01

Oshi No Ko
About that girl

H.Aquamarine x T.Aoi (oc)

Anggap aja kalian sebagai mbak aoi tercintah . Muah

Met baca

.


.


.



"Aoi-chan~ Ini papa!~"

Suara riang lelaki itu memenuhi kamar bayi tersebut, terlihat sang bayi yang tengah menatapnya bingung, terlihat bingung harus apa yang ia lakukan? Menyapanya? Memeluknya atau membuat suara lucu?

Sang bayi berpikir keras sebelum seorang lelaki memanggil papanya itu, keduanya terlihat mirip namun mereka berbeda 3 tahun. Benar, papanya adalah sang kakak.

"Woi Kei, pihak agensi menghubungimu, kapan kau kembali bekerja, kata mereka."

Mendengar ucapan dari sang adik, Kei, lelaki yang masih terbilang cukup muda tersebut menjawab.

"Saat Aoi-chan berusia 3 tahun~"

Jawabannya tersebut membuat sang adik menatap aneh kepadanya, "Kau akan dipecat." Balasnya, mendekati kakaknya yang tengah menggendong anaknya itu.

"Siapa sih namanya, aku lupa-"

Raut wajah sang bayi kesal terhadap omongan lelaki itu, masa nama keponakan sendiri lupa?

"Dia terlihat membenciku.." ucapnya lagi.

Kei tertawa, "Kau lupa namanya sih. Aoii kenalkan, dia Kira, pamanmu~ Dan Kiraa ini Aoi!~"

Beginilah kehidupan bayi tersebut sebagai anak idol. Kalian tidak salah lihat, Kei, Takara Kei seorang center di grup idol laki-laki yang terkenal, namun dia masih hiatus hingga sekarang dan alasannya adalah ini.

Masih belum jelas bayi itu adalah anak siapa, yang jelas adalah-

"Aku hidup kembali eh..aku bereinkarnasi- tapi ingatanku sebagai Kairi masih jelas, dan laki-laki ini.. IDOLA TERCINTAKU MENJADI PAPAKU!!!!! KYAAA!!"

Batin bayi tersebut sangat heboh, Kairi- atau tepatnya sekarang Aoi, dia senang dengan kehidupannya sekarang. Walaupun banyak yang mengganjal pikirannya, tentang Ai dan Gorou, sang kekasih. Dia tahu, dia tidak akan bertemu sang kekasih lagi, tapi jika dia bereinkarnasi seperti ini, kemungkinan lelaki itu bereinkarnasi juga. Untuk sekarang dia berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya, setidaknya untuk sekarang.

Bulan demi bulan ia lewati, hingga pada usianya yang ketiga tahun. Pada malam hari gadis itu terbangun dan mengambil ponsel ayahnya yang tertidur. Dirinya baru tahu bahwa Kei tinggal bersama adiknya yang bekerja sebagai aktor itu, kalau dilihat-lihat tampan juga.

Tanganya yang mungil itu mengetik ke pencarian, mencari-cari tentang Kei. Jujur saja, sampai sekarang dia belum mengetahui ibunya dan siapa dirinya lalu apa yang terjadi dan apa yang akan terjadi.

Tapi saat melihat artikel-artikel yang beredar tentang Takara Kei ini. Aoi tahu, dia adalah anak yang lahir diluar pernikahan dan ibunya telah tiada seusai melahirkannya. Namun Kei adalah pria yang bertanggung jawab, jadi dia mengurus Aoi, cerita yang tidak asing sih untuk Aoi.

Dia jadi mengingat Ai, apa kabar Ai sekarang? Bagaimana kabar anak-anaknya ya? Sepertinya hal itu masih tersembunyi dengan baik, tidak ada tuh berita tentang anak Ai atau semacamnya dan lagi, mungkin anaknya sudah berusia dua tahun, mengingat dirinya berada di tubuh bayi ini saat berusia 1 tahun dan Ai baru saja melahirkan pada usianya saat itu.

Aoi menghela nafas lega, namun lagi-lagi dia teringat Gorou, masih sangat jelas, tubuhnya yang perlahan mendingin, aroma darah yang menguasai penciumannya.

Tiba-tiba Aoi merasa mual, dia mematikan ponselnya dan kembali ke kamarnya dan sang ayah lalu tertidur kembali.

Kalau dilihat-lihat Kei terlihat sangat tampan, memang tidak salah deh idolanya Aoi, tapi siapa sangka Kei akan menjadi ayahnya. Oh mungkin ini alasan kenapa Kei hiatus, Aoi meraih tangan sang ayah, tangan yang besar yang biasa mengusap kepalanya.

