ー Yes or Yes? ー

" ... Apa yang membuatmu yakin?"

"Karena pasanganku ada di sini."

Sudah berkali-kali Jyuto datang kemari, namun yang dicari tak kunjung tertangkap oleh netranya sampai saat ini. Padahal ia sudah duduk di meja yang dapat dengan jelas melihat Akazumi nanti. Alih-alih ingin mengembalikan handuk kecil yang disimpan olehnya dengan baik.

Jyuto beralih pada red velvet cantik yang ia pesan tadi. Untuk mengecoh jika ia menunggu sang kekasih. Tanpa ada yang tahu jika itu untuk Akazumi. Dengan kata lain, sepotong kue cantik itu adalah ungkapan hati pada sang (calon) kekasih, yaitu Akazumi sendiri.

" ... Aku tidak akan memberikannya pada orang lain." Bahkan jika keadaan memaksanya untuk kembali bekerja pun ia akan meninggalkan kue tersebut sampai Akazumi tahu, meski ia sendiri tidak tahu apakah pesanan yang dia pesan di hari sebelumnya dan hari ini pun akan Akazumi tahu.

Meski begitu, ia tidak menyerah sedikit pun.

Dan karena usahanya tersebut yang membawanya pada sesuatu yang sangat beruntung. Ya, Jyuto melihat sosok yang ditunggu datang menghampirinya secara langsung. Pun ia tahu meski sebenarnya sosok itu hanya berniat menegur.

Sementara Akazumi sendiri sempat terpaku. Entah menahan malu atau kesal agar tak berubah menjadi tinju. "Jangan buang waktuku hanya untuk menebak siapa pasanganmu, Tuan." Pun Akazumi mempertahankan senyumnya itu.

"Untuk apa aku lakukan itu jika pasanganku adalah kau yang kumaksud?" Seketika Jyuto merubah senyumnya menjadi seringai arogan.

Akazumi masih kuat menahan kekesalan. Bahkan senyumannya terkesan tertekan. " ... Aku tidak mau menjadi pasanganmu. Aku ke sini hanya untuk menegur dan meminta handuk kecilku." Ia berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Oh, tidak mau, ya?" Jyuto mulai modus dengan terus mengulur waktu. "Kalau begitu, be mine or I'll be yours?"

"I-itu apa bedanya ... !" Akazumi terlanjur kesal, namun ia merendahkan nada bicaranya.

Jyuto menyinggungkan senyuman yang terkesan seperti seringaian kemenangan. "Ya atau ya?"

Lebih baik Akazumi mengiyakan daripada memperparah keadaan yang membuatnya dipecat dari pekerjaan.

Namun, sebelum memberikan jawaban, Akazumi memperhatikan sekitar agar aman, kemudian menundukkan kepala agar sejajar dengan Jyuto si pelanggan, menutupi wajah mereka dengan buku catatan pesanan, dan memberi kecupan lembut di bibir Jyuto sebagai jawaban.

Dan kali pertama seumur hidup Jyuto merasakan yang namanya jantungan.

" ... Bayar sebelum kau pingsan." Ah, ciuman itu sudah berakhir rupanya.

"Apa?! Anda mendapat pesanan yang salah? Ah, baiklah, ini pesanan Anda yang benar. Semoga hari Anda menyenangkan!" Tiba-tiba Akazumi bertingkah aneh sambil meletakkan segelas kopi di hadapan Jyuto dan mengambil red velvet yang sudah cukup lama di sana.

Sementara Jyuto baru balik ke dunia nyata. "H-hey!" Dan tak sempat menyatakan perasaannya. "S-seharusnya aku yang begitu ... !" Dia menggerutu dalam senyap.

Namun, Jyuto teralihkan pada tulisan yang bertuliskan nomor telepon dan pesan singkat di satu sisi kertas pembungkus gelas kopinya yang baru saja Akazumi berikan.

Call me maybe.
— red velvet.

Sebenarnya Akazumi tak menyangka jika dua menu yang Jyuto pesan adalah ungkapan perasaan dan untuk mengajaknya kencan.

Sementara Jyuto bertanya-tanya, kemudian menatap ke arah di mana red velvet pesanannya berada. Itu sudah tak ada. Ia menyinggungkan senyum bahagia dan pergi dari sana.

"Jodoh tidak akan ke mana."

The End
Story By LadyIruma

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top