Chapter 4

Hetalia belongs to Himaruya Hidekaz, saya tidak memiliki dan mengambil keuntungan apapun dari fic ini.

Warn: as always.

*****************************

Pemandangan teras rumah yang berantakan, coretan cat merah, serta surat kaleng di atas kaset menjadi hal yang biasa oleh (Name). Namun kini dia akan mengungkap pelaku di balik semua ini, karena ada CCTV yang merekam semuanya. Gadis itu sudah membuat janji dengan Ludwig yang akan membantunya. Dia sengaja berangkat lebih awal untuk melakukan ini. 

(Name) pergi membawa CCTV dengan perasaan senang dan waswas. Dia akan terbebas dari teror-teror ini, lalu pelakunya akan segera ditangkap dan dipenjara dan (Name) akan kembali hidup tenang ... untuk beberapa saat. 

Begitu sampai di kampus, (Name) langsung menuju tempat mereka berjanji. Sebuah sudut kecil di lorong sepi pengunjung, gadis itu langsung menemukan Ludwig yang terduduk sambil berkutat dengan laptop. Dengan lega dia menghampiri pria itu lalu menyapanya. 

"Ludwig!" 

Ludwig mendongak. 

"Selamat pagi, (Name). Kau sudah membawa CCTV-nya?" tanya Ludwig. 

(Name) mengangguk. "Sudah." 

"Bagus. Sekarang kita bisa mengungkapnya." 

(Name) memberikan CCTV itu kepada Ludwig, lalu pria itu membalikkan CCTV-nya. Ludwig baru saja hendak membuka kotak rekaman CCTV, namun air mukanya berubah dalam sekejap. Menyadari hal itu, (Name) merasa ada yang tidak beres. 

"Ada apa?" 

"Kabel konektornya rusak. CCTV-nya mati," ucap Ludwig. 

Muka (Name) memutih. "Apa?" 

"CCTV-nya mati. Mungkin digigit tikus." Ludwig kembali mengutak-atik. Dia kembali berbicara sebelum (Name) memotongnya. "Namun kita masih bisa melihat rekaman sebelum kabelnya terputus," ujar Ludwig dengan datar. 

(Name) menghela napas lega. Ludwig membongkar CCTV untuk mendapatkan SD card-nya. Setelah berhasil membukanya, dia mengambil SD card itu lalu menyambungkannya ke laptop menggunakan sebuah kabel. File berisi rekaman CCTV mulai tampak di laptop Ludwig. Dia mengklik satu-satunya video di file itu, kemudian laptopnya menayangkan rekaman CCTV (Name). 

"Tunggu, bisa kau cepatkan kecepatannya?" (Name) bertanya. 

Ludwig menaikkan kecepatan rekaman. Namun, rekaman itu tidak menunjukkan pelaku di balik teror-teror yang (Name) alami. CCTV-nya malah mati duluan sebelum sempat merekamnya--- jadi (Name) tidak dapat mengetahui siapa pelaku di balik teror yang menghantuinya. 

(Name) menjalani hari dengan kecewa. Hari-harinya terasa semakin gelap, dan dia tidak tahu lagi harus bagaimana.

********************

Pada suatu malam yang berkabut, (Name) bermimpi sesuatu yang aneh. Dia bermimpi menjalani hari-harinya dengan biasa, bermain monopoli dengan Emilia, mengelilingi tempat tinggalnya, lalu mengobrol dengan Oliver. Bagian anehnya adalah, saat mengobrol dengan Oliver, Oliver terlihat seperti robot. Dia tersenyum dengan kaku, berbicara dengan intonasi yang datar, serta gerak-geriknya yang seperti diatur oleh mesin. Pada akhirnya, semakin lama gadis itu berbicara pada Oliver, dia merasakan sensasi aneh yang menyergap. Warna-warna di mimpinya seperti bertabrakan dan membentuk spiral, pandangannya berputar-putar, dan Oliver tersenyum sangat lebar sebelum akhirnya meleleh dan hendak mencekik (Name). 

(Name) bangun dengan tubuh berkeringat, napas ngos-ngosan, serta mata yang melebar ketakutan. Dia mengedarkan pandangan, lalu bersyukur dia masih berada di kamarnya dan memiliki kehidupan yang normal. Gadis itu bergegas bangkit, lalu membuat sarapan. 

(Name) memutuskan untuk memakan sarapannya di luar. Saat membuka pintu, terlihat Emil berdiri di depan teras sambil memasukkan tangan ke jaketnya. Raut wajahnya terlihat gelisah dan curiga, dengan sorot mata yang menyelidik. 

(Name) menyapa Emil meskipun keheranan setengah mati. 

"Pagi, Emil." (Name) duduk di lantai teras. 

"Ini sudah jam 11 siang, (Name)," sahut Emil. 

"Ah iya, selamat siang Emil. Apa kau sedang menungguku?" 

Emil menghampiri (Name) lalu duduk di sebelahnya. "Apa kau tahu ke mana Emilia pergi?" 

(Name) menghentikan suapannya. Dia mengerutkan kening, lalu menjawab, "Aku saja belum bertemu dengannya tiga hari ini. Aku tidak tahu. Ada apa, Emil?" 

Emil memandang coretan cat merah di tembok rumah (Name). "Dia menghilang dua hari yang lalu. Awalnya kukira dia menginap di rumah temannya, namun ponselnya tidak bisa dihubungi," ucapnya dengan lesu. 

"Apa dia mengatakan kemana dia akan pergi padamu?" selidik (Name). 

"Dia mengatakannya, tapi aku tidak mendengarnya dengan jelas." Emil menendang pecahan pot. 

(Name) terdiam sejenak. "Kau sudah melaporkan ini ke polisi?" 

Pemuda itu menggeleng. "Belum. Ngomong-ngomong (Name), kondisi halaman rumahmu berantakan sekali. Apa yang sebenarnya terjadi?"

(Name) menggeleng, lalu berusaha mengalihkan topik pembicaraan. "Bukan apa-apa. Apa kau ingat apa yang dia katakan sebelum pergi, meskipun samar-samar?" 

Emil mengalihkan pandangannya, berpikir keras. "Yang kuingat dengan samar, dia berkata seperti ... masak dan rumah tetangga. Kukira dia memasak bersama dan menginap di rumahmu, makanya aku menanyaimu terlebih dahulu." 

(Name) nyaris menjatuhkan sarapannya. Kakinya terpaku, jantungnya nyaris berhenti, sementara napasnya tercekat. Emil tercengang melihat perilaku (Name) yang mendadak aneh. Kemudian, gadis itu mendekap mulutnya sendiri. 

"Kenapa, (Name)? Ada apa?!" tanya Emil khawatir. 

(Name) menoleh kesana-kemari dengan wajah khawatir. Dia menatap rumah tetangganya dengan waswas, lalu membisikkan sesuatu pada Emil. 

"Emil, aku akan segera kembali. Sebaiknya kita berjalan-jalan sebentar untuk meringankan pikiran," ucap gadis itu sebelum melenggang masuk ke rumah. 

***************************

(Name) dengan sengaja menginjak ranting hingga patah. Gadis itu berkali-kali mengawasi sekitar dengan pandangan waswas dan gelisah. Emil dapat melihat bibirnya bergetar dan berkeringat di dahi dan tangan. (Name) mengenakan jaket tebal dengan tudung dan syal. Emil hanya mengenakan jaket tipis. 

"Jadi, Emilia pergi dan belum kembali lagi beberapa hari yang lalu?" (Name) mengulang pernyataan Emil beberapa menit yang lalu. 

Emil mengangguk. 

"Lalu, kau hanya mendengar kata 'masak' dan 'rumah tetangga', yang berarti kau menyimpulkan Emilia pergi memasak atau apalah di rumah tetangganya, dan belum kembali hari ini?" (Name) berbicara dengan cepat, tersengal-sengal, dan nyaris berbisik. 

Emil mengangguk, kali ini mengerutkan kening karena heran. Sedetik kemudian mata (Name) membelalak lebar, kemudian dia mengumpat sambil menepuk dahinya. Sorot wajahnya terlihat syok dan ketakutan luar biasa, seiring dengan tubuhnya yang gemetar hebat dan mukanya yang pucat. (Name) nyaris terjatuh, namun buru-buru ditahan oleh Emil. 

Emil heran, ketakutan, sekaligus penasaran. 

"Ada apa sih (Name)?! Kau terlihat ketakutan begitu, sebenarnya ada apa?! Kau tahu di mana saudariku?!" seru Emil. (Name) buru-buru mencengkeram bahu Emil, lalu menaruh telunjuknya di mulut pemuda itu. 

"Sssstt." Gadis itu melirik ke belakang Emil, lalu kembali menatapnya. "Dengarkan aku baik-baik, aku akan menjelaskan ini dengan singkat dan aku tak akan mengulanginya. Ini masih teoriku, tapi sepertinya tetangga baruku orang gila. Dia membuka les masak--- dan tentunya banyak wanita yang mengikuti les bersamanya dan aku melihat mereka masuk namun aku tak melihat SATUPUN dari wanita-wanita itu keluar dari rumahnya," tutur (Name) dengan tergesa-gesa. 

Emil terlihat bingung sekaligus takut. (Name) menatapnya dengan tajam. "Kau paham, kan?" 

Pemuda itu mengangguk. 

(Name) kembali melanjutkan perkataannya, "Yang berarti ada dua kemungkinan. Kemungkinan paling waras namun menurutku paling mustahil adalah tetanggaku sudah mengantar wanita-wanita itu keluar, namun aku tak melihatnya. Aku menganggapnya mustahil karena mustahil dari sekian banyak wanita-wanita itu mereka semua keluar tanpa sepenglihatanku." (Name) berhenti sejenak untuk mengambil napas. 

"Kemungkinan kedua adalah--- tetanggaku pembunuh berantai gila yang menjebak wanita-wanita itu, dan sekarang sedang menerorku-" 

KRAK! 

(Name) langsung menghentikan ucapannya. Dia menarik lengan Emil lalu berlari tanpa melihat ke belakang, dan langsung lari terbirit-birit. Mereka menuju tempat yang agak jauh dari blok tempat tinggal (Name) dan Emil--- menuju danau terbengkalai yang dikelilingi banyak pepohonan. 

(Name) menghentikan langkah begitu dirasa sudah aman. Gadis itu melepaskan pegangannya, lalu terjatuh dan berusaha mengambil napas. Keringatnya bercucuran karena berlari, ditambah dia memakai pakaian tebal. Tenggorokannya kering, namun dia tak membawa minum dan tak mau meminum air danau. Emil juga sama lelahnya. Pemuda itu ngos-ngosan, lalu jatuh ke rumput dan berbaring di sana. 

"Kakiku rasanya mau patah .... " keluh Emil. 

(Name) yang ngos-ngosan menatap air danau, berharap dia dapat meminumnya secara langsung. Namun, matanya menangkap sesuatu yang janggal. Di pinggir danau, terdapat sampan kecil yang ditambatkan. Di atas sampan itu, ada sesuatu besar--- dikerubungi lalat dan dibungkus plastik hitam. (Name) baru menyadari aroma busuk yang menusuk hidungnya. 

Emil terbatuk-batuk. "Ini bau busuk apa sih? Apa di dekat sini ada bangkai hewan?" 

Bangkai hewan

(Name) berdiri. Rasa lelah dan haus mulai sirna dari pikirannya, perhatiannya tertuju ke bungkusan hitam misterius yang dikerubungi lalat di atas sampan. 

"Emil, ikuti aku." 

Emil awalnya sedikit heran, namun dia menyadari bungkusan hitam misterius tersebut. Dia bangkit dan mengikuti (Name). 

Dengan perlahan, (Name) mendekati bungkusan hitam itu. Baunya yang sangat busuk dan tajam membuatnya harus menutupi hidungnya dengan syal, itupun baunya masih tercium. Belum lagi lalat-lalat yang mengganggu. (Name) mengibas lalat yang mengganggu, lalu membuka sedikit plastik hitam yang menutupi benda itu. 

Sebuah tangan menyembul ketika plastik itu diangkat. (Name) terperanjat, lalu menjatuhkan kembali ujung plastik itu. Emil tercengang--- pemuda itu menunjuk tangan yang tertutupi plastik dengan tatapan yang traumatis. 

"I-Itu tangan manusia kan..?" suaranya bergetar, matanya melebar. 

(Name) menelah ludah, lalu memegang kembali ujung plastik itu. Dia menyibakkan plastik itu, hingga tampaklah sebuah tubuh manusia penuh luka dan darah. Tidak ada lagi hal yang membuat (Name) terkejut setengah mati, kecuali bahwa Emilia merupakan pemilik tubuh tak bernyawa itu. 

Teriakan yang panjang dan mengerikan membuat penghuni seisi komplek tersentak dari kehidupannya yang sunyi dan tenang. 


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top