"Otsukare..Papa"

Kei telah bekerja sangat keras, melindungi anak kesayangannya ini. Dirinya telah banyak menerima komentar negatif dari netizen bahkan banyak yang mengutarakan kebenciannya melalui surat fans.

Ini adalah murni kesalahannya, dia mengakui hal itu. Namun, lahirnya Aoi tepat pada hari satu hari setelah mereka menikah, menikah tanpa diketahui oleh publik bahkan orang terdekatnya selain Kira.

Sialnya meskipun Kira ataupun Kei yang menjelaskan hal itu tetap saja tidak ada yang mengerti kondisi mereka, dia tahu, dia salah, dia melakukannya saat diluar pernikahan, tapi- sudahlah, tidak bisa dibahas lagi. Kesan mereka kepada Kei telah berubah.

Tapi inilah kemampuan sang idola jenius dari grup idol ini diuji. Perlahan-lahan mereka kembali mencintai Kei, kembali membuat Kei menjadi favorit mereka.

Takara Kei itu hebat
Sama seperti Hoshino Ai

Keduanya adalah bintang yang tak terkalahkan.

Namun tanda-tanda bintang akan meredup telah terlihat.

.

.

.

Usia gadis itu telah 4 tahun, dia ditumbuh dengan penuh kasih sayang, dirinya telah terbiasa dengan tubuh ini, akhir-akhir ini juga Kei menjadi idol yang naik daun lagi, banyak jajanan yang bisa dia makan!

Dan, tidak jarang Aoi melihat Ai di televisi, ataupun di tempat kerja Kei saat Kei mengajaknya ke tempat kerja ataupun pemotretan.

Ai sama seperti biasanya, senyumannya begitu silau, tapi sesekali Aoi melihatnya murung.

Benar juga, tubuh Kairi masih tidak ditemukan dan dinyatakan tewas. Apa Ai sedih? Aoi yakin Ai tidak akan sedih hanya karena itu, Ai kan kuat, aku tahu itu.

"Aoi-chan udah selesai sarapannya?"

Sang ayah menampakkan dirinya, visual sehabis mandi, surai hitam selaras dengan surai anaknya itu basah karena belum dikeringkan, masalahnya- dia tidak menggunakan pakaian atasnya membuat Aoi keselek. Walau sekarang Aoi adalah anak-anak tapi dalamnya adalah gadis berusia 16 tahun, tapi dia berusaha untuk bersikap normal.

"Udah pa! Kita mau kemana, papa?"

Aoi mengambil piring bekas dirinya lalu mencucinya di wastafel. Mengingat dirinya yang pendek membuatnya harus menaiki bangku kecil agar memudahkannya untuk menyampai wastafel.

Kei mengelap rambutnya yang basah dengan handuk, dirinya mendekat ke arah Aoi lalu mengusap surai gadis itu dengan lembut, bangga kepada anaknya yang mandiri ini.

"Ke tempat syuting papa." Balasnya, seketika membuat Aoi terdiam.

Berarti, dia akan melihat industri hiburan sekali lagi. Beraut wajah kesal, Aoi memalingkan wajahnya dari sang ayah. Kei bingung menatapi anaknya itu, apakah dia marah? Apa dia kesal? Apa dia melakukan kesalahan sampai membuat sang anak begini?

"A-Aoi..?"

Tidak menyaut, gadis itu berpindah posisi, duduk di sofa disamping Kira yang memang sedari tadi berada disana dan menonton televisi.

Kei mendekat ke anaknya itu, jongkok didepan sofa, melaraskan tingginya dengan sang anak. Tatapan puppy eyes menjadi senjatanya mampu membuat hati Aoi luluh.

Anak berusia 4 tahun itu menghela nafas, "Apa ada Ai?" Dia mengalah, permintaan sang ayah tidak bisa ditolak. Padahal reputasi Kei bisa saja kembali menurun saat mengajak anaknya yang dianggap anak haram ini ke tempat kerja.

Kei mengangguk riang, "Ada Ai kok! Tapi bukan hari ini— Oh aku dengar, manajer Ai membawa anak-anaknya yang akan menjadi pameran di film, ini kesempatan untuk mendapatkan teman lho, Aoi-chan!"

Anak?

Mendengar kata anak, Aoi terdiam sejenak. Manajer yang dimaksud adalah Ichigo? Memang sih Ichigo ada istri, Miyako. Tapi kapan dia melahirkan anaknya? Apa pada saat Ai melahirkan? Atau anak-anak itu adalah—

"Yaudah Aoi mau!"

Senyum ceria berlukis diwajah gadis bersurai hitam pekat itu, sang ayah bergegas ke kamar untuk bersiap-siap. Entah kenapa dia selalu senang saat Aoi akan menemaninya bekerja.

