Pierre- Prince and The Princess

"Apa kau akan kembali lagi?"

Senja yang mulai berkumandang, diiringi perubahan warna langit yang hampir senada dengan rambutnya.

Ribuan butiran pasir yang terbentang dari ujung ke ujung, masuk ke sela-sela sendal yang terpasang indah dikedua kaki.

Manik lavendernya menatapku sendu. Senyumnya yang selalu terlihat cerah kini meredup.

Aku tahu maksud dari mimik itu, aku tidak ingin ia mengatakannya.

Pandanganku kualihkan ke bawah. Suara ombak yang merdu serta matahari yang hampir menutup dirinya secara utuh, mengisyaratkan bahwa waktu tidak akan lama lagi.

Tak sepatah kata keluar dari mulutku. Aku hanya menampilkan senyum getir, pasti sangat susah menjadi orang istimewa bagi seorang Pangeran yang terdampar dalam urusan politik.

"Maaf ya, tapi kita pasti bisa bertemu lagi," tangannya yang mulus dan besar mengusap pucuk kepalaku.

"... kau bisa mengatakan hal itu dengan mudah seolah tidak mengkhawatirkan kondisiku," lirihku. Aku enggan untuk membiarkannya pergi.

Terlebih disaat matahari kian meredup, disaat itulah ia pergi. Aku tidak bisa menahan amarahku.

Bulir mata mulai berjatuhan mengenai pasir putih. Membiarkan ombak kecil menghantam kakiku.

Senyumnya mengembang, tatapannya menjadi lembut dan hangat. Tangannya kini beralih memegang tanganku.

Walau sulit untuk dirasakan, tp ada sesuatu yang membuatku hangat.

"Don't cry hime-sama. I never leave you alone. I'm always in your side and your heart," tangisku pecah. Ia tersenyum begitu hangat, bahkan wajahnya terlihat lebih bersinar.

Langit mulai menggelap, beriringan dengan matahri yang mulai menghilang. Tubuhnya kian menipis seiring waktu.

Apakah ini merupakan karma kepada seseorang yang menyerahkan tubuhnya kepada seorang Pangeran?

"(Name)..."

Aku memberanikan diriku menatapnya. Namun, hatiku semakin sakit ketika matanya berkaca-kaca diiringi dengan raut yang enggan juga untuk pergi.

"... Terima kasih, sudah mengkhawatirkanku. Dan ingin menjadi seorang putri yang akan mendampingi sang Pangeran menuju singgasana, serta menemani memimpin negara agar menjadi negara yang selalu ceria, aku tahu ini begitu mendadak. Tapi tidak ada yang tahu apa yang akan takdir perbuat," tubuhnya mendekapku. Berusaha memelukku seerat mungkin walau ia tahu aku tidak akan bisa merasakannya.

"Titipkan salamku untuk Kyoji dan Minori ya. Terima kasih sudah membantuku selama ini, dan aku tidak ingin (Name) sendirian. Jadi, aku titipkan dirimu ke Minori," tangisku semakin menjadi.

Tungkai lututku melemas. Kini dirinya pergi secara utuh. Tidak membawa beban dan bebas dari segala hal yang menderitanya.

Tidak satupun dapat mengetahui jalan takdir, tidak ada yang dapat mengubahnya.

Tapi aku tahu, hingga ajal menjemput ia akan selalu tersenyum.

Memberi salam perpisahan dan pergi begitu saja. Meninggalkan satu kalimat yang membuatku terdiam.

Di malam yang dingin dengan deru ombak dan bintang yang bertebaran diangkasa luar.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Aku menyukaimu, (Name)."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
2 bulan sebelumnya...

"Prince Pierre, watch out!" Manik lavendernya mengecil kala negaranya yang indah kini berubah menjadi neraka.

"... what's happened in here?" Senyumnya yang selalu melekat kini memudar, ekspresinya yang selalu ceria dan tak ada beban kini berubah, dan semua yang ada didirinya berubah drastis ketika memijaki tanah kelahirannya.

"Prince Pierre! Why are you here!? You shouldn't be here! Please leave this country!"

"Eh? Wha ... what's wrong?" Dirinya memekik ketika suara letusan peluru dan hantaman keras berpadu.

Tubuhnya seketika bergetar, hal yang tidak ingin ia harapkan terjadi.

Perpecahan diantara keluarga kerajaan dan perang antar saudara.

Pierre muak, cukup sudah dengan perebutan singgasana tersebut.

"Godness, I already tired with all of this. I interverned."

"Wait! Your highness! You can't!"

"It's okay, only me who can sto them," matanya menyendu disertai senyum getir. Pengawal yang selalu berada disisnya terkejut.

Ia akan menggunakan senjata rahadianya yang memgakibatkan nyawa sebagai gantinya.

Kakinya melangkah memasuki area peperangan itu. Mengabaikan semua panggilan orang untuk tidak memasuki area itu.

"Seandainya aku mati, aku ingin kedua kakakku berdamai. Dengan begitu aku bisa beristirahat dengan tenang."

"Kutitipkan (Name) kepada kalian," ialah permintaan terakhirnya sebelum ia memasuki bangunan megah itu dan letusan pistol berbunyi bertepatan dengan sang pangeran yang terjatuh diiringi darah yang mengalir dari kepalanya.
.
.
.
.
.
.
.
620 word

Pierre×reader
The idolm@ster sidem

Finish: 19 Nov 2019
Pub: 4 Desember 2019

Pierre aku bikin ooc, maap ya:") ... abis fotonya terlalu mabushii /////

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top