Moments - [Kotobuki Reiji x Reader]
Requested by sakamakimeilisaaa
Thanks buat prompt tentang travel. Ini cukup membantuku dalam menulis~
Sebuah koper [Favorite Color] hendak kau dorong dengan malas. Rasanya ingin menangis saja. Dua buah tiket pesawat pulang-pergi. Voucher hotel untuk dua orang. Salah satunya harus terbuang percuma.
Kalian--- kau dan sang teman, berjanji untuk berlibur bersama ke Korea Selatan. Negara ginseng yang bertetangga dengan Jepang. Dijuluki Hallyu Wave dengan segala budaya yang nyaris menyita perhatian seluruh penjuru dunia. Tak hanya benua ras mongoloid, kaukasoid juga terlibat menjadi media penyebaran tersebut.
Liburan tidak akan terasa menyenangkan ketika harus sendirian. Namun, apa boleh buat. Sahabatmu malah menderita influenza. Kau tidak bisa memaksanya. Dan, sang sahabat mendesakmu agar tetap harus pergi ketimbang menagih refund sebab berjalan-jalan ke sana tetaplah hakmu.
Lamunanmu buyar ketika terdengar suara tepukan tangan dari kejauhan.
"Yang mengikuti tur empat hari tiga malam ke Seoul, kita kumpul dulu untuk absen, ya!" seru pria berambut gondrong kecokelatan berpakaian kemeja hijau pekat dengan label nama yang tergantung di tengkuk berlogo tur.
Rombongan yang awalnya berpencar-pencar kembali merapatkan diri. Kebanyakan peserta merupakan kaum hawa. Namun, tiada satupun yang kau kenal. Kau ikut menyusul.
Kau menautkan alis.
Apa perjalanan bersama seluruh orang asing ini akan baik-baik saja?
Moments
Pair: Tour Guide! Kotobuki Reiji x Tourist! Reader
Uta no Prince-sama © Broccoli, Sentai Filmworks
Note: AU, OOC
By agashii-san
.
.
.
"Pertama-tama, kita akan mendarat di bandara internasional Incheon dan segera diantar ke hotel dengan van. Hari ini acaranya bebas. Jalan-jalannya baru dimulai keesokan harinya," terang pemuda bernama Kotobuki Reiji--- si pemandu wisata, ketika detik-detik pramugari menyatakan pesawat yang kalian tumpangi siap take off.
Kau tidak bersemangat. Duduk di bagian paling ujung di dekat jendela sembari menopang dagu. Dua kursi pesawat kelas ekonomi di barismu sisanya sama-sama kosong. Itu perkiraanmu. Namun tidak. Ternyata sang pemandu wisata duduk di sebelahmu setelah menyebarkan itinerary bagi peserta tur yang lupa bawa.
"Seharusnya jumlah pesertanya genap, kan?" Reiji memandang lurus. "Kok sendirian? Atau terpisah sama temanmu di barisan penumpang depan?"
Mirisnya lagi, tempat dudukmu memang terletak paling belakang.
Kau menggerutu, "Dia sakit dan memaksaku jalan-jalan sendirian seperti orang bodoh. Padahal aku nggak pernah jalan-jalan sendirian ke luar negeri."
Reiji mengangguk paham. "Tidak ada salahnya jalan-jalan sendirian. Nanti pasti bisa terbiasa, kok!"
Diam-diam, kau melirik pemuda itu. "Memangnya kau sudah pernah ke Seoul berapa kali?"
Reiji menghitung dengan jari. "Lima atau enam kali kayaknya karena pekerjaanku sebagai pemandu wisata. Pokoknya tenang saja. Sama saya bakalan aman, kok!"
Menggaruk pipi karena merasa canggung, kau berkata, "Ah... begitukah? Syukurlah. Saya benar-benar belum pernah ke sana."
Reiji tidak langsung menyahut ucapanmu karena mengambil tas ransel yang diletakkan tepat di bawah kursi pesawat. Sebuah buku tur perjalanan wisata pun ia berikan kepadamu.