Kira menatap anak disampingnya ini lalu kembali ke televisi, dirinya bersuara setelah lama berdiam.
"Tumbenan kau mau kalau gak ada Ai."

Atensi Aoi teralih ke Kira, "Aku penasaran sama anaknya manajer Ai" Ucapnya, layaknya seorang anak kecil pada umumnya.

"Hmm.."

Sebenarnya Aoi cukup penasaran dengan adik ayahnya ini. Dia misterius untuk Aoi, bahkan tidak sering Kira berada di rumah, alasannya selalu ada jadwal pemotretan, syuting dan tugas sekolah. Tapi lebih baik dia tidak perlu tahu lebih dalam, pepatah mengatakan, penasaran bisa membunuhmu.

.

.

.

Di dalam perjalanan menuju lokasi syuting Kei, Aoi sedikit gugup. Dirinya memang beberapa kali pernah menemani Kei kerja tapi tetap saja perasaan takut akan menggangu aktivitas staff dan artis selalu muncul.

Kei fokus dengan depannya, dirinya tengah mengendarai mobil. Kei memang sengaja tidak menerima tawaran seseorang untuk menjadi manajernya, dia lebih senang untuk bekerja sendiri seperti ini.

Manik birunya menatap sang anak dari sudut matanya, seulas senyuman tipis terlukis, kedua tangan mungil milik sang anak terletak di pahanya dan mengepalkan kedua tangannya itu. Pandangannya selalu menuju ke bawah, tidak menatap ke arah luar kaca jendela sama sekali.

"Jangan gugup begitu, Aoi-chan~" Sang ayah bersuara setelah lama berdiam diri.

Aoi yang sedari tadi melamun, tersentak, menatap sang ayah yang masih sibuk menyetir.

"Apa Aoi terlihat gugup?" Tanyanya, menatap telapak tangannya yang berkeringat karena terlalu lama dia mengepalkan tangannya.

Kei tertawa kecil, tangannya mengusap pelan surai hitam milik sang anak sebentar lalu kembali fokus pada depannya.

Tempat syuting mereka terletak di dekat hutan, mengetahui hal itu Aoi sudah menyiapkan semprotan anti serangga, ya dia memang benci dengan yang namanya serangga.

Pikirannya masih tertuju kepada anaknya manajer Ai itu. Pada kehidupan sebelumnya Aoi menyangka Miyako belum hamil, tapi ternyata sudah? Ah tapi bisa saja, itu adalah anak Ai. Mari kita buktikan.

.

.

Sampai pada lokasi syuting, Aoi bergegas turun dari mobil, tentunya dibantu oleh sang ayah, mengingat kakinya masih tidak sampai untuk berpijak dari dalam mobil.

Kei menggendong Aoi ke tempat staff dan artis lainnya berada. Seketika semua orang tertuju kepada mereka, terutama Aoi. Berita yang mengatakan bahwa Aoi anak haram tentu lebih dipercayai daripada ucapan idolnya sendiri.

Merinding melihat tatapan yang lain, Aoi menundukkan kepalanya, namun sebuah suara mengalihkan atensinya.

"Kei, oh ini yang namanya Aoi?"

"Yo yo Sutradara!! Ya ini anakku, imut bukan!~ Tenang saja, Aoi-chan gak akan ganggu yang lain kok!"

Pria dewasa datang menghampiri mereka, Kei menyebutnya sutradara, kayaknya dia sutradara film ini. Tapi wajahnya cukup menyeramkan untuk Aoi, sekali lagi Aoi memalingkan wajahnya.

Sutradara tersebut merasa dibenci oleh Aoi, lagian anak itu langsung mengalihkan wajahnya, memang tidak jarang yang mengatakan bahwa dirinya memiliki wajah yang menyeramkan. Sepertinya benar.

"Aoi-chan, sapa pak sutradara dengan benar~"

Sang ayah mengusap lembut punggung anaknya itu, menyakinkan Aoi tidak apa apa berkenalan dengan orang baru.

"Wajahnya aja yang serem, isinya gak kok. Hello Kitty." Ucap Kei, ngasal.

Pak sutradara yang mendengarnya mengerutkan dahi, "itu tidak benar hei!" Serunya, menyangkal ucapan Kei barusan. Kei tertawa kecil, kembali menatap Aoi yang mulai memperlihatkan paras imutnya itu, terlihat silau membuat Kei harus menggunakan kacamata yang entah dari mana dia dapatkan.

"Pak sutradara..nama Aoi, Aoi! Salam kenal!"

Senyum cerah dari anak kecil nan polos itu berhasil membuat pak sutradara cenat cenut/g, habisnya Aoi yang tadinya takut-takut langsung berubah menjadi ceria gini. Apa ini kekuatan akting?

Pandangan orang memang beda-beda ya.

