3

โฌโžบโžบโ€โžบโžบโฌŽ
Sedikit kata tidak baku
Out Of Character
โฌ‘โžบโžบโ€โžบโžบโฌ

Questionable creature

โ†’โ€ข โœฟ โ€ขโ†

(Name) membuka matanya. Irisnya menatap sekeliling yang berbeda dengan tempat terakhir kali ia pingsan.

Kenapa aku bisa di sini, ya?

Ia duduk di tepi ranjang, memegangi kepalanya yang masih terasa pusing.

Ingatannya hanya sampai saat ia terdorong oleh shinsu Bam.

Pintu terbuka. (Name) tersenyum pada orang yang membukanya.

"Kau sudah bangun?"

"Iya, seperti yang Nona lihat."

Alora mengecek (Name) dari atas sampai bawah memastikan tidak ada lagi yang terluka. Jika ada dia akan menghajar wajah Arsen karena telah menyuruh (Name) untuk maju padahal dia leha-leha.

"Maafkan aku, harusnya kau tidak maju sendirian saat itu."

"Tidak masalah, lagipula aku yang mengiyakan Tuan Arsen kok."

"Apa manggil-manggil? Ada yang kangen?"

"Najis." Alora menatap jijik pada makhluk sombong yang baru tiba.

"Beliin makan dong." Arsen tambah ngelunjak minta makan. Mentang-mentang Alora dari keluarga Khun.

"Ogah."

"Beliin (Name) makan kalo gitu."

"Lu ngapain nyuruh-nyuruh? Bapak gue?"

"Lah gua bestie lu."

"Bestie bestie apaan jijik."

Alora memutar bola matanya malas. Ia menyuruh (Name) untuk kembali berbaring dan menuju kantin dengan menghentakkan kaki karena kesal.

Tidak lupa dia menginjak kaki Arsen dengan sekuat tenaga.

"Duh sorry ya, ga sengaja."

Untung saja teman. Jika tidak sudah dia jambak sampai kepalanya botak.

(Name) daritadi hanya menatap bingung. Baru saja dia bangun, sudah ada yang adu mulut.

"Tuan Arsen, aku tidur berapa lama?"

"Satu hari penuh."

"Se-seharian?"

Siapa sangka dirinya bisa tidur selama itu. Padahal paling lama hanya sekitar 5 jam.

"Lalu ujian selanjutnya?"

"Semuanya diberi waktu tiga hari untuk istirahat, besok lusa baru diberitahu," ucap Arsen menyeruput kopi kaleng.

(Name) manggut-manggut paham.

Keesokan harinya (Name) sudah sembuh total. Sikapnya yang berubah lebih aktif dari sebelumnya juga membuat yang lain merasa bingung.

"Gue kira dia kalem."

"Ternyata sebelas dua belas sama lo."

"Nona Alora! Apa aku boleh mengunjungi Tuan Bam?"

"Cih, Alora doang nih?"

Padahal jelas-jelas dia lebih kece dari Alora, tapi (Name) nempel terus sama Alora. Arsen kan juga mau punya adek baru.

"Tuan Arsen juga, apa boleh?"

"Tentu saja, tapi kami sedang ada urusan, bisa pergi sendiri kan?"

Arsen bingung. "Hah? Urusan apa?"

"Urusan itu."

"Ohh itu~."

Iya itu. Pertaruhan siapa yang bayar makanan seharian penuh.

(Name) mengangguk cepat dan langsung menuju kamar Bam. Sejak awal dia langsung ingin mengunjungi Bam saat mendengar pemuda itu tidak sadarkan diri sampai sekarang.

Tapi entah kenapa rasanya sedikit takut saat kini ia berada di depan kamar yang ia tuju.

Memang pada dasarnya dia itu penakut dan pemalu(hoax) hanya saja tertutup dengan wajahnya yang terus senyum padahal hatinya jedag jedug jeder.

Sekarang pun (Name) senyum. Senyum tegang dengan tangan yang masih kaku ingin mengetuk pintu.

Ugh, tidak jadi deh, takut. Dia menarik tangannya kembali.

Keesokan harinya pun begitu. (Name) hanya menatap pintu itu sebentar sebelum berkumpul untuk ujian selanjutnya.