"Seperti Tokyo, Seoul juga punya daya tarik tersendiri yang berbeda meski sama-sama belahan Asia Timur. Nanti kita bisa coba memakai hanbok, membuat kimchi, hingga mampir ke Lotte World!"
Ucapan Reiji membuatmu antusias. Alangkah bahagianya bila kau tidak sendirian. Reiji memang hanyalah pemandu wisata, tetapi sangat mudah bergaul dengan siapa saja. Termasuk dirimu yang awalnya acuh tak acuh dan meratapi ponselmu yang harus dinonaktifkan jaringan datanya selama tiga jam lamanya.
"Oh, ya. Reiji-san," ucapmu terpikir sebuah pertanyaan, tetapi terputus karena pemuda berambut gondrong sebahu kecokelatan itu malah tertidur. Belum lagi dengan mulut yang ternganga lebar disertai dengkuran halus.
Kau mengerucutkan bibir, mengurungkan niat untuk bertanya.
Pesawat yang kalian tumpangi kini merupakan waktu penerbangan paling pagi--- take off sejak pukul enam pagi--- karena banyak kursi penumpang yang belum terisi, pihak tur memastikan agar bisa memuat seluruh peserta dalam satu pesawat untuk menghemat waktu perjalanan.
Kau menempelkan earphone, menikmati musik yang mengalun sembari kantuk ikut menghampiri dalam penantian destinasi.
• • •
Tiba di bandara Incheon yang futuristik, peserta tur yang selesai mengurus bagian imigrasi dan bagasi hendak mengabadikan momen dengan kamera ponsel. Ada yang selfie bersama ataupun hendak mampir membeli secangkir americano. Dan sedihnya, kau hanya menjadi pihak yang menonton semua itu.
Apa kabar si pemandu wisata? Seolah mampu mengalahkan citra ketampanan boyband negara asal, ia malah telah dikerubungi peserta perempuan untuk diajak foto bersama.
"Cih. Memangnya dia selebriti, apa?" gerutumu memandang arloji. Seingatmu, waktu di Seoul dan Tokyo sama saja. Tapi yang bisa kau lakukan sama seperti peserta lain yang tidak melakukan dua hal barusan: menunggu mobil van tiba.
Reiji mendapatimu berdiri menyudutkan diri di sekitar pilar bandara, tangannya melambai ke arahmu penuh semangat.
"[Name]! Ayo, gabung ke sini juga!"
Kau terkejut karena dia menyadari namamu--- tetapi sepintas paham--- berkat sebuah name tag tergantung di tengkukmu.
Kau menggeleng pelan. "Tidak apa. Silakan foto-foto saja di sana."
Suaramu sepertinya tenggelam oleh riuhan banyak peserta yang belum puas diajak foto bersama. Namun, Reiji menerobos rombongan itu lalu memegang pergelangan tanganmu. Napasnya terengah-engah, meski demikian, senyumnya tetap merekah.
"Ayo. Mulai sekarang, tidak akan kuizinkan kau merana di negeri orang," ajak Reiji menepuk pelan pucuk kepalamu.
Kau berucap kaku, "Tapi...."
Reiji mengedip manik abunya dengan mantap. "Ikuti aku. Ah! Mobilnya juga kebetulan sudah datang! Perhatian...," ucap Reiji masih tetap mengenggam tanganmu sembari mengabari seluruh peserta yang menunggu.
Meskipun ajakan tersebut berupa sikap ramah, kau merasa aneh. Belum lagi, genggaman Reiji terasa nyaman. Namun, ajakan barusan seolah melebihi perhatian umum seorang pemandu wisata kepada pesertanya. Kau menepuk kedua pipimu. Memulai otak dengan pemikiran rasional.
• • •
Ibukota negara selalu umumnya dipenuhi kepadatan bangunan. Banyak gedung-gedung pencakar langit. Mendapati banyak papan billboard yang memuat iklan yang dibintangi aktor atau aktris populer. Tidak cukup berbeda dengan Tokyo, pikirmu.