"Gotanda Taishi, terserah mau panggil apa. Dan, apa dia bisa berakting?" Setelah memperkenalkan dirinya, pak sutrada— Taishi menatap ke arah Kei.

Kei bingung harus jawab apa, sedangkan Aoi yang tahu alur ini akan berjalan kemana menggelengkan kepalanya kepada sang ayah, namun Kei yang bodoh tidak paham dengan kodenya, malah menjawab sebaliknya.

"Anakku lho! Dia pasti bisa akting, nyanyi, nari, jenius juga! Anak Takara Kei gak bisa dikalahkan!" Ucapnya dengan bangga lalu tertawa.

Aoi menghela nafas kasar, Taishi menyeringap lebar, terlihat seperti merencanakan sesuatu. Maniknya menatap ke arah Aoi.

"Akan ku gunakan dia, aku akan menambah peran anak-anaknya." Ucap Taishi.

"Ta-tapi—"

"Wah bagus dong kan Aoi-chan?!~"

Perkataan Aoi disela sang ayah, sekali lagi anak itu menghela nafas. Jika ayahnya telah begini, dia tidak bisa menolaknya. Tapi, mungkin mencoba memasuki dunia hiburan sebentar saja sepertinya tidak buruk, mungkin.

"Diruang tunggu ada anak-anak lainnya, pergilah kesana. Ada juga cemilannya." Ucap Taishi sekali lagi, mengusap pelan surai Aoi.

Terdiam sesaat, Aoi menganggukkan kepalanya. Kei perlahan menurunkan Aoi dari gendongannya lalu anak itu berlari kecil ke arah ruang tunggu, cemilan manis menantinya.

"Siapa ibunya?"

Atmosfer disekitar kedua orang itu menjadi serius, senyuman Kei memudar saat Taishi menanyakan perihal istrinya itu. Mungkin Taishi termasuk orang yang tidak percaya dengan ucapan Kei yang membantah berita itu.

"Sudah kubilang..dia meninggal saat melahirkan Aoi." Ucapnya.

Mengingat tentang sang istri membuat lelaki itu murung, menundukkan kepalanya, dia mengepalkan tangannya, rasa bersalah atas kematian sang istri muncul.

Melihat Kei yang begitu murung, Taishi menjadi merasa bersalah lalu mengusap surai hitam milik idol terkenal itu. Helaan nafas ia keluarkan.

"Maaf membuatmu mengingat tentang itu, aku percaya padamu. Lagipula, aku suah menganggap mu sebagai anakku, jika begitu aku akan menganggap Aoi sebagai cucuku."

Kei membelakkan matanya terkejut, tidak menyangka kata-kata itu keluar dari mulut seorang sutradara yang telah lama ia kenal. Kei tersenyum tipis, "Terima kasih.".

.

.

.

"Cemilan cemilan!~"

Aoi menggumamkan cemilan yang dia inginkan sembari berjalan menuju ruang tunggu khusus anak-anak, dia dengar dari staff sih anak-anaknya cuman ada tiga, sepertinya salah satu dari mereka adalah anak manajer Ai atau bisa saja anak Ai.

Hendak memasuki ruang istirahat yang dimaksud pak sutradara, namun dia langsung berhenti, samar-samar terdengar suara teriakan seorang anak kecil.

"AKU MAU PULANG! AKU MAU KETEMU MAMA!! AKU MAU MANJA DENGAN MAMA! MAU PELUK MAMA!! HUWEHH MAMA!!!"

Sepertinya ada seorang anak yang merindukan ibunya, kalau dipikir-pikir dia juga tidak memiliki ibu, tanpa berpikir panjang Aoi memasuki ruang istirahat itu dengan wajah sok polosnya, soalnya dia tidak tahu wajah anak kecil yang normal bagaimana.

"Mau bagaimana lagi, jadwal syutingku dengan Ai berbeda.."

Terlihat dua anak-anak berbeda jenis itu, seorang anak perempuan tengah merengek merindukan sang ibunya, sedangkan anak laki-laki itu menatap heran anak perempuan tersebut. Mau dilihat dari manapun, mereka kembar.

"Berisik! Jika kalian menganggap tempat ini untuk bermain sebaiknya pulanglah!"

Sekarang gadis yang sepertinya seusia dengannya mengeluarkan suaranya, terganggu dengan rengekan anak perempuan bersurai pirang tersebut. Dan sepertinya tidak ada yang sadar dengan kehadiran Aoi disana.

"Siapa?" Gumam anak laki-laki itu.

"Itu bukan sih etto..anak kecil penjilat baking soda.." jawab anak perempuan disampingnya.

