap air ketika Satoru mendengar bunyi klakson, juga kilapan mobil Toyota Corolla berwarna putih. Mobil tersebut terlihat familiar, terlalu familiar malah. Terutama dengan dua baret kecil di dekat kaca spion kanan, serta penyok kecil di dekat ban belakang. Satoru menelan ludah dengan susah payah, memohon kepada seluruh Tuhan di alam semesta jika perasaannya tidaklah benar. Berharap kalau ini hanyalah sebuah kebetulan belaka.
Walau ia telah memohon dengan begitu memelasnya ー mungkin ini adalah kedua kalinya Satoru memohon dengan serius, yang pertama adalah ketika ia memohon agar diterima di Universitas Tokyo beberapa tahun silam ーTuhan seperti mengejeknya dengan memperlihatkan kepada Satoru siapa sosok yang keluar dari mobil yang terlalu familiar tersebut. Seorang gadis, dengan rambut serta wajah familiar,terlalu familiar seperti mobil barusan. Satoru menegak ludah. Rasanya seperti seluruh dunia berputar dan jatuh di bawahnya. Dari sekian banyaknya manusia, Satoru tidak mengerti, kenapa Tuhan harus mengirimkan orang yang justru menjadi alasan utama Satoru berkendara gila, meninggalkan Tokyo, sampai di Kota Ine, hingga tinggal menetap. Satoru tidak mengerti, bahkan dengan segala teori kuantum, atom, fisika, juga peluang, tidak pernah ada perhitungan kalau Satoru akan kembali bertemu dengan sosok di hadapannya ini.
Butuh hening yang panjang, juga suara nelayan yang baru saja pulang melaut sampai Satoru kembali sadar kalau tanah di bawahnya ini belum berubah menjadi lubang hitam yang siap menyedot seluruh isi alam semesta. Mereka berdua saling bertatapan, sebelum akhirnya sang gadis berdeham. Dengan suara yang seperti dibuat menyenangkan, ia berucap, "Lama tidak bertemu, Satoru."
ー🍁🍁🍁ー
Footnote :
[1] Film yang di maksud adalah Film The Cat Returns karya Studio Ghibli, dan tokoh yang di maksud adalah 'Baron Humbert von Gikkingen' dan bangunan yang dimaksud sebenarnya adalah rumah dari Baron, bukannya toko barang antik.
[2] Nama keluarga Maki mengandung dua kanji, yaitu "Meditasi" (禪 zen ) dan "Lembaga" (禪 in) dan nama Maki juga mengandung dua kanji, yaitu "Ketulusan" (真 ma) dan "Harapan" (希 ki).
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top