❁ᴄʜᴀᴘᴛᴇʀ 7 - sᴀᴠɪᴏʀ❁

Setelah berlari cukup jauh, Nazuna akhirnya berhenti tepat di depan sebuah bangku kosong. Matanya dengan tajam menyusuri daerah sekeliling, memastikan bahwa kedua orang tadi tidak mengejarnya. Setelah di rasa aman, Nazuna pada akhirnya dapat mengeluarkan nafas lega.

"Haa... Untung saja mereka tidak mengejar..." Ucapnya lirih, dengan nafas yang masih tak beraturan. Ia menyeka bulir bulir keringat yang menetes di dagunya sambil mengalihkan pandangan kepada gadis disampingnya.

Posisi gadis itu sekarang sedang berjongkok, dengan kepala yang dibenamkan pada lutut dan lengannya. Ia rupanya sedang mengumpulkan kembali kekuatan yang tadi hilang.

Awalnya, Nazuna ingin menanyakan tentang kedua orang tadi, tetapi, melihat pemandangan sang adik kelas sekarang, ketakukan mulai berkumpul di dalam hati Nazuna.

"Najima-chin? Daijoubu?!" Nadanya terdengar khawatir. Najima hanya menganggukkan kepalanya pelan, menggumamkan sesuatu yang tidak bisa di tangkap telinganya. Ia merasa bahwa ia harus melakukan sesuatu yang dapat membuat stamina Najima kembali.

"T-tunggu disini! Aku akan membeli minuman! Kau duduklah di atas bangku itu!" Tangan yang daritadi digenggam kemudian dilepas. Dengan sigap, kaki kaki kecilnya kembali berlari menapaki jalan setapak di taman itu, mencari vending machine terdekat.

"Maaf, aku sedikit lama...!" Setelah berputar-putar sedikit lama, Nazuna kembali dan menghampiri Najima yang duduk di atas bangku dengan tangan yang menempel di dadanya. Tangan mungilnya kemudian menyodorkan sebuah minuman isotonik dingin yang barusan ia beli. Perempuan bersurai hitam itu hanya memandang Nazuna, ragu ragu ingin menerima pemberiannya.

"Sudahlah, terima saja tidak apa apa," Akhirnya botol itu berpindah tangan.

Deg

Najima sedikit berdebar akan kebaikan hati kakak kelasnya hari itu.

Nazuna segera duduk di samping Najima. Mengistirahatkan kaki lelahnya, bersamaan dengan sosok disamping yang sedang meneguk isi minuman miliknya - seketika membuatnya merasa lebih baik. Sebagai reaksi, ia mengeluarkan helaan nafas pelan.

"Maaf ya, Najima-chin... Aku tak tahu kau tidak kuat berlari..." Ujar Nazuna setelah ia menghabiskan setengah dari minuman dinginnya. Jari jarinya mengalung di tubuh botol itu, lama kelamaan basah akibat embun yang muncul. Tentu saja ia merasa bersalah, karena kejadian ini merupakan salah satu rencana untuk mencuri hati gadis tersebut. Ia tidak mengetahui bahwa Najima tidak memiliki stamina yang besar, ditambah lagi karena ia jarang melakukan aktivitas berat.

"...Nii-chan tidak perlu minta maaf, Nii-chan sudah membantuku kabur dari mereka, justru aku yang seharusnya berterimakasih." Ia tersenyum. "Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan jika Nii-chan tidak datang tadi..." Lanjutnya. Kata kata yang ia keluarkan sendiri barusan rupanya telah mengundang bulu kuduknya untuk berdiri - ia tak bisa membayangkan akan hal buruk apa yang bisa saja terjadi.

Mata Nazuna kini mendarat ke arah rerumputan di depan. "Anu... Lalu, maaf karena aku sudah berkata bahwa aku adalah pacarmu, jika itu membuatmu tidak nyaman..."

Najima menggelengkan kepalanya sebagai balasan cepat.