Karena hari ini acara bebas, kau justru tidak tahu rencana sehari penuhmu akan ke mana. Usai berada di hotel, setiap dua peserta akan diberikan kartu akses ke kamar. Karena temanmu tidak ada, kau tidur sendirian. Sepi memang, tetapi fasilitas hotel berbintang tiga hingga empat tergolong memuaskan.
Tepat saat kau memutuskan untuk berkeliling, terdapat gerombolan peserta menyuduti Reiji.
"Reiji, kami ingin ke Namsan Tower!"
"Betul, betul! Di daftar itinerary-nya tidak ke sana!"
"Yang tenang dulu, ya. Baiklah! Kalau kalian memaksa---" Reiji menghela napas. "Akan kupanggilkan bus yang bisa mengantar kalian ke sana. Daftar dulu jumlah pesertanya."
Kau bergeming, meratapi kejadian itu. Saat itu pula, Reiji menangkap basah eksistensimu dari sudut manik abu-abunya.
"Mau ikutan?" ajaknya tersenyum lebar.
Sejauh yang kau lihat sepintas, sekeliling hotel hanya terdapat pusat perbelanjaan. Menghabiskan waktu untuk mengeksplorasi kelihatannya tidak buruk. Akhirnya, kau iyakan dengan anggukan.
• • •
Tiba di lokasi, sebuah menara menjulang tinggi terlihat megah di mata turis. Banyak yang mulai mengabadikan--- baik menyebarkan ke instokrom story maupun dengan kamera ponsel biasa. Untuk masuk ke dalamnya tentu berawal dari menggunakan eskalator. Setelah itu, seluruh peserta diajak menapaki anak tangga. Kau menduga-duga bahwa tempat ini seolah hanya gedung pencakar langit--- dan sepertinya, tidak jauh berbeda dengan Tokyo Tower.
Namun, ternyata dugaanmu salah.
Ratusan bahkan ribuan gembok penuh sesak tersemat di sana. Warna-warni yang imut, meskipun didominasi warna merah dan pink. Tempat ini seharusnya berakhir sebagai destinasi utama khusus pasangan. Dan itu artinya, hanya pasangan yang dimabuk cinta lebih merasa leluasa dengan pemandangan seperti ini.
Detik pertama, kau cukup menyesal sebelum mencari tahu seluk-beluk tempat ini. Tak seperti saat di bandara, ternyata peserta yang membujuk-bujuk Reiji ke sini kebanyakan pula berpasangan.
Namun, kau dapati Reiji sendirian memandangi gembok-gembok itu sembari menata fedora putihnya agar tidak terbang karena tertiup angin.
"Hei. Harusnya kau tolak saja ajakan mereka," ucapmu setelah menghampirinya.
Reiji menaikkan satu alis sembari mengusap dagu. "Memangnya salah ke sini?"
Kau mendengus. "Kau sendirian, kan? Ini kan tempat khusus bagi yang punya kekasih."
Berminat jahil, Reiji mengambil dua gembok berwarna hijau daun. "Memang sih. Tapi aku nggak sendirian, kok."
Wajahmu langsung merona--- malu menduga semaumu yang tidak tepat. "Be-begitukah? Tapi kenapa kau berdiri tanpa sia---"
Reiji terkekeh lalu memegang pergelangan tanganmu. "Kalau aku mau, aku kan bisa bersamamu. Yuk, ikutan gantung juga. Ingat 'kan, janjiku kepadamu?"
"Mulai sekarang, tidak akan kuizinkan kau merana di negeri orang."
Sebelum kau mencerna ucapannya, Reiji telah menarikmu menuju celah gembok yang masih renggang untuk dikunci.
Reiji mengulurkan spidol berwarna hitam permanen kepadamu. "Nih."
"Apa yang harus kutulis?" tanyamu membuka tutup spidol.
Manik abu-abu Reiji memandangmu lekat-lekat. "Bagaimana jika menulis tanggal kita memasang ini dan keinginan masing-masing dalam percintaan?"
Masih ragu akan menulis apa, kau memandang Reiji yang serius menulis sesuatu di gemboknya.
