Suou Tsukasa- Only Your Sister
"Onee-sama!"
.
"Onea-sama, aku ingin bersamamu selamanya!! Hehe"
.
"Onee-sama, bolehlah aku memakan ini?"
.
"Onee-sama, ayo bermain bersama!!"
.
"Onee-sama, lihatlah! Indah bukan?"
.
"Onee-sama, aku ... sepertinya aku menyukai Anzu."
.
"Onee-sama, aku tidak tahu haru bagaimana."
.
"Terima kasih, Onee-sama."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
🌱Only Your Sister🌱
[Tsukasa Suou x Reader]
Genre: angst, romance
Anime: Ensemble Stars
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tidak ada yang tahu akan takdir dunia. Mugkin awalnya terasa menyenangkan, namun bisa saja diakhir kemudian akan terasa pahit.
Layaknya sebuah kopi hitam yang tidak diberi gula ataupun cream.
Ya, seperti itulah kehidupan kita.
Kopi dibayangkam sebagai kehidupan kita. Pahit dan hitam.
Namun, ketika cream tersebut dituang, maka akan tercipta rasa manis.
Sama seperti disaat kita menemukan orang yang tepat.
Mengisi kesuraman kita, dan membuat kehidupan kita menjadi berwarna.
Tapi, tidak ada yang menyangkanya bukan?
Bahwa suatu saat warna-warna tersebut akan menghilang.
Mencari kehidupan lain. Dan kembali warna hitam itu meliputi kita.
Dan itulah yang sedang ku rasakan. Dimana orang yang kuanggap berharga, memilih orang lain.
Bermula dimana kita dipersatukan oleh Tuhan.
Dimana saat itu, aku ingin melindungi senyum dan keimutannya.
Dimana disaat itulah takdir berjalan. Mengikuti aliran waktu yang kian melaju.
"Hai," sapaan ku layangkan kepadanya. Berusaha untuk tidak membuatnya takut.
Selisih umur kami hanyalah 2 bulan, dan tentunya aku lebih tua 2 bulan dengannya.
Manik lavendernya menatapku. Hatiku sempat tergelitik melihatnya bersembunyi dibalik celana panjang ayahnya dengan malu.
Ya, kami dipertemukan oleh ayah kami yang merupakan pemilik perusahaan terkenal.
Tidak ada yang kami banggakan hingga sekarang, karena kami hanyalah seorang manusia biasa.
"Aku (First Name) (Last Name). Salam kenal," sahutku sambil mengulurkan tangan.
Tinggiku dan tingginya berbeda jauh. Seolah terlihat seperti kakak adik, makanya banyak yang mengira kami adalah saudara.
Tak bisa dipungkiri bila ia sering menyebutku Onee-sama.
Toh aku menyukai sebutan itu. Walau terbesit aku menginginkan posisi yang lebih dari seorang kakak.
Sejak pertemuan itu, kami selalu bersama setiap waktu.
Menghabiskan waktu dengan cara apapun. Baik waras sampai gila akut.
Oh tentu saja, karena itu cara terbaik menghilanglan kebosanan dikarenakan orang tua sibuk.
"Onee-sama!!" Aku merasakan guncangan di punggungku
Aku tersenyum ketika mendapati manik lavender itu menatapku.
Kuusap surai merahnya itu.
"Yo Kasa, ada apa? Tumben bersikap seperti ini," ia menampilkan gigi putihnya yang berjejer.
Padahal sering makan permen, tapi gigi ya sehat wal afiat.
"Aku ingin bersama dengan Onee-sama selamanya!"
"E ... ehh?? Kok tiba-tiba?"
"Karena aku menyukai Onee-sama. Aku ingin menikah dengan Onee-sama agar bisa bermain bersama," aku memang menyimpan sebuah perasaan kepadanya.
Namun, siapa sangka perkataannya akan seperti itu. Aku hanya bisa tersenyum senang. Ku pegang erat kata-katanya kala itu.
Sebagai bukti bahwa kita akan terus bersama sampai kapanpun.
.
Hanya saja, takdir berkata lain
.
"Onee-sama," suara wibawa dan kekanakan dari sosok yang telah lama kukenal.
Aku tersenyum ketika ia menghampiriku.
"Yo Kasa, ada apa?" Seruku dengan semangat. Pemuda yang dulu lebih pendek dariku, kini sudah berubah menjadi tiang listrik.
Ya, pertumbuhan yang melesat mengakibatkan aku jadi lebih pendek darinya.
"Aku ingin berbicara dengan Onee-sama di atap sekolah. Uhmm ... sepulang sekolah sepertinya," aku mengangguk mantap.
"Yosh, baiklah! Kalau begitu sampai ketemu di atap sekolah. Aku ada urusan dengan Hokuto dan yang lainnya. Sampai jumpa," seruku seraya melambaikan tangan.
Ya, bisa dibilang aku adalah manager Trickstar(?).
Grup idol yang sedang naik daun dan di isi dengan 4 member.
Ada Hokuto, Subaru, Makoto, dan Mao. Ahaha ... aku hanya malas menyebutkan marga mereka.
Toh aku menjadi manager mereka karena dipilih. Ya, aku juga satu sekolah dengan seorang Tsukasa Suou.
Yumenosaki Gakuen. Itu namanya.
Kami hanya ingin menghabiskan waktu bersama sebelum pada akhirnya mulai melangkah ke jalan yang berbeda.
Lagipula, walau sekolah ini dibedakan dengan gender, kami masih bisa berkomunikasi.
☇☇☇
"Aku menyukai Anzu-neesama."
"Eh?"
Waktu seolah berhenti mengalir. Aku masih memproses perkataannya.
"Apa?"
"Aku menyukai Anzu-neesama," satu kata untuknya saat itu.
Frontal.
Kala itu aku khawatir akan kondisi Anzu yang menerima pernyataan itu, apalagi dengan frontal.
Namun, aku tepis 5 detik kemudian dan bertanya, "kenapa harus aku yang tahu?"
Kasa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Berusaha menemukan kata-kata yang cocok untuk dijadikan alasan.
"Karena nee-sama itu bawel, seperti anak kecil, keluyuran, heboh sendiri seperti Leader, lalu..."
Kasa, cobalah untuk berkaca sesaat.
"... ah, lalu nee-sama itu kan tipe mak comblang. Apalagi sifat ceria dan positive seperti itu," aku membeku ditempat.
Ribuan pedang menusuk tubuhku. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi, aku benar-benar tertohok saat itu.
Bahkan, rasa kecewaku sejenak hilang ketika Kasa menyebutku sebagai mak comblang.
"Haha, lucu sekali."
"Nee-sama, aku serius. Aku tidak tahu harus bertanya kepada siapa lagi. Kalau dengan Leader, ia akan memberi banyak asupan alien, kalau dengan Ritsu-senpai ia akan menyarankan peti mati, kalau Arashi-senpai ia akan berbicara tanpa henti tentang alat dandan, kalau dengan Sena-senpai ia akan mengoceh hal lain."
Dalam satau tarikan nafas, Kasa mengucapkan semua alasannya. Bahkan aku tidak dibiarkannya untuk berkomentar.
Tapi, aku ingin tahu sesuatu. Kenapa hatiku terasa sakit ya? Terlebih kefika mengetahui Kasa menyukai Anzu. Dan aku? Hanya sebagai pengganti? Ada penopang masalahnya?
Bukan ini yang ku inginkan.
Tapi aku harus memerankannya. Bersusah payah untuk terlihat tegar dengan tidam mengeluarkan benih-benih air di pelupuk mata.
"Yosh, aku akan membantumu! Sebagai Onee-chan yang baik, tidak akan kubiarkan adikku yang manis ini merasa patah hati," seruku sambil mengusap pucuk kepalanya.
Walau harus diusahakan dengan berjinjit sebisa mungkin.
Tapi, bisakah aku dianggap lebih dari seorang Onee-sama olehmu?
.
.
"Masih ingat kalimatnya?"
"Ya," ku menatap penampilan dari ujung kaki hingga rambutnya.
Yap, sudah sempurna. Lagipula, tidak perlu berpakaian fomal seperti menggunakan jas atau parfum apapun.
Cukup berpakaian normal dan mengajak Anzu jalan-jalan, ia pasti bisa menembaknya.
Ya ... walaupun aku berharap bahwa akulah Anzu.
Ku genggam kedua tangan Kasa guna menenangkan kegugupannya.
"Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja. Onee-chan akan memperhatikanmu kok," seruku sambil menampilkan senyum terbaikku.
Lagipula, ini merupakan senyum terakhir yang akan ia lihat.
Menitikkan air mata sekaeang pun percuma. Toh aku hanya dianggap sebagai kakaknya. Yang hanya bisa menyukainya dalam diam.
Aku menarik nafas dalam-dalam lalu memghembuskannya.
"If you can get her, I'll treat you with many candies. How?" Manik lavendernya membulat.
"I want! Ok, I'll show you how to tell her about my feeling. And when I win, you must keep your promise, agree?" Aku berusaha untuk tidak merubuhkan pertahananku.
Kami-sama, sedikit lagi maka ia akan segera pergi. Berikan aku sedikit kekuatan agar tidak menangis dihadapannya. Aku tidak ingin ia memgetahui perasaanku.
Biarkanlah aku dan Engkau yang mengetahui ini semua.
"Agree. What can I do if this problem always make my little cute brother frustation? Awhh, come on little boy," aku menghimpit lehernya dibawah ketiakku dan mengacak surai merahnya.
Tak peduli kicauannya yang menyuruhku untuk menghentikannya. Toh, ini terakhir kalinya aku melakukan hal ink sebelum berpindah ke orang lain.
"Ahh, menyenangkan sekali."
"Huft, onee-sama yang menikmatinya. Penampilanku jadi berantakan," aku terkikik.
Ku tepuk punggungnya sekencang mungkin sebagai oemberi semangat.
"Yosh, kalau begitu cepat temui dia. Tidak baik membuat orang lain menunggu tahu. Terlebih wanita."
"A ... ah, iya. Kalau begitu aku pergi dulu. Ittekimashu."
"Itterashai!!!" Aku melambaikan tanganku seraya ia menghilang dari pandanganku.
Dan disitulah pertahananku runtuh. Aku terduduk lemas.
Mengeluarkan semua derai mata ini. Aku bahkan tidak sanggup melihatnya menyatakan cinta.
Aku memang bodoh, wanita bodoh yang berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan perhatiannya.
Padahal hatinya tertuju kepada orang lain.
"(Name)?" Aku mendongakkan kepalaku ketika sebuah suara menginterupsiku.
Sepasang manik orange yang menatapku bingung. Lalu kemudian mengulurkan tangannya kepadaku sambil tersenyum lebar.
Seolah tahu apa yang sedang kuderita. Dan dengan senang hati menerima semua keluh kesahku.
Kuterima uluran tangannya. Dan menangis di dekapannya serta membiarkanku membasahi bajunya.
Untuk sementara biarlah ia menjadi pelampiasanku.
Hanya untuk sementara hingga hatiku bisa menerima keberadaanmu
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
The end.....
1335 word
Sebenernya fanfic ini dari book yg udah ku unpub.
Sayang kalo ceritanya ditelantarkan, jadi aku pindahkan ke sini aja hehe.
Repub: 3 Mei 2020
Jangan lupa vote abd comment
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top