"Uun, tidak apa apa Nii-chan. Jika itu adalah Nii-chan, aku tidak merasa aneh atau tak nyaman kok." Najima dengan lancarnya mengatakan kalimat itu.

Bluushh-

"J-jangan berbohong, Najima-chin..."

"Aku tidak berbohong."

Jawaban adik kelasnya itu membuatnya senang dan berbunga-bunga. Nazuna kemudian tersenyum pada botol yang ia genggam, "Kalau begitu, syukurlah..."

"Awtau mwungkin kita twidak perlu berpura-pura..." Nazuna menggumamkan sesuatu.

"Eh? Nii-chan barusan bilang apa?"

"T-tidak ada!!!" Nazuna tidak mengira bahwa ia akan mendengarnya, oleh karena itu, wajahnya seketika berubah menjadi sedikit pink.

"Ahaha, Masa~??"

Energi Nazuna kini sudah kembali. Ia pun segera bangkit dari bangku, lalu meletakkan tangannya di belakang. Angin yang sepoi-sepoi meniup rambut indahnya. Sinar matahari sore menyinari wajah cantiknya, membuatnya seakan akan terlihat seperti malaikat.

"Kau sudah bisa berjalan, Najima-chin? Kalau sudah bisa, ayo, biar kuantar kau pulang~ Jaga jaga agar kau tidak diganggu lagi" Nazuna memutar kepalanya, melemparkan senyum pada gadis dibelakang. Mata merahnya sedikit menyipit, dengan warna pink tipis yang terlukis di pipi putihnya.

"Un, Arigatou, Nii-chan..." Najima balik membalas senyuman itu. Dari wajahnya tersirat perasaan senang yang jelas. Nazuna sekarang terlihat sebagai Guardian Angel miliknya.

Tapi, yang tidak Nazuna ketahui adalah fakta bahwa panah dari senyumannya itu tiba tiba mengenai hati Najima, membuat dadanya terasa sakit dan sesak.

.

.

.

"Kaoru-chin, apa hal ini akan berhasil?"

"Aku akui memang cliché, tapi aku percaya hal ini akan berhasil. Percayalah padaku, Nazuna-kun!"

Nazuna memandang langit sore yang tenang, bertabur awan kapas merah jambu serta keunguan nan cantik. Perlahan ia tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dirinya mengingat ingat rencana yang sudah disiapkan oleh Kaoru, senyum kembali mekar di bibir.

'Hontou ni arigatou, Kaoru-chin...'

.

.

.

Sudah banyak hal yang Nazuna lakukan untuk mengambil hatinya, dan tak terasa, waktu perpisahan sudah dekat. Entah usaha itu akan berhasil atau tidak, tapi yang pasti Nazuna sudah berusaha sebisanya. Urusan perasaan ia serahkan pada sang pemilik hati.

Dan hari itu, Nazuna rencananya akan melangsungkan usaha terakhir sebagai penutup.

Dengan sebuah surat yang dalam genggaman, ia berjalan menyusuri lorong kosong, hanya ditemani oleh cahaya sang surya dan angin yang menderu masuk melalui jendela yang terbuka.

Ia akhirnya sampai di depan loker sepatu.

Kosong, tidak ada siapapun. Baguslah, lebih baik dari yang Nazuna perkirakan. Semua orang rupanya sedang sibuk.

Perlahan lahan ia memutari lemari itu, mencari hal yang ia maksud. Matanya kemudian menangkap sebuah nama, nama yang sama persis dengan yang tertulis di surat itu.

Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Sambil menelan bulat-bulat keputusan dan semua konsekuensinya, tangannya membuka loker itu, lalu meletakkan kertas itu diatas sepatu hitam yang ada disana.

'Yosh, kini saatnya aku kembali-'

Dan sang leader kini hanya bisa berharap untuk yang terbaik.

---------------------------------------------------------

Mel/Meru

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top