"Kyaaa! Jangan diintip. Pokoknya jangan!" Reiji memasang tatapan genit--- mengedip beberapa kali. "Rahasiaaa, kouhai-chan~"
Kau memasang ekspresi datar. Kau menduga palingan juga isinya adalah: semoga semakin banyak gadis yang mau mengajaknya foto bersama.
Akhirnya, kau juga mulai menulis dan mengaitkan gembok itu bersamanya.
• • •
Mengenakan hanbok seolah merupakan wisata wajib ketika berada di negeri ginseng. Pakaian adat tersebut lebih tebal dan ketimbang kimono. Selain itu, terdapat brosur yang memamerkan model hanbok sewaan dengan warna-warna menarik sehingga bisa dipilih sesuai selera.
Selain itu, khusus pasangan yang ingin kembaran pula memiliki hanbok khusus. Meskipun kau merasa takkan mencoba yang khusus couple, setidaknya kau juga tetap berhak memilih. Semua peserta sibuk memilih warna yang cocok di tubuh mereka.
"Belum ketemu yang cocok?" tanya Reiji telah memilih sebuah hanbok berwarna biru-putih yang terlampir di lengannya.
Kau mengangguk pelan. "Pakai yukata saja jarang-jarang... apalagi gaun beginian?"
Reiji mengusap dagu. "Kalau begitu jangan dilewatkan selagi bisa. Yang di manekin situ ada warna kuning-biru. Kali aja tertarik samaan kayak aku, mumpung warnanya mendekati, sih."
Desain hanbok itu tidak buruk. Alhasil, kau juga lelah memilah-milah dan meminta bantuan pengurus untuk mengambilkan hanbok sejenis. Hanbok itu merekah dengan indah bagaikan kelopak bunga. Meski terlihat konvensional, balutan hanbok tersebut terlihat begitu anggun ditubuhmu serta tak lupa ditemani riasan konde rambut yang rapi.
Kau mendapati Reiji berada di depan gedung sewa hanbok bersama peserta lain yang menunggu untuk memulai keliling sekitar Insa-dong.
"Cantik," puji Reiji tersenyum hangat.
Pipimu merona. Kau menganggap peralihan musim dingin ke musim semi yang mengalir dingin hendak meningkatkan suhu tubuhmu. Namun, hatimu tetap saja tergelitik mendengarnya.
"Terima... kasih." Kau mengangkat gaunmu sedikit agar tidak terpeleset karena menginjak kain.
Telapak tangan Reiji terulur kepadamu.
"Pelan-pelan saja."
Kau refleks menolak. "T-Tapi kalau kau menggandengku... nanti yang lain akan sulit menerima petunjukmu."
Reiji menggeleng cepat. "Wah, kau nggak baca itinerary, ya? Kita kan keliling-keliling sekitar sini selama dua jam dan berkumpul kembali di depan gedung sewa ini."
Kau mengerjap, malu bercampur merasa serba salah. "E-eh... iya, ya?"
Reiji menepuk pelan puncak rambutmu. "Kalau begini sih, aku nggak tega kalau membiarkanmu sendirian. Sungguh, aku bisa sih menemanimu seharian penuh. Termasuk ke toilet sekalipun."
Alih-alih merasa malu, kau justru mengerucutkan bibir. "Yah... maaf, tapi aku bukan balita yang nggak berani ke toilet sendiri."
Dan meski dikatakan demikian, Reiji tetap saja menuntunmu pelan-pelan.
• • •
Setelah peserta puas mengenakan hanbok untuk mengabadikan momen, kini sasaran destinasi mereka yakni menuju Kimchi Land--- sebuah perumahan khusus untuk mengolah santapan yang menjadi keseharian penduduk negeri ginseng--- dan umumnya berbahan dasar dari sawi putih, lobak, ataupun timun berbalut beragam bumbu.
"Selamat datang. Silakan berbaris sesuai posisi bahan kimchi yang telah disediakan di meja, ya," ujar sang pemilik--- yakni, tante-tante berusia paruh baya.
Peserta tur telah disediakan sarung tangan plastik dan apron khusus agar mempermudah proses pembuatan.
