楽
IDOLiSH7 ©️ Bandai Namco, Troyca, Arina Tanemura
楽 ©️ bellasteils
Saya tidak mendapat keuntungan apapun dengan membuat fanfiksi ini. Dipersembahkan untuk ulang tahun Yaotome Gaku, 16 Agustus 2023.
Selamat membaca.
***
"Gaku-chan kenapa lagi?"
Bocah kecil yang dipanggil Gaku-chan masih cemberut. Menggembungkan pipinya seperti hamster memasukkan semua makanan yang ditemukan. Terlihat sembab di area mata dan isak tangis terdengar seperti ditahan.
"Gaku-chan menangis?" suara parau kakek bertanya lagi. Bertanya dengan nada lembut membujuk cucunya.
Bocah itu, Yaotome Gaku mengangguk pelan sambil memegang erat randoseru hitam. Tangan mungilnya tak bisa menjangkau seluruh bagian jadi terlihat menggemaskan. Kakeknya mengusap pelan puncak kepala Gaku.
"Apa Papa yang melakukan ini?"
Gaku lagi-lagi mengangguk.
"Apakah soal nilai matematika Gaku-chan yang jelek?" Kakeknya menebak sesuatu yang sudah template terjadi.
Dering bel berbunyi, tanda pengunjung datang ke kedai. Kedai soba Yamamura milik kakek Gaku dari pihak ibu, juga sebagai tempat Gaku melarikan diri dari kehidupan menyedihkan sebagai anak kelas 6 SD yang masih payah berhitung.
Gaku mengangguk lagi, namun kali ini disertai alasan. "Nilaiku bukan jelek, hanya kemampuanku saja yang belum mumpuni."
Kakeknya merespon dengan tersenyum hangat. Berbeda dengan paman Gaku yang tidak sengaja lewat menggantikan shift kakeknya, menautkan alis. Di dalam hatinya sedang membatin, 'Itu sama saja bocah.'
"Apa yang Gaku-chan suka?" tanya kakeknya.
"Aku suka bernyanyi dan menari." jawab Gaku antusias.
Sebagai putra Yaotome Production, tidak heran jika pekerjaan ayahnya mempengaruhi cita-cita anaknya. Sejak kecil jika ada kesempatan, Gaku sering dibawa ke perusahaan untuk sekedar jadi korban cubitan di pipinya yang gembul.
Menginjak balita ia melihat orang-orang berlatih menari dan bernyanyi. Instruktur seringkali mengajaknya menari walaupun gerakannya masih kaku. Ikut bernyanyi meskipun masih dengan cadelnya yang menggemaskan.
Hingga Gaku masuk sekolah dasar, kebiasaan itu masih ada. Kalau sempat ia pergi ke kantor ayahnya untuk ikut kelas menari dan bernyanyi. Di sekolah pun Gaku selalu menjadi idaman karena suaranya paling merdu di antara yang lain dan sering kali menonjolkan kepiawaian dalam menggerakkan tubuh sesuai irama musik.
"Tapi Papa lebih ingin aku meneruskan pekerjaannya. Padahal aku tidak suka."
Bocah kecil itu seharusnya mengisi hari-hari dengan bermain. Bocah kecil yang otaknya masih naif menjawab dengan lantang cita-cita menjadi dokter atau pilot karena keren. Namun tidak dengan Gaku yang sejak kecil cita-citanya sudah ditentukan.
"Gaku-chan..." panggil si kakek. Membuat kepala Gaku menoleh untuk memandang kakeknya yang mengatakan. "Lakukan apapun yang Gaku-chan suka dan buktikan kepada Papa kalau Gaku-chan bisa dan bahagia."
Manik suram bocah itu seketika berubah menjadi bersinar kemudian menatap kakeknya.
"Apa aku boleh bermimpi menjadi penyanyi dan menari di atas panggung?" tanyanya dengan semangat. Randoseru dalam pelukan merosot jatuh.
"Tentu saja boleh." jawab kakek sembari meraih tali randoseru yang jatuh, "Suatu hari kakek ingin dengar Gaku-chan bernyanyi dan melihat Gaku-chan menari."