Mendengar nama julukan yang berbeda dengan yang sebenarnya, anak bersurai merah itu menatap tajam kepada keduanya, kedua tangannya ia letakan di pinggangnya lalu sedikit mencondongkan tubuhnya.

"Aku Arima Kana, lawan mainmu!! Anak jenius yang bisa menangis dalam waktu 10 detik! Hmph kata orang-orang aku itu hebat, aku memang hebat!"
Kana, nama anak itu. Dia masih menatap tajam kedua kawannya dihadapannya sekarang.

"Hei...aku tidak menyukainya.." Bisik anak perempuan bersurai pirang kepada anak laki-laki disampingnya itu.

"Orang-orang memang keras terhadap aktris cilik.." balas anak laki-laki itu.

"Hei aku mendengarnya! Oh aku tahu kau!" Sebelum melanjutkan perkataannya, Kana menunjukkan salah satu dari anak kembar itu dengan gulungan sempurna dari buku. "Kau bisa disini karena bantuan orang dalam bukan? Aku tau itu! Di naskah aslinya dialogmu dan idol terkenal itu tidak ada! Mama memberitahuku bahwa sutradara yang membawamu kesini!! Lagipula idol itu palingan hanya bisa memerankan peran pembantu." Ucapnya sebelum pergi dari ruangan tersebut, sekilas dia melirik Aoi dengan tatapan tidak tertarik dengan Aoi.

"Nee Onii-chan..."

"Aku tahu..lawan kita hanya anak kecil, tidak akan kubunuh."

Keduanya mengeluarkan aura yang menyeramkan menatap Kana yang telah menghilang dari pandangan ketiga orang diruangan istirahat tersebut.

Aoi yang sedari tadi berada didepan pintu memperhatikan kedua anak yang terlihat kembar itu, maniknya menatap lekat kedua manik milik kedua anak tersebut. Wajah merasa juga terasa tidak asing. Apa mereka anak manajer Ai yang dikatakan oleh Kei?

Oh iya, tadi anak bernama Kana itu mengatakan bahwa salah satu anak dari kembar ini menjadi lawan mainnya di film tapi mereka menggunakan jasa orang dalam, begitu juga dengan Ai. Tapi Aoi menjadi kesal saat anak itu mengejek Ai, duh pengen tak jitak kepalanya, pikir Aoi.

Yang penting masuk dulu deh, tujuan awalnya adalah mencari cemilan. Manik si anak kembar memperhatikan Aoi memasuki ruangan tersebut dan mengambil beberapa permen dimeja hias.

Dengan santai dia memakannya, tanpa mempedulikan kedua anak yang setia memperhatikannya sembari berbisik-bisik yang masih bisa didengar oleh Aoi.

"Hei nii-chan, dia siapa ya, kok mirip Ai?"

"Kalau dilihat-lihat iya juga, tapi aku rasa pernah melihat orang yang semirip dia."

"Apa dia adik kita?"

"Jangan ngawur dan jangan mengatakan hal yang bisa membocorkan rahasia."

Aoi menatap datar kedua anak ini, daripada itu dia tertarik dengan ucapan anak perempuan bersurai blonde tersebut. Permennya habis dia makan dalam sekejap, mengambil minuman dari tasnya lalu meminumnya.

Aoi mendekati kedua anak tersebut, "Apa katamu tadi? Aoi mirip siapa?" Dirinya bertanya, bersikap seperti anak polos nan lucu pada umumnya.

Kedua anak itu tersentak, ternyata bisikan mereka tentang Aoi terdengar langsung oleh orangnya. Dengan cepat anak perempuan tersebut menggelengkan kepalanya.

"Bukan apa apa kok! Nama kamu Aoi? Ao-nee! Aku Ruby, Hoshino Ruby. Dan ini kakakku—"

"Aquamarine, panggil saja Aqua."

Mereka ramah berbeda dari yang Aoi pikirkan, ya mau gimanapun mereka masih anak-anak, tentu saja ramah. Aoi menatap Ruby, sekilas anak itu mirip dengan Ai— apa mungkin?

"Salam kenal ya tehehe!~"

Dua anak kembar itu saling memandang dan mulai berbisik-bisik lagi, tentunya dengan suara yang masih bisa didengar oleh Aoi.

"Mirip banget tau! Matanya mirip kamu!"

"Apa mungkin ayah kita rambutnya hitam?"

"Rambut kita pirang sih."

Dengan masih bersikap sok polos, Aoi memiringkan kepalanya, bingung dengan kedua anak yang seumuran dengan dia ini. Tapi sepertinya Aoi lebih tua satu tahun dari mereka. Menyadari diperhatikan oleh Aoi, Ruby dan Aqua berdehem dan memberhentikan aktivitas ghibahnya.

"Hei hei! Kamu syuting juga?" Tanya Ruby menatapnya penasaran.