Kau mengernyitkan dahi. Bahannya banyak sekali. Memang proses pembuatannya memakan waktu cukup lama. Syukur saja, sawi putih itu sudah direndam dalam air garam selama enam jam sebelum kedatangan mereka. Jadi, setiap peserta hanya perlu menghaluskan bumbu dan mengoles ke setiap lembaran sawi.
Kau menoleh ke sekitar--- tepatnya, terfokus kepada Reiji yang sudah mengoles bumbu cukup banyak. Di depan talenan, kimchi buatannya hendak ia letakkan di dalam loyang dan nantinya akan disimpan ke dalam toples untuk didiamkan selama dua hari kemudian.
Manik abu-abu Reiji menangkap sosokmu yang telah memandangnya lebih dulu. Segaris bibirnya terangkat.
"Bagaimana, seru kan?" tanya Reiji telah menenteng sekantong kimchi buatannya. "Besok-besok di hotel bisa langsung dicoba. Rasanya memang agak asam seperti acar, tapi kimchi salah satu kuliner tersehat nomor empat di dunia, loh."
Kau mengangguk-angguk. "Tidak buruk. Habis ini ke mana lagi, ya?"
Yap, kau terlalu malas mengecek itinerary dan ini adalah hari kedua.
Reiji menatap arloji. "Balik ke hotel. Besok kita city tour lalu seharian di Lotte World. Pasti seru karena di sana ada taman bermain~"
Entah sejak kapan, kau menjadi merasa nyaman dengan kehadiran Reiji. Tur ini tidak terasa menyiksa akan kesendirian yang kau bayangkan. Beruntung temanmu tidak membeli keseluruhan secara solo karena ini jalan-jalan pertamamu ke luar negeri.
• • •
Istana Gyeongbok /Gyeongbok-gung.
Dahulu Korea Selatan memiliki masa pemerintahan yang dipimpin oleh raja kemudian beralih-alih menjadi kepresidenan hingga kini. Sepintas melewati bangunan tersebut menciptakan kekaguman bagi peserta tur, meskipun hanya bisa memotret singkat karena masih dalam tahap berkeliling kota.
Menyusuri sungai Han sepanjang 514 km tersebut terlihat dengan pembawaan arus tenang. Angin yang sejuk pula meningkatkan kantuk peserta tur. Sebagai pemimpin tur, Reiji berkata, "Nanti saat pulang dari Lotte World akan lewat sini lagi. Saat malam hari, sungai jadi menarik karena lampu warna-warni."
Beberapa di antara peserta tur terlihat antusias. Sesuai dengan kesepakatan, bus mini yang mereka tumpangi telah berhenti di sebuah taman bermain seluas tiga belas hektare. Taman hiburan tersebut dipenuhi siapa saja dari berbagai usia.
"Setelah menerima tiket, langsung masuk saja ya. Kita kumpul di sini pukul empat sore," ucap Reiji dikerumuni peserta tur. "Acaranya bebas di sini. Kalau ingin ke tempat lain di luar Lotte World, harap kabari dulu."
Usai menginformasikan hal tersebut, peserta mulai mengantre untuk mendapatkan tiket masuk. Kau juga turut berbaris di belakang Reiji.
"Tokyo juga punya Disneyland. Apa yang perlu disanjungkan, sih?"
"Nggak samaaa. Pokoknya beda," bantah Reiji menoleh lalu meraih pergelangan tanganmu, "selama masih bisa kita nikmati di negeri ginseng. Ingat, ini sudah hari terakhir. Besok kita bakal balik ke bandara lagi. Memulai aktivitas sehari-hari lagi."
Perjalanan ini tidak selamanya. Juga sangat singkat. Juga menyita segala kesibukanmu di Tokyo sejenak. Dan setelah hari ini berakhir, Reiji takkan bersamamu lagi. Mungkin bisa bila kebetulan bertemu, tetapi potensinya sangat kecil. Ia bisa terbang ke mana saja karena menjadi pemandu tur; bahkan Maldives sekalipun.
"Hei, kok bengong?" tegur Reiji menepuk bahumu. "Harus semangat, dong!"
