5/5
Kau setia mengikuti langkah Shisei kemana pun dia membawamu. Hutan ini terlihat sangat menakutkan saat malam tiba. Semua jalan tampak sama, tapi Shisei terlihat sangat mengenal hutan ini. Dia terus berjalan tanpa penunjuk arah sekalipun. Oh, tentu saja tidak sulit bagi Shisei menentukan jalan yang benar karena dia memang tinggal disini. Di hutan yang sebenarnya terlarang untuk dimasuki manusia sepertimu.
Ah, manusia ya?
Mengingat kata itu, otomatis membuatmu kembali teringat pada apa yang Azuma katakan.
*Flashback*
"P-pergi? Kenapa? Apakah aku melakukan kesalahan?"
"Kau harus pergi karena seharusnya kau memang tidak berada di tempat ini."
"K-kenapa?"
Mendengar pertanyaanmu, Azuma langsung menoleh pada Shisei, "Shisei, kau belum mengatakan siapa sebenarnya kita pada [Name] ya?"
Shisei hanya diam seraya mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tampak sekali bahwa dia enggan menjawab pertanyaan Azuma.
Azuma hanya bisa menghela napas sebelum kembali beralih padamu. Laki-laki yang selalu membawa cerutu kemana pun itu menatapmu serius kemudian berkata, "Kau pernah mendengar tentang hutan yang dihuni oleh para Yokai dan Kemonotsuki? Tentang hutan yang tidak pernah dijamah manusia karena dikelilingi aura magis dan supranatural? Hutan itu adalah tempat ini. Tempatmu berada saat ini."
"Tidak pernah terjamah manusia? Tapi kalian bahkan tinggal disini."
"Itu karena kami bukan manusia."
DEG
Jawaban Hokuto membuat jantungmu seolah berhenti berdetak.
Bukan manusia, katanya?
"A-apa maksudmu?"
"Kami tidak bisa memberimu lebih banyak penjelasan lagi. Intinya, kau harus segera keluar dari hutan ini sebelum semuanya terlambat." Jelas Hokuto.
Kau masih tidak mengerti. Memangnya bahaya macam apa yang akan menimpamu jika kau tidak segera keluar dari hutan ini? Bukannya kau tidak ingin pulang, hanya saja....
Di tengah gejolak batinmu, tanpa sadar kau menoleh pada Shisei. Laki-laki itu masih enggan menatapmu maupun teman-temannya.
"Kami bisa membantumu keluar dari sini. Shisei akan menunjukkan jalannya."
Mendengar kalimat tegas Azuma, kau tidak bisa melakukan apa pun selain menuruti apa yang dia katakan.
*Flashback end*
"Kita sudah sampai." suara Shisei mengembalikan kesadaranmu yang sempat melamun dalam perjalanan.
Kau memperhatikan telah sampai dimana kalian. Itu masih di hutan, namun kau bisa menebak bahwa sekarang kau berada di dekat pintu masuk hutan. Dari kejauhan, kau bisa melihat cahaya oranye yang kau duga bersumber dari pemukiman warga.
"Aku hanya bisa mengantarmu sampai sini. Kau bisa melanjutkannya sendiri 'kan?"
Menatap tanah di bawahmu, kau lantas menganggukkan kepala.
Hening beberapa saat. Hanya gemerisik angin yang bergesekan dengan ranting yang mengisi kesunyian di antara kalian. Shisei masih belum membuka suara, begitu pula denganmu. Kau merasa ingin mengatakan sesuatu padanya, tapi entah kenapa itu terlalu sulit untuk dikatakan.
Ketika kau sibuk dengan pikiranmu sendiri, iris [eye color] mu tanpa sengaja terpaku pada kaki Shisei yang telanjang.
Kenapa kau baru sadar kalau sejak pertama bertemu, Shisei berjalan tanpa alas kaki? Kau bisa melihat kaki laki-laki itu agak kotor terkena tanah dan ada beberapa memar disana.
Tanpa berkata apa-apa, kau berjongkok untuk melepas sepatumu. Untunglah kau memakai sepatu kakak laki-lakimu karena entah bagaimana kau tidak bisa menemukan sepatumu ketika kau hendak berangkat ke hutan untuk ekspedisi.
Shisei menatap penuh tanya pada apa yang kau lakukan. Sebelum dia bisa menyuarakan kebingungannya, kau tiba-tiba meraih sebelah kaki laki-laki berhelai pirang pucat itu.
"Apa yang-...." Kalimat Shisei terhenti ketika kau memasangkan sepatumu di kakinya. Seperti yang kau duga, itu terasa pas di kaki laki-laki yang terpaku di depanmu.
Kau tersenyum senang dan segera memasang kembali sepatu di kaki Shisei yang lainnya.
"Dengan begini, kakimu tidak akan terluka." Ucapmu setelah kembali mensejajarkan dirimu dengannya. "Terimakasih, Shisei. Meski pertemuan kita singkat, itu sangat berkesan bagiku."
Shisei masih terdiam menatapmu yang kini tersenyum manis padanya. Mulutnya terbuka sebelum kembali terkatup rapat. Tampak sekali pergolakan batin diiris brown-nya yang teduh.
"Apa .... Apa setelah ini kita bisa bertemu lagi?" Tanyamu pelan. Kau merasa suaramu bergetar ketika menanyakan hal itu.
"Tidak bisa. Hutan ini terlarang. Tidak seharusnya dimasuki oleh manusia."
Kau kembali menunduk seraya menggigit bibirmu mendengar jawaban Shisei. Entah kenapa hatimu tiba-tiba merasakan sakit yang nyata. Kau tidak tau apa penyebabnya, tapi kau merasa ingin menangis saat itu juga.
Sensasi dingin yang sejak tadi kau abaikan tak lagi kau rasakan saat merasakan sesuatu membungkus lehermu dengan hangat.
Saat kau mendongak, iris [eye color]-mu bersiborok dengan iris brown Shisei yang kini menatap lembut ke arahmu. Laki-laki itu melingkarkan selendang birunya di sekitar lehermu untuk mengusir dingin dan membuatmu tetap hangat.
"Jaga dirimu, [Name]. Jangan biarkan dirimu tersesat lagi ya?"
Itu kalimat biasa dan teramat sederhana, namun entah kenapa beberapa kata itu berhasil menjatuhkan kristal bening yang sejak tadi kau tahan untuk tidak jatuh membasahi wajahmu.
Seolah bergerak dengan sendirinya, kau mendapati dirimu sudah memeluk tubuh Shisei dengan erat dan menangis di pundaknya.
Kau bisa merasakan sebuah tangan menepuk-nepuk pelan punggungmu serta mengelus kepalamu dengan lembut.
Di tengah isakanmu, kau mendengar Shisei berbisik,
"Aku berharap bertemu denganmu saat aku masih menjadi manusia, [Name]."
.
.
.
*******
SELESAI
(Iya, kalian ga salah baca. Lapak ini emang dah selesai. Kenapa? Ngegantung? Emang iya, sengaja kok hahahaha //kabur)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top