"Etto etto..! Kata pak sutradara, Aoi harus ikut syuting juga, padahal Aoi bukan artis cilik.." Aoi menjawabnya dengan helaan nafas diakhir kalimat, dirinya lanjut memakan permen yang berada diatas meja.

"Kalau begitu, kita menjadi rekan."
Anak laki-laki bernama Aqua tersebut membuka suaranya setelah lama memperhatikan Aoi.

"Hun! Rekan!~ mohon kerja samanya!"

"ADUH IMUT BANGET!!????!!!"

"Berisik Ruby."

"Oh iya, kalian anaknya manajer Ai kan? Kata papa gitu!"

Pertanyaan Aoi tersebut membuat keduanya terdiam sejenak dan menganggukkan kepalanya dengan cepat.

"Iyaa!!!"

Meskipun Ruby menjawab iya, tapi matanya menatap ke arah lain, sedangkan Aqua menjawab dengan ekspresi datar. Kembar namun cara berbohong mereka berbeda.

Senyuman manis masih tersimpan diwajah anak pemilik surai hitam itu, dirinya hendak menanyakan tentang Ai— namun Taishi, sutradara mendatangi mereka.

"Hei bayi besar dan Aoi— oh kalian sudah saling kenal ya? Baguslah kalau begitu." Ucapnya, menatap ketiga anak tersebut sudah terlihat akrab.

"Syuting mau dimulai. Kalian berdua cukup memerankan anak yang besarnya nanti pacaran, atau teman masa kecil yang saling mencintai. Dan nanti Aoi mencium pipi bayi besar" Jelas Taishi, membaca buku yang berisi tentang alur cerita film ini, sebentar bayi besar yang dimaksudnya itu Aqua?

Sontak Aoi keselek, agak kaget ya dengan peran yang harus dia lakukan, reaksi Aqua sendiri juga sama dengannya, malahan dia terkejut banget.

"Wah, onii-chan lolicon."

"Tidak!"

Aoi menghela nafas, entah apa reaksi sang ayah saat melihat ini, tapi sepertinya dirinya sudah tahu alur cerita film ini dari awal. Namun dia bisa membayangkan ayahnya mengeluarkan aura seram disekitarnya.

.

.

.

Syuting dimulai, berawal dari seorang karakter anak perempuan bernama Chika yang diperankan oleh Aoi yang akan segera pindah dari kotanya tersebut. Untuk terakhir kalinya dia ingin mengucapkan selamat tinggal dan mengungkapkan perasaannya kepada temannya itu, Yuu yang diperankan oleh Aqua. Sedangkan Kana— adegan yang diperankannya telah selesai. Jadi sekarang dia hanya menonton dengan artis lain, termasuk Kei yang tidak terima melihat anak kesayangannya itu dekat dengan anak laki-laki lain.

"Tidak diberi naskah sama sekali, bahkan alurnya saja aku tidak tahu~"

Aoi bergumam, memperhatikan situasinya sekarang. Manik birunya menatap ke arah Aqua yang juga sama terlihat tenang. Keduanya sama sekali tidak diberikan dialog untuk adegan ini, meskipun adegan ini bisa diulang tapi setidaknya dia harus memberikan kesan yang baik untuk pertama cut.

Bahkan mereka sama sekali tidak mengerti dengan alur film ini, mereka hanya mendapatkan informasi kecil dari sutradara tadi.

Berarti keduanya hanya perlu menciptakan dialog dan suasana sendiri, itulah yang sutradara inginkan dari keduanya.

Acting telah dimulai, Aoi— untuk sekarang kita gunakan nama pemeran mereka. Chika berlari kecil ke arah Yuu yang sudah menunggu Chika hutan belakang sekolah mereka yang sudah menjadi tempat favorit keduanya.

"Yuu-kun! Maaf aku terlambat!"

Atensi Yuu teralihkan oleh suara anak perempuan yang menyebut namanya. Chika mendekat ke arah Yuu dengan raut wajah yang terlihat murung, hingga membuat Yuu khawatir.

"Tidak apa apa, daripada itu, ada apa Chi-chan? Kamu.. terlihat murung." Aqua, memperlihatkan raut wajah khawatirnya dengan baik.

Cukup lama Chika terdiam namun tiba-tiba suara tangisannya terdengar. Buliran air mata mengalir satu persatu dari pelupuk matanya. Aktingnya yang hebat itu membuat Kana tertegun melihatnya, siapa sangka bakat yang harusnya dimiliki olehnya dicuri oleh Aoi dalam sekejap?

Menangis dalam 10 detik, tidak, kurang dari 10 detik.

"Chika?! Ada apa?! Ada yang sakit?!"