"Aku bisa bernyanyi sekarang!" katanya semakin antusias.
"Yo! Ini semangkuk soba untuk bocah cengeng." pamannya muncul membawakan soba untuk Gaku. Mengacaukan rencana Gaku untuk unjuk bakat suara merdunya.
"Aku bukan bocah cengeng." kata Gaku sambil mencibir pamannya.
"Makan yang banyak bocah. Menari dan bernyanyi juga butuh energi." Puncak kepala Gaku diusap dengan kasar hingga helai silvernya berantakan. Gaku sekali kali mencibir pamannya yang melenggang kembali bekerja di kedai.
Manik Gaku bersinar setelah melihat makanan kesukaannya tersaji masih mengepul di atas meja. Mie soba yang dituang kuah kecokelatan, ditambah topping dua tenpura ebi besar di atasnya. Semangkuk kecil irisan daun bawang dan parutan lobak untuk menambah rasa.
Gaku menyeruput mie soba kesukaannya hingga kuahnya muncrat di atas baki dan meja. Menodai sebagian pipinya yang gembul dan seputih salju. Kakeknya tersenyum senang melihat cucunya yang sebelumnya terlihat terpuruk langsung kembali bahagia hanya dengan semangkuk soba.
***
Lantai kayu tua itu berderit ketika kaki Gaku menginjak tatami. Pemuda itu duduk bersimpuh di depan altar setelah meletakkan gitar dan sebuah benda yang dibungkus kantong di samping.
Tiga batang dupa dinyalakan kemudian diletakkan di tempat dupa. Telapak tangannya ditepuk dua kali di depan wajah, matanya terpejam berdoa dengan khusyuk. Tak lama, ia membuka mata.
"Halo kek, maaf aku lama tidak menemuimu." Gaku menyapa pada foto kakeknya yang tersenyum. Di sampingnya ada tabung kecil yang berisi abu jenazah. Ada tambahan hiasan di atas meja altar. Sebuah terong dan timun yang ditusuk oleh empat waribashi yang telah dipatahkan. Terlihat seperti mainan kuda-kudaan.
"Aku terlalu sibuk dengan rekaman dan syuting acara TV. Jadi baru hari ini dapat libur panjang."
Gaku terdiam.
"Sesuai janji, Gaku akhirnya bisa mewujudkan mimpi untuk bisa bernyanyi dan menari di atas panggung. Gaku tidak sendiri, ditemani dua kawan Gaku, Ryuu dan Tenn. Mereka rekan yang baik. Gaku juga ditunjuk jadi leader-nya. Bukankah itu artinya mereka percaya pada Gaku?"
Gaku meraih bungkusan yang tadi diletakkan bersama dengan gitar akustik.
"Lihat, kek! Gaku dan teman-teman menang JIMA." Gaku memperlihatkan piala di depan foto kakeknya.
Gaku menurunkan piala kebanggaan yang dipinjam dari Anesagi, bersamaan dengan kepalanya menunduk dengan sedih. "Andai kau bisa melihatnya..."
Itu adalah pertengahan Juli yang sangat panas ketika Gaku kelas 3 SMA. Kakeknya tiba-tiba pingsan saat menyajikan soba. Beberapa hari dirawat di rumah sakit, tapi akhirnya selang dan alat bantu yang menempel di tubuhnya harus dilepas. Dokter dan perawat yang menangani membungkuk dalam kepada keluarga yang ditinggalkan.
Di hari pemakaman, cuaca yang sebelumnya terik menyengat, tiba-tiba mendung gelap kemudian hujan mengguyur bumi. Seolah langit ikut menangisi kepergian orang kesayangan Gaku.
Penyesalan dalam hidup Gaku atas kepergian kakeknya adalah beliau belum melihat Gaku berhasil mewujudkan mimpinya. Janji yang dulu terucap hanya bisa menjadi kenangan.
Saat-saat terpuruk dalam hidup Gaku. Sempat merasa stres dan depresi hingga riddle yang biasa ia baca tak lagi mengasyikkan.