Ketika giliran kalian telah tiba, Reiji mengambil dua buah tiket; punyamu dan dia lalu segera masuk. Dari saat ia membantah hingga kini, ia masih tetap memegang tanganmu. Kau kira, Reiji hanya sekadar menuntunmu mengantre.
"Reiji... tanganmu," ucapmu menunjuk dengan telunjuk kiri.
"Hari ini, kau akan bersamaku, kan?" Reiji tersenyum lebar. "Anggap saja lagi kencan dadakan."
Kau mengerjap, tidak tahu harus berkata apa. Terdapat sensasi menggelitik di batinmu. Kencan?
Merasa malu bercampur senang.
Euforia? Mungkinkah, tapi kau enggan mengakuinya?
Namun, kau tidak bertanya lagi dan membiarkan pemuda itu menuntunmu ke dunianya.
• • •
Mungkin kau akan menyesal... atau tidak?
Karena memakaikan pucuk kepala dengan bandana bertelinga kucing imut dan memakan es krim bersama? Bukan.
Melainkan karena ajakan pemuda itu menaiki Camelot Carrousel--- yakni sebuah karousel yang menampung 64 kuda putih. Bila saja di sana itu hanya kalian berdua yang menaikinya, tidak masalah. Namun, sebagian besar penumpang di dalamnya anak-anak. Dan kau merasa tidak bisa lebih malu lagi dari ini.
Bersyukur karena karousel itu berputar singkat--- meski dalam lima menitmu harus bertahan. Belum lagi, mencoba atraksi bumper car yakni mobil-mobilan. Dihadapi atraksi Magic Island yang ekstrem yakni roller coaster berbahan baja yang mengantarkan kalian untuk menjelajahi dunia ber-setting Lost Atlantis. Sebenarnya semua atraksi tersebut sangat menyenangkan, tetapi rambutmu jadi acak-acakan karena guncangan di sana-sini.
Menyadari hal itu, Reiji menata pelan helaian rambutmu. "Sebentar, ya."
Wajahmu memanas saat itu pula. Tanganmu meraih lengannya. "A-Aku bisa ke toilet untuk merapikannya."
Reiji menggeleng. "Nggak perlu. Cuma sedikit berantakan saja. Sesekali kita coba yang ringan-ringan dulu."
Tanpa bisa menebak arah jalan pikiran Reiji, ternyata kalian menaiki World Monorail. Gerakan monorail tersebut bergerak stabil, pelan-pelan hendak mengelilingi seisi Lotte World baik dari dalam maupun luar.
"Dalam sehari, tidak mungkin bisa menyelesaikan semuanya," ucapmu asyik meratapi pemandangan.
Reiji memandangmu dalam diam. Menatap lekat-lekat dengan sepasang manik abunya. Ketika menyadari Reiji tidak menyahutmu, kau menoleh, mendapatinya menatapmu dalam waktu cukup lama. Refleks, kau langsung membuang muka.
"Aku jadi menyesal nggak mengenang waktu pakai hanbok dan membuat kimchi. Jadi, aku akan mulai mengambil gambar selama berada di sini," ucapmu mengambil kamera ponsel.
Tahu-tahu, Reiji menekan ikon kamera depan. "Ambil gambar bersamaku! Ayo!"
Kau mendengus. "Aku... kurang suka selfie. Nggak fotogenik."
Namun, pemuda itu tidak peduli akan hal tersebut. "Ayolah. Ya? Ya? Ya?"
Karena sulit menolak, kau hanya bisa berkata, "Sekali saja ya?"
Hanya sebuah foto. Dan segalanya tentang perjalananmu di Seoul, tepat hari berakhir di Lotte World membawamu dalam kenangan yang tidak terlupakan.
Waktu demi waktu yang terus berlalu. Sesuai kesepakatan, peserta tur kembali dibawa melewati sungai Han saat malam hari. Dan benar saja, perantara yang bisa dilalui dengan lintas darat melalui jembatan Dongjak. Jembatan tersebut berpendar-pendar indah, menyita perhatian.
Kau menatap dalam diam. Sedih? sudah pasti. Mengesankan? bisa saja. Kau tetap memotret panorama tersebut. Hari ketiga, hari mengenang seluruh kejadian tak terlupakan.