Aqua yang awalnya mengira gadis dihadapannya ini menangis beneran tapi dirinya segera memproses situasi lalu melanjutkan aktingnya.

"Yuu-kun...aku..aku harus meninggalkan Yuu-kun..hiks."

"Heh..?"

"Besok..aku..akan pindah—"

Tanpa diduga, Aqua atau tepatnya Yuu memeluk Chika dengan erat, wajahnya ia tenggelamkan di pundak gadis itu. Kei yang sedari tadi menonton akting ini heboh sendiri lalu dengan cepat mulutnya ditutup oleh pak sutradara.

"Aku tahu.., aku sudah tahu hal itu. Hei.. berjanjilah kepadaku untuk tidak melupakanku.."

Terdiam sejenak, Chika memeluk kembali Yuu dengan erat. Dirinya mengungkapkan perasaannya kepada Yuu lalu mencium pipi Yuu. Dengan begitu adegan ini selesai.

*Cut!

Kei segera menarik Aoi menjauh dari Aqua, Aqua memperhatikan lelaki itu dengan bingung, Aoi terkejut tiba-tiba ditarik oleh ayahnya.

"Uwah papa!~ Bye bye Aqua!~"

Kei menatap tajam Aqua sebelum pergi dari tempat tersebut. Menatap kepergian kedua orang itu, Aqua menghela nafas, memegang sisi pipinya yang tadi dicium oleh Aoi. Rona merah tipis diwajah terlihat, dia tidak menyangka akan dicium.

"Wah wah, lolicon."

Aqua menatap kesal Ruby memanggilnya lolicon, "Tidak begitu! Lagipula kami seumuran!" Ucapnya, menyangkal julukan lolicon tersebut.

"Akting kalian bagus sekali! Mataku memang tidak salah!"

Taishi mendekati kedua anak yang baru saja menjadi bintang film tersebut. Tatapan terkesan kepada keduanya tidak pudar, kesannya terhadap Aoi dan Aqua adalah 'anak jenius'.

"Aku mengingat jelas, aku sama sekali tidak memberikan naskah. Bagaimana kalian bisa membuat dialog seperti itu dengan cepat?"

Aoi yang berada di gendongan Kei menatap Aqua, begitu juga dengan Aqua. Mereka saling menatap lalu tersenyum tipis seakan telah membaca pikiran lawan bicaranya.

"Aoi sih hanya menggunakan imajinasi~ Imajinasi anak-anak begitu luar biasa!~ Kan papa?~" Balas anaknya itu, masih dengan senyuman menatap Kei.

Kei menganggukkan kepalanya, "Anak papa emang hebat! Tapi kamu jadi idol saja! Seperti papa~"

Aoi terdiam sesaat, mengangguk pelan. Biarlah mengiyakan kalimat ayahnya sekarang, namun dimasa depan nanti dia sama sekali tidak ingin berhubungan dengan industri hiburan.

"...ini sama sekali tidak bagus..."

Atensi mereka teralihkan oleh suara anak bersurai merah tersebut. Topi yang dia pakai membuat wajahnya tidak terlalu jelas, namun Aoi melihatnya, sebuah buliran air mata menetes ke daratan.

Arima Kana menangis, ia mendekati Taishi memegang sisi ujung baju pria itu. Tangisannya terlihat jelas, topi yang ia gunakan telah terhembus angin kencang yang membuat suasana menjadi serius.

"Aku..AKU BISA LEBIH BAIK DARIPADA AOI! REKAM ULANG! AKU BISA MELAKUKAN LEBIH BAIK DARI INI!!"

Teriakkan anak itu berhasil membuat suasana hening. Tidak ada yang berani berbicara sebelum artis lain mendekatinya dan menenangkan tangisannya tersebut.

Terkadang, melihat orang yang lebih hebat dari diri sendiri itu sangat menyakitkan padahal dirinya hanya dirinya yang ingin diakui.

.

.

.

Manik pria itu memeriksa naskah dengan kakinya yang dinaikkan diatas kakinya yang lain seraya bersandar dikursi. Seorang bocah laki-laki bersurai blonde berada disampingnya.

"Bocah, apa kau tau aspek terpenting dalam akting?"

Tanyanya, pria yang menyandang gelar sutradara tersebut bertanya tanpa memandang langsung Aqua yang menatap ke arah gadis bersurai merah yang tengah menangis sembari ditenangkan oleh ibunya.

"Eerghh.. kemampuan intuisi? Termotivasi atau ketekunan?" Anak itu menjawab dengan mengira-ngira saja.

Taishi, menganggukkan kepalanya, menyetujui jawabannya tersebut. "Itu memang benar, tapi ada satu hal yang paling penting." Ucapnya dengan jedaan sebelum melepaskan naskah yang ia pegang dan menatap langsung ke arah Aqua.