Usai kepergian beliau, Gaku mengikuti banyak kursus menyanyi dan menari untuk menyibukkan diri sekaligus mewujudkan hal yang belum dia genggam. Pemuda itu juga memohon secara persisten selama tiga bulan kepada pimpinan Yaotome Pro, yang juga ayahnya untuk cepat-cepat memberikan hari debut.
Ayahnya yang ingin Gaku meneruskan posisi sebagai pemimpin hanya bisa mengabulkan dengan syarat harus menjadi idol yang menjanjikan bagi Yaotome Pro. Tentu saja pimpinan Yaotome Pro itu tidak menyetujui permintaan Gaku begitu saja. Sifat keras kepala anaknya yang turun darinya membuatnya menyerah.
Gaku tentu menyanggupi. Bersamaan dengan itu Gaku diperkenalkan dengan anggota yang akan jadi satu grup dengannya.
Tsunashi Ryuunosuke dan Kujo Tenn.
Bertiga tergabung dalam grup idol bernama TRIGGER.
Gaku menghela napas panjang. "Baiklah, tidak ada waktu untuk bersedih. Aku selalu percaya kau pasti selalu melihatku dari surga." Ujar Gaku sembari menyunggingkan senyum.
Gaku meraih gitar akustik yang sedari tadi tergeletak.
"Aku akan menyanyikan sebuah lagu dari TRIGGER untukmu, versi akustik."
Gaku mengambil jeda sambil menghela napas panjang kemudian mengatakan, "Last Dimension."
Gaku mulai memetik senar gitar. Sebelah tangannya memainkan chord dengan lancar. Meskipun masih amatir, Gaku pernah belajar gitar dari temannya untuk keperluan syuting drama.
Di waktu senggangnya belakangan ini, ia melatih kembali kemampuan jarinya memindahkan chord. Gumaman terdengar, kemudian mulutnya menyenandungkan lagu Last Dimension.
"Hikigane hiku no wa saa dare da~"
Gaku mengakhiri nyanyian, petikan gitar masih terdengar sebelum akhirnya menyelesaikan persembahan lagu untuk kakeknya.
Bersamaan dengan itu, setetes air jatuh membasahi tatami hijau yang sudah kusam di samping bantal yang diduduki oleh Gaku. Dalam hatinya berjanji ini kali terakhir menangisi kepergian kakeknya.
***
Api yang membakar mangkuk kecil berisi potongan kayu perlahan padam. Gaku memandang sedih pada bara api yang tersisa. Okuribi, ritual terakhir perayaan Obon, yaitu mengantar arwah leluhur kembali ke akhirat. Setiap tahun bertepatan dengan ulang tahun Gaku juga berdekatan dengan kematian kakeknya.
"Terima kasih, kek. Gaku akan terus berjuang memberikan kebahagiaan lewat musik."
Gaku mengambil mangkuk kecil dan membawanya kembali ke dalam rumah kuno milik kakeknya.
"Selamat ulang tahun, Gaku-chan, selamat berjuang."
Sebuah suara terdengar bersamaan dengan angin berhembus menerbangkan helai rambutnya. Gaku menoleh ke belakang dimana suara itu menghilang di balik punggungnya.
Gaku yakin tidak ada siapapun di sana. Namun ia yakin suaranya jelas milik kakeknya.
Gaku memandang langit sore menjelang malam. Kemerahan di ufuk barat dan di sisi timur masih berwarna kebiruan dengan awan yang menggantung. Senyum mengembang di wajahnya.
"Terima kasih, kek."
***
Pojok penulis:
Selamat ulang tahun Yaotome Gaku dan selamat perayaan Obon 2023. Harusnya jadi ulang tahun yang bahagia ya, tapi malah jadi perayaan syahdu.
Meskipun ga nyambung sama cerita, aku persembahkan art Yaotome Gaku main gitar karya teman tersayang saya, Rara. Pengen banget liat Gaku main gitar karena setauku belum ada card dia main gitar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top