Di sebuah ruangan, ujian selanjutnya diberitahukan. (Name) menatap bosan pada penjelasan posisi-posisi yang ada.

Light bearer

Spear bearer

Wave controller

Scout

Fisherman

Mendengar role fisherman, ia seketika antusias apalagi ketika mendengar tugas-tugas seorang fisherman yang bisa bertarung dengan jarak dekat, pilar pertempuran.

Fisherman! Aku mau jadi fisherman!

Dan disinilah dia sekarang. Mengaduk-aduk omurice yang ia pesan di kantin sembari menyangga dagu malas. Dia hanya menganggap teman-teman barunya seperti Shibisu dan Endorsi bagai angin lalu.

"Ada apa?"

"... aku tidak mau jadi wave controller."

"Jadi kau tidak mau satu kelas bersama Bam?" bisik Arsen di samping kanannya.

(Name) tersadar.

"Tuan Arsen benar!"

Semua yang ada di meja itu tertawa. Begitu mudahnya mengembalikan suasana hati gadis yang tadinya seakan kehilangan tujuan hidup.

"Kau gadis yang imut, aku jadi ingin mengotak-atikmu." Endorsi senyum sambil menyangga dagu. Semuanya yang ada di meja langsung menatap ngeri.

"Nona Endorsi, biar aku saja, aku siap!"

Alora menatap Arsen dengan tatapan horor. Bisa-bisanya dia malah menyerahkan diri semudah itu hanya karena Endorsi karakter favoritnya.

Tak disangka Endorsi terkekeh. "Terima kasih, tapi aku tertarik dengan (Name)."

Arsen pundung. Alora tertawa hina. Sedangkan yang dibicarakan malah bingung sendiri.

(Name) ngang ngong ngang ngong mendengar kata 'otak-atik' dari Endorsi. Dia mau diapakan? Dimutilasi? Dianiaya?

Sebenarnya semuanya juga salah paham dengan kata-kata Endorsi.

Padahal maksud putri Zahard itu adalah membuat (Name) menjadi kelinci percobaan makeup-nya.

Tapi suasana ini membuat semuanya nyaman. Canda tawa yang mengalir terasa menyenangkan bagi (Name).

Kapan ya terakhir kali dia merasakannya? Dia tidak ingat, sepertinya sudah lama sekali.

Hari ini juga berlalu dengan lancar. (Name) merebahkan tubuhnya di atas kasur kamarnya. Menatap langit-langit kamar dengan tatapan malas.

"Tidur ...."

"Tidak mau ah, aku mau keluar." (Name) berdiri. Ia tidak mau tidur(lagi) hari ini dan memilih untuk berkeliling.

Suatu tempat menarik perhatiannya ketika berkeliling. (Name) melangkah ke sana dan seketika pemandangan malam hari tampak.

Angin berhembus, surai putihnya mengalun senada dengan arah angin.

"Aku baru tahu ada tempat seperti ini," gumamnya tersenyum kecil.

Irisnya menatap bulan buatan yang ada di angkasa. Menatap cukup lama hingga akhirnya menghela napas panjang.

"... aku mau tidur."

"Tapi tidur itu menakutkan." Monolognya terhenti. (Name) berada di sana selama berjam-jam, semuanya sudah tertidur lelap dan yang ia lakukan hanyalah menatap bosan bulan buatan.

Ia kembali ke kamarnya tepat sebelum yang lain bangun. Sebelum ke kantin untuk sarapan, (Name) menatap sekilas pintu kamar Bam.

Yang lainnya hari ini pasti mengikuti kelas, apa aku boleh menjenguk Tuan Bam diam-diam?

Sebuah gelengan keluar. (Name) masih terlalu waras untuk membuka pintu kamar orang tanpa izin.

Gadis itu kembali fokus untuk menuju kantin.

โ†’โ€ข โœง โ€ขโ†

(Name) menatap pintu kamar Bam untuk kesekian kalinya.

Namun lagi-lagi yang ia lakukan hanyalah diam. Tidak berani meski hanya mengetuk pintu itu.

Saat dia sedang melamun, sebuah suara mengagetkannya.

Pintu itu terbuka.

Niatnya hanya menatap pintu kamar Bam dan segera kembali seperti biasanya, tetapi pemuda bersurai biru di hadapannya sudah menangkap basah.

