Kid [St☆rish]
Note : Di sini, [Name] menjadi seorang balita. Menggunakan POV ketiga serba tahu. Komedi garing. Ada beberapa setting awal cerita yang sama walau sudut pandang berbeda.
Warning : Ini alay. Ada adegan gaje. Reader dinistai xD
Shinomiya Natsuki
Di sebuah taman hiburan, [Name] tersasar dan kehilangan ibunya. Saat itu pula, St☆rish juga mengadakan konser di sore hari. Natsuki yang tertarik menjelajahi taman hiburan telah keasyikan membeli barang-barang yang berkaitan dengan piyo-chan.
"Mama!"tangis [Name] mengusap air matanya yang kunjung mengalir.
Natsuki yang tengah membeli gulali melihat [Name] menangis di tengah jalan. Semua orang