"Komunikasi." Lanjutnya, maniknya tertuju ke Kana yang masih menangis. Menandakan dirinya membahas tentang anak itu, tentang apa yang kurang dari anak itu.

"Jika kau dibenci oleh staff dan pameran lainnya, kau tidak lagi mendapatkan pekerjaan. Tidak ada masa depan bagi anak-anak sombong dan pura-pura menjadi pemeran berpengaruh." Ucapnya, lebih merujuk kepada anak perempuan bersurai merah itu.

"Apa pak sutradara sudah mencoba memperingatinya?"

Taishi menggelengkan kepalanya, "aku tidak kepikiran menggunakan cara yang manja seperti itu. Lagipula, jika dia jenius dirinya akan sadar diri apa yang ia lakukan dan apa yang harus dilakukan." Jelasnya, menghela nafas. Lalu maniknya teralih kepada sosok anak perempuan bersurai hitam pekat yang tengah mengobrol dan bercanda ria dengan adik dari bocah laki-laki yang tengah menjadi lawan bicaranya.

"Akrablah dengan Aoi. Dia anak yang jenius, meskipun aku baru pertama kali melihat aktingnya, aku sudah mengerti dengannya. Lagipula ayahnya adalah Takara Kei. Bertemanlah dengan anak itu, siapa tahu kalian akan menjadi partner di dunia akting ini."

Manik aquamarine menatap anak perempuan yang dimaksud oleh sutradaranya tersebut. Gadis yang dengan cepat akrab dengan adiknya, gadis dengan kedua manik matanya yang dalam sekejap mampu membuat Aqua terpana, sama seperti seorang idol jenius tersebut, Hoshino Ai.

"Tapi..aku tidak ingin menjadi aktor..dan juga dia sendiri akan menjadi idol, bukan?" Ucap Aqua, menundukkan wajahnya.

Sebuah tangan pria dewasa itu terulur mengusap puncak kepala Aqua dengan lembut.

"Bisa saja bukan? Ada seorang idol yang berakting."

"...Kau benar.."

"Aku harus memeriksa kondisi yang lain dulu. Sebaiknya kau pulanglah."

Taishi menepuk kepala anak itu sebelum benar-benar pergi dari sana. Aqua masih setia memperhatikan Aoi, berpikir keras kenapa anak itu bisa semirip dengan Ai, atau ayahnya adalah seorang idol yang sama dengan Ai?

"Onii-chan!! Aku mendapatkan kontak Ao-nee! Terus Ao-nee lebih tua dari kita setahun lho!"

Sang adik berteriak memanggilnya, Aqua menghela nafas dan mendekati kedua anak kecil tersebut.

"Berarti aku adalah kakak kalian?~ Hehe!~ panggil aku onee-chan!"

"Onee-chan!!"

Mendengar panggilan dari Ruby, Aoi terlihat senang, senyumnya semakin lebar kemudian dia mengusap surai blonde kedua anak tersebut. Seketika Aqua terdiam, tidak menyangka akan diperlakukan seperti ini oleh Aoi. Kalau dilihat lebih dekat lagi— dirinya cantik dan imut untuk seukuran anak-anak. Tanpa disadarinya wajahnya penuh rona merah tipis.

Daripada mirip dengan Ai, dia lebih mirip dengan seseorang yang telah lama ia rindukan.

Seorang idol yang terkenal namun tidak dianggap oleh netizen, namun senyumannya yang seakan matahari, kedua manik matanya yang memaksakan dirimu untuk memperhatikannya, saat dipanggung dirimu akan terpesona oleh keindahannya.

Begitulah, Kairi.

"....Aoi aku bukan anak-anak."

Aqua menyingkirkan tangan Aoi dari kepalanya, menatap Aoi dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Aoi tertawa kecil saat mendengar ucapan Aqua yang masih berusia anak-anak itu.

"Kamu anak-anak lho!~ Tapi baiklah! Oh Papa udah nungguin! Aoi pulang dulu ya!~"

Daripada itu, sifatnya yang tadi terlihat polos berubah seketika, menjadi seorang anak yang misterius bagi Aqua. Saat melihat Aoi yang pergi menjauh darinya, Aqua terlihat memikirkan sesuatu membuat sang adik bertanya.

"Kamu memikirkan apa? Terlihat serius."

Aqua hanya menggelengkan pelan kepalanya, kembali menatap Aoi dari kejauhan, "Aku sedikit tertarik dengannya."

"Lolicon."

"Bukan!!"

.

.

.

HAHAHAHAHAHAHAHA
UPDATE NIH
/g

Yang nungguin ayo angkat tangan🙏🏻
Dan maafkan hamba jika terdapat kesalahan dalam penulisannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top