Mobil tur yang mereka tumpangi telah sampai di hotel. Kau memandang Reiji mengantre keseluruhan peserta. Hingga seluruhnya telah masuk ke hotel, kau masih tetap di sana. Sengaja untuk menunggunya.
"Nggak masuk? Besok harus beres-beres, loh?" tanya Reiji.
Kau mengangguk. "Sebentar lagi. Makasih ya sudah mau menemaniku yang terlihat kesepian. Aku kira kau cuma sekadar berkata-kaa, tapi… kau benar-benar melakukannya."
Pemuda itu masih bergeming. Meski demikian, kau tetap memasang senyuman lalu berjalan kembali menuju hotel. Namun tidak kau sangka, Reiji justru memegang pergelangan tanganmu.
"Apa… kau masih membenci kesendirian dan liburan?"
Kau menoleh, menyoroti sepasang manik abu-abunya. Dengan mantap, kau menggeleng.
"Selama menemui orang sepertimu, aku justru sangat berantusias untuk berjalan-jalan lagi suatu saat nanti."
Kau tidak tahu karena ucapanmu, Reiji justru mendapati kedua pipinya merona--- dalam artian baik.
• • •
OMAKE
• • •
Liburan bagimu pun dinyatakan usai. Kau kembali menjalani rutinitasmu seperti biasa. Perpisahan tur itu meninggalkan beberapa foto yang kau ambil pada hari terakhir. Sebagian besar merupakan foto panorama dan satu foto selfie dirimu dan Reiji.
Temanmu bersikeras menyuruhmu bercerita masa berliburmu di Seoul.
"Kau menyukainya, tapi tidak meminta kontaknya. Hanya berjanji untuk berlibur lagi? Kalau ikut tur lagi memangnya dia lagi yang memandu?" ujar temanmu menghela napas, tidak habis pikir.
Kau hanya terkekeh kecil. Nasi sudah menjadi bubur. Tidak banyak hal yang bisa kau lakukan selama keberadaanmu telah di Jepang. Sepintas lamunanmu masih tergambar oleh kemagisan yang dibawakan oleh Reiji… begitu pula dengan suasana di sana.
"Sudah kuputuskan, kau harus bersamaku ke kencan buta!" ujar temanmu menarikmu dari bangku taman. "Aku tidak mau temanku menjadi stres karena cinta yang berangan-angan."
Namun kau tidak mengelak, membiarkan kaki terseret menuju lokasi yang ditetapkan oleh temanmu. Toh, kau yakin nantinya partner yang mendekatimu akan pergi sendiri karena merasa terabaikan. Tiba di sebuah kafe, kau dan temanmu berjumlah empat orang telah duduk berhadapan dengan tiga pemuda asing.
Hingga seseorang tiba, mendebarkan hatimu yang awalnya kau kira akan perlahan layu.
"Wah! Maaf, aku terlambat!" ujar pemuda gondrong sebahu kecokelatan tergopoh-gopoh menuju bangku kosong.
Saat itu pula, manik kalian bertemu. Di wilayah yang berbeda, suasana yang berbeda. Melainkan senyuman yang sama dengan ukiran akan kisah yang baru.
• FIN •
A/N:
Ini ff terpanjang saya, 3k+ words. Mungkin kepanjangan, tapi ya... saya banyak riset ini itu. Terus saya yakin pasti ada yang pikir begini:
Kenapa author-nya nulis seputar jalan-jalan ke Korea? Kenapa bukan jalan-jalan di Jepang, kan banyak juga tempat wisatanya?
/Izinkan saya berdeham sejenak/
Jadi begini, saya sebenarnya lebih tahu seputar Korea kalau soal budayanya. Selain dari mbah gugel, saya punya buku turnya juga hehehe ^^
Selain itu, kita bisa mencoba menghargai negara lain meskipun harus tetap mencintai negara sendiri, hehe //lol.
Semoga kalian yang nggak suka Korea nggak merasa sebel yha ;;;
Sekian,
Agachii
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top