❁ʟᴀsᴛ ᴄʜᴀᴘᴛᴇʀ - sɪɴʏᴀʟ❁

"Kenapa aku baru menyadarinya?!!!"

Tomoya menggerutu pada dirinya sendiri, merasa kesal. Kenapa, sih, disaat sekarang ia menyadari perasaan itu? Kenapa disaat ia sedang berusaha untuk melawan alasan 'tuk tidak menjauhi doi- ehem, sahabatnya itu. Ia tidak ingin memperkeruh suasana yang pada dasarnya sudah sedikit keruh itu.

Ia bahkan meragukan apakah Hajime masih memiliki perasaan padanya setelah apa yang terjadi pada mereka beberapa hari ini. Dengan berat, ia menghela nafas, mencoba meringankan beban di kepalanya.

Sebenarnya ia ingin mengajak Hajime pulang bersama hari itu, tapi dengan pikiran seperti ini, apakah akan berakhir dengan baik?

Hajime pasti membenciku, Hajime pasti membenciku.

Kata kata itu terus menerus berputar dalam kepalanya, tiada henti hentinya. Rasanya ia jadi ingin menyerah saja.

'Apa aku dikutuk Kami-sama, ya? Kenapa aku hal buruk selalu terjadi padaku beberapa hari ini? Ah, jadi ingin tahu apa yang akan terjadi seminggu kedepan~' Kata kata sarkas keluar dalam benaknya.

Yang ia belum ketahui, satu minggu yang akan datang, akan ada suatu hal besar yang akan terjadi. Tetapi, hal itu bukanlah hal buruk, melainkan hal sebaliknya.

Untuk memberinya semangat melanjutkan kehidupan seperti biasa serta untuk menyangkal sarkasme tadi, sepertinya sesuatu dari masa depan akan memberikan sinyal sekarang.

.

.

.

Friday, xx/xx/xxx

Yumenosaki High School - 1-A

Seorang berambut biru membuka pintu itu perlahan, memperlihatkan satu sosok lain di disana. Ia berdiri di dalam kelasnya, seperti sedang menunggu seseorang. Tangannya menggenggam setangkai bunga mawar berwarna merah gelap.

"T-tomoya-kun...?"

'Ah, inikah rasanya kisah cinta yang manis?'

.

.

.

"A-apakah kau sudah menunggu lama?" Dengan gugup ia bertanya. Lelaki dihadapannya tadi hanya menggaruk lehernya yang tak gatal. "Tidak juga..."
Hajime menganggukkan kepalanya pelan, mengerti.

Menggenggam tangannya yang mulai dingin, ia membuka suara. "Jadi Tomoya-kun, yang akan kau sampaikan adalah...?" Ia memberanikan diri bertanya akan hal itu meskipun rasa malu yang amat sangat sudah menyelimutinya. "Hm. Benar," Tomoya membalas dengan senandung kecil beserta senyuman.

Ia kemudian memejamkan matanya sejenak, lalu menarik nafas dalam dalam untuk menenangkan jiwa dan hatinya yang kusut.

"Awalnya aku tak menyadari perasaan ini- Bukan, lebih tepatnya tidak mau mengakuinya. Namun, setelah sesuatu menamparku, aku sadar kalau yang kurasakan saat ini adalah... Cinta..." Ujar Tomoya. Wajahnya memerah seperti mawar itu. Hajime hanya menutup mulut dengan kedua tangannya sambil sesekali menganggukkan kepala pelan.

"Jadi, uhhh... Hajime? maukah kau... menjadi milikku untuk saat ini?" tanyanya. Mawar ditangannya disodorkan ke arah sang gadis berambut biru langit.

Air mata gadis itu sudah tidak bisa dibendung lagi. Mereka mengalir bebas bagaikan air terjun dari iris lavendernya. Ia pun tersenyum lebar.

"xxxxxxxx, Tomoya-kun, xxxxxxxxx"

.

.

Ah, maaf, apakah jawaban milik Hajime tidak terdengar? Fufu, sepertinya, sinyal sudah putus, dirinya dari masa depan tidak diperbolehkan untuk membocorkan lebih dari itu.

Yah, tapi, lelaki dengan feeling tajam seperti Tomoya pasti akan mengetahui apa yang terjadi. Hal ini kemungkinan hanya memberikan efek seperti de javu sa-

DRAK!

Pintu tiba-tiba terbuka, membuat Tomoya tersadar dari lamunannya.

"Tomoya-kun?" Suara disana memanggil. Sontak, Tomoya pun menoleh, pandangannya bertemu dengan sepasang mata yang tadi memanggilnya.

"Haji... me? A-ada apa?" Hajime tak menjawab. Pemilik dari sepasang kaki itu kini berjalan mendekat.

Dengan wajah memerah, ia mencoba mengatakan sesuatu. "Ano- Tomoya-kun... Maukah kau berjalan pulang bersamaku?" Ajaknya.

Mendengar perkataan Hajime mata Tomoya sedikit terbelalak. Ia sungguh masih tak percaya dengan apa yang terjadi.

Masa sih, apa yang ia dan Hajime ingin katakan sama?

Melihat Tomoya yang terdiam, Hajime menyimpulkan jawabannya sendiri."T-tidak mau ya...?" Ekspresi wajah Hajime berubah menjadi sedih.

"Ah- B-bukan seperti itu! H-hanya saja..." Tomoya memotong kalimatnya dengan sengaja.

"Sepertinya kita ingin mengatakan hal yang sama..." Kalimat itu dibalas oleh wajah Hajime yang terangkat. Ekspresinya menyiratkan rasa senang, matanya lavendernya berkilau seperti permata yang indah.

"A-aku senang Tomoya-kun juga berpikir demikian...!"

Semangat Tomoya kembali muncul segera setelah mendengar ajakan Hajime untuk pulang bersama.

Apakah ini adalah salah satu sinyal tadi? Ataukah kebetulan? Atau bahkan sebuah takdir?

Fufu, Rahasia~

.

.

'Kenapa rasanya seperti hal yang mirip dengan hal ini akan terjadi...?'

Yah, mungkin ia hanya harus memfokuskan dirinya pada saat ini dan tidak terlalu memikirkan tentang masa depan.

-

-

-

𝕗𝕚𝕟

✧✧

---------------------------------------------------------

Astaga, pengen nangis beneran- Akhirnya ni book kedua kelar... /Sujud / Mepet banget sih elah Merrr-

Saya minta maaf yang sebesar besarnya kalau misalnya ceritanya ngga nyambung atau OOC- Mungkin kalau ada kesempatan dan motivasi, serta rasa rajin bakal saya edit, ehe~

Lalu, terimakasih kepada yang sudah meluangkan waktu membaca, memberikan vote, dan/atau berkomentar. Hal itu membuat saya merasa senang!

Sepertinya hanya itu saja, sampai jumpa di book lainnya~! ^^

Mel/Meru❀

.

.

.

.

🍃ℓονє ѕιϲκ🍃 - ♡ᴛᴏᴍᴏʏᴀ ᴍᴀsʜɪʀᴏ x ғᴇᴍ! ʜᴀᴊɪᴍᴇ sʜɪɴᴏ♡ End

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top