"Bukankah kau yang berada di depan pintu Bam kemarin dan lusa? Bilang saja jika kau mau melihatnya."

Tepat sasaran. (Name) yang merasa mudah ditebak mengalihkan pandangannya.

"Tidak. Aku bukannya ingin melihat Bam, aku hanya ... uh, hanya menatap pintunya karena bagus."

(Name) merutuki dirinya yang salah tingkah. Bagaimana bisa dia membuat alasan karena. pintunya. bagus. sedangkan semua pintu di sini sama.

Khun menghela napas. Gadis itu seperti Rak hanya saja dengan wujud dan gender yang berbeda.

"Masuklah."

"Benarkah?"

Khun mengangguk. Entah lupa dengan rasa malu dan takutnya beberapa detik lalu dengan senang hati (Name) masuk, bahkan membanting pintunya keras karena terlalu senang.


Tatapannya langsung tertuju pada pemuda yang selama ini ia cari.

Diam-diam dia menyumpah serapahi si pakaian ketat yang sudah membuat Bam seperti ini.

"Apa dia tidak akan bangun, hei anak Khun?"

Sepertinya kita harus meralat kata-kata yang menyatakan bahwa seorang (Name) (Surname) adalah manusia penakut dan pemalu.

"Kau kira dia meninggal? Tentu saja dia akan bangun."

(Name) duduk di tepi kasur milik Bam, mendekatkan wajahnya hingga jarak mereka tinggal sejengkal.

Pipinya merona tipis. "Setelah dilihat lebih dekat dia sangat tampan ya?"

"Dekat sih dekat, tapi kau seperti mau menelannya jika seperti itu, bodoh."

Wajah (Name) dijauhkan paksa oleh Khun, membuatnya mendecak kesal.

Atensi keduanya teralih pada seseorang yang mengetuk pintu.

Tampak gadis bersurai kuning yang masuk setelah Khun membukakan pintu untuknya.
(Name) yang merasa sedikit tidak suka membiarkannya berada di sisi Bam sementara dia pindah di sebelah Khun.

"Bam mudah kesepian." Tangan wanita itu mengelus Bam yang masih tidak sadarkan diri.

Alis (Name) menukik tajam, "Hei-"

"-diam," bisik Khun yang lebih seperti ancaman.

Wanita itu, Rachel menjelaskan bahwa Bam memohon padanya saat ia akan menaiki menara.

"Jangan bilang pada Bam bahwa ini aku."

Hah? Apa yang coba dia ucapkan sih?

"Hei, Bam itu ingin bersamamu," ucap (Name) menahan amarahnya.

"Aku tidak bisa bersamanya."

(Name) menuliskan sesuatu di tangannya dengan pulpen yang ia bawa kemudian memperlihatkannya pada Khun.

Dia egois sekali?!

Khun melirik (Name) dari ekor matanya dan ikut menuliskan sesuatu di tangan sang gadis. Bibir itu tersenyum tipis.

Aku juga berpikir begitu.

"Jika kami bersama, kami menjadi kelemahan masing-masing."

Cuma kau yang lemah.

"Ini yang terbaik untuk kami berdua, tolong pahami." Dengan itu wanita itu keluar dari kamar Bam. (Name) langsung mendecak kesal.

"Ini ying tirbiik intik kimi birdii, omong kosong macam apa yang baru dia katakan?"

"Sepertinya kau tidak suka sekali padanya, huh?"

"Kau pikir?"

"Yah, aku juga sama."

"Aku tidak mau Bam mengejar gadis itu."

Khun menaikkan salah satu alisnya, "Lalu apa yang ingin kau lakukan?"

"Ayolah Tuan Khun, bukankah kau pikir aku lebih baik berada di sisi Tuan Bam daripada wanita itu?"

"Kau menyukai Bam?"

Suara jentikan jari terdengar. "Dia lucu!" Khun hanya bisa tercengang mendengarnya. Cinta pandangan pertama? Atau apa?

"Aku akan kembali, besok aku boleh kesini lagi kan?" Pemuda itu mengangguk, fokusnya berada pada Bam.

Gadis itu aneh, tapi jujur saja dia lebih baik daripada perempuan egois yang mau membuang Bam itu.

โ€ข To be continued โ€ข

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: AzTruyen.Top