Chapter 1
Hetalia belongs to Himaruya Hidekaz, saya tidak memiliki dan mengambil keuntungan apapun dari fic ini
Warn: my first thriller fic, typo, OOC, Oliver Kirkland, dll.
****************
Pemandangan kertas dan pulpen yang berceceran adalah hal pertama yang dilihatnya ketika bangun. (Name) mengucek mata, lalu tersadar ia tertidur ketika mengerjakan proyek. Jam dinding menunjukkan pukul tiga siang menjelang sore, (Name) memutuskan untuk beristirahat sejenak dan minum teh. Dia bangkit dari kursi, lalu melangkah ke dapur untuk membuat teh.
Samar-samar dia bisa mendengar suara tetangganya dan suara asing yang bertegur sapa. Rumah (Name) tidak begitu luas hingga ia bisa mendengar percakapan mereka. Sambil terkantuk-kantuk, dia terus mengaduk sendok teh.
"Oh, jadi kau seorang koki? Salam kenal, semoga betah disini, ya! Jangan ragu untuk bertanya padaku jika ada yang ingin ditanyakan."
"Terima kasih atas pemberian Anda! Saya akan menghubungi Anda jika ada hal yang ditanyakan."
Terdengar suara pintu ditutup. (Name) mengerutkan alisnya sambil menyicip teh.
Tetangga baru? Batin (Name).
Ketukan di pintu membuat gadis itu terkejut. Dia menaruh sendok teh, lalu melangkah ke pintu. Dia membuka kenop pintu, dan melihat sesosok pemuda tinggi yang membawa senampan kue. Pria itu memiliki rambut merah muda mencolok, warna mata biru muda, dan bintik-bintik kecil yang tersebar di area hidung dan pipinya. Sekilas dia terlihat manis, ditambah alis tebalnya terlihat menggelikan. Bibirnya mengukir senyum.
"Halo." Pria itu menyodorkan nampan penuh berisi kue. "Saya penghuni baru disini. Nama saya Oliver dan saya baru pindah tiga hari yang lalu. Saya harap Anda merasa betah dengan kehadiran saya."
(Name) menatap nampan kue dan pria itu bergantian. Dengan ragu dia menerima nampan itu, lalu menatapnya.
"Terimakasih. Jika Anda membutuhkan bantuan, jangan ragu untuk menghubungi saya." Gadis itu memaksakan dirinya tersenyum. Oliver ikut tersenyum, lalu berpamitan. (Name) buru-buru menutup pintu hingga hampir membantingnya.
Dia menaruh nampan berisi kue-kue di atas meja. (Name) menyibak tirainya dan mengintip kepergian orang itu. Orang itu menuju ke rumahnya yang berada di sebelah rumah (Name). Dia lalu menatap kue-kue itu. Di atas nampan itu ada lima cupcakke dengan krim vanilla yang diberi meses warna-warni lalu dua potong kue tart yang dilapisi krim putih. Kue itu ditaburi permen warna-warni dan buah ceri di atasnya. Jemari (Name) mengambil satu cupcakke, lalu melahapnya.
Pantas saja kemarin dia melihat kardus-kardus bertebaran di halaman rumah di sebelahnya. Dia juga sempat melihat pria itu bahkan berkontak mata dengannya, namun dia tidak sempat menyapa (atau malas menyapa) karena dia terburu-buru. Dia juga sering mencium bau harum kue yang membuat perutnya keroncongan dan suara mesin pengocok yang mengganggu konsentrasinya dua hari yang lalu. Rupanya itu berasal dari si tetangga baru.
(Name) mengambil ceri yang berada di puncak kue lalu memakannya. Firasatnya berkata bahwa itu bukan hal yang baik.
******************
(Name) mengacak rambutnya kasar lalu berteriak. Dia menatap kumpulan kertas dan pulpen yang berserakan di lantainya, lalu mendesah. Dia mengambil beberapa lembar kertas yang penuh coretan lalu merobek dan membuangnya. Dia berjalan ke dapur, mengambil gelas kemudian mengisinya dengan air. Dia menenggak gelas berisi air itu hingga habis, lalu mengelap mulutnya. (Name) terduduk, lalu memijat kepalanya.
Lagi-lagi dia berteriak. (Name) menelungkupkan kepalanya, menyesali perbuatannya barusan. Dia menoleh ke tembok yang membatasi rumahnya dan rumah Oliver, si tetangga baru. (Name) menghela napas lagi, dalam hati dia memohon temboknya cukup untuk menahan teriakan supaya tidak mengganggu tetangganya.
Tok tok tok.
(Name) menoleh ke sumber suara. Dia berjalan menuju pintu, membuka kunci lalu memutar gagangnya. Sesosok pria berambut pink blonde berdiri di depan rumahnya dengan tatapan keheranan.
"Anu, Anda tidak apa-apa?" tanya Oliver. "Tadi saya mendengar Anda berteriak, kalau Anda memiliki masalah Anda bisa bicara dengan saya."
(Name) menghela napas sambil tertawa. "Tidak, tidak apa-apa. Saya tidak apa-apa." Dia memijat dahinya. "Saya tidak memiliki masalah apapun, saya tidak apa-apa." Dia terus mengulang kata-kata itu seperti mantra.
Oliver tersenyum kikuk. "Kalau begitu, saya pamit dulu. Kalau ada hal yang bisa saya bantu, jangan ragu menghubungi saya." Pria itu segera berbalik. (Name) ingin menghela napas lega ketika pria itu tiba-tiba menolehkan kepala lalu bertanya padanya,
"Oh iya, saya belum tahu nama Anda. Siapa namamu?"
(Name) tersentak. "(Name)."
Oliver mengerutkan alisnya. "(Name) saja?" Gadis itu mengangguk. Oliver tersenyum.
"Baiklah. Kalau begitu, salam kenal (Name). Semoga kita bisa berteman dengan baik."
(Name) tersenyum sesaat, kemudian buru-buru menutup pintu. Napasnya terengah-engah dan jantungnya berdebar, keringat dingin mulai bercucuran di dahinya. Dia menoleh ke jendela yang terletak di samping. Dia menyibak tirai, lalu melihat Oliver yang masih berdiri membelakangi pintu rumah. (Name) terhenyak, lalu buru-buru menutup tirai. Napasnya masih terengah-engah, tangannya membungkam mulut dengan erat.
Orang aneh. Semoga dia tidak lupa untuk mengunci pintunya nanti.
************************
Perumahan tempat tinggal (Name) terletak di pinggiran kota. Penghuni disitu dapat melihat bukit yang menjulang dan danau kecil yang terletak di dekatnya. Sebagian penghuni memiliki peternakan atau kebun kecil yang terletak di belakang rumah mereka. Penduduk disana berjumlah sedikit, sebagian besar penghuni lama telah meninggalkan rumah mereka lalu pindah ke pusat kota dimana semuanya tersedia. Sebagian lagi meninggalkan rumah mereka karena tak sanggup membayar cicilannya, sebagian lagi pindah kerumah saudara/orangtua mereka dan meninggalkan rumah mereka yang berdebu, dan sebagian lagi pindah karena alasan tertentu. Mereka yang tetap tinggal disitu adalah orangtua yang ditinggal anaknya, anak yang ditinggal orangtua, perempuan yang ditinggal suaminya, kakak yang ditinggal adiknya, adik yang ditinggal kakaknya, mahasiswa yang tak mau membayar mahal untuk tempat tinggal, dan keluarga kecil yang mencari ketenangan dari hiruk-piruk kota. (Name) masuk ke kategori kedua.
Karena banyaknya penghuni yang meninggalkan rumah mereka dan perumahan itu sendiri sangat luas, banyak rumah-rumah terbengkalai di penjuru perumahan. Satu blok terdapat dua puluh lima unit rumah. Di blok tempat (Name) tinggal hanya lima unit rumah (sekarang enam unit) yang ditempati, sisanya dijual atau terbengkalai. Sebagian dari rumah yang terbengkalai memiliki kebun atau peternakan kecil yang ikut terbengkalai. Tetangga di depan rumah (Name) dulu memiliki sekandang kecil bebek dan ayam, dan sekarang kandangnya sudah rusak dan (Name) dapat melihat kawanan bebek dan ayam yang berkeliaran kesana-kemari. Terkadang dia melihat sapi yang berjalan di depan rumah terbengkalai, kuda yang makan rumput di lahan kosong belakang rumah tetangga, hingga babi yang mengejar sekumpulan anak bebek. Dan sekarang dia tengah sarapan ditemani gonggongan anjing yang mengejar seekor kelinci.
(Name) menghela napas untuk yang ketiga kalinya pagi ini. Tangannya memijat dahi dan pangkal hidung, berusaha tidak mendengarkan gonggongan anjing yang berisik. Kali ini seorang anak kecil bermain dengan riang ditemani ayahnya yang memiliki suara keras menggelegar. Lengkap sudah suasana pagi di rumah (Name), sepertinya dia harus cek ke dokter telinga nanti sore.
Aroma kue menyambangi indra penciuman (Name). Dia menoleh ke tembok pembatas si tetangga baru dan dirinya. Pasti aroma lezat tersebut berasal dari situ.
Teriakan riang seorang anak kecil menyadarkan (Name) ke realita. Dia segera menghabiskan roti, mencuci tangan, mengangkat ransel miliknya lalu melangkah keluar rumah. Dia memutar kunci, menariknya dari lubang kunci lalu mengapitnya di tengah-tengah jemari. Dia menengok, dan melihat anak kecil yang mulutnya dipenuhi krim kue serta tetangga baru yang mengobrol dengan ayah si anak. (Name) memakai sepatu, lalu beranjak dari tempatnya.
****************
"Ada tetangga baru yang aneh di komplekku."
Tereza menoleh. Mulutnya mengunyah sandwich yang dibeli di kantin, membuat remah-remah roti tersebar di sekitar bibir.
Dia bertanya balik. "Masa?"
"Ish, kamu mah enggak percayaan. Dia orangnya agak aneh menurutku, warna rambutnya mencolok banget." (Name) menyandarkan dagu pada tangannya.
"Laki-laki atau perempuan?"
"Laki-laki."
Tereza mengangguk. Dia menggigit sandwich-nya lagi, lalu lanjut berbicara. "Itu mah kamu aja yang negative thinking ke orang lain. Kan udah kubilang berkali-kali buat gak usah curigaan ke semua orang, itu bikin kamu capek."
"Telan dulu makananmu," sahut (Name). Tereza menelan bulat-bulat makanan yang dikunyah, lalu melanjutkan perkataannya. "Lain kali gak usah mikir gitu ah, kasian kamunya nanti."
"Tapi dia memang aneh banget." Sorot mata (Name) menggambarkan kekhawatiran dan keraguan yang kuat. "Aku liat dia abis berkunjung sebentar ke rumahku dia berdiri diam di depan pintu rumah, lama banget. Aku sampe duduk di depan pintu sampe dia pergi." (Name) memijat dahi.
Tereza menatap curiga, alisnya bertautan. "Dia bawa pisau?"
"Nggak, sih. Tapi ya, aneh aja liatnya." Wajah (Name) pucat pasi. Dia bangkit dari bangku, lalu buru-buru meninggalkan Tereza.
"Udahan bentar ya, mau ke kamar mandi dulu."
*******************
Cairan krem pucat keluar dari mulut (Name). (Name) menarik napas, lalu memuntahkan cairan itu lagi. Dia berulang kali melakukan hal itu hingga merasa lebih baik. Tangannya memencet tombol flush diatas toilet, kemudian menutup mulut toilet itu. Dia menghempaskan bokongnya diatas toilet yang tertutup. Tangan kirinya memegang perut yang terasa mules, sementara tangan kanannya menutup mulut. Kakinya lemas sehingga dia tidak bisa berdiri, sementara kepalanya pening tak tertahankan.
(Name) terengah-engah. Dirinya terbayang akan kue yang diberikan tetangga baru kemarin. Rasa manis kue itu membuat (Name) ingin muntah lagi. Dia menahan mulutnya untuk memuntahkan cairan yang membuatnya tambah mual. Gadis itu memejamkan mata, berharap pikirannya menjadi lebih baik. Bukannya malah lebih baik, senyum tetangga baru yang aneh terbayang di pikirannya. (Name) tersentak, kemudian tangannya menahan mulut untuk muntah lagi.
(Name) berdiri, membuka kunci pintu kamar mandi, lalu bergegas meninggalkan kamar mandi. Dia melewati kerumunan orang banyak, berkali-kali menabrak hingga diteriaki oleh orang-orang. Kakinya melangkah menuju kantin, dimana dia masih bisa melihat Tereza yang menunggunya. Dia berjalan menuju ibu kantin yang menjual berbagai makanan, tangannya mengeluarkan selembar uang kertas.
"Tolong sandwich dan air putihnya satu, terima kasih."
*******************
A/N:
Iyh ak tw chapter ini sangat boring dan gk ada hal menarik, aslinya aku gak tau mau nulis apa karena perkenalan buat latar (Name) dikit banget shhshhdjsd. Yh mgkn terornya baru mulai di ch 2, jdi stay tune aja xixixixixi
Anw Tereza = Czechia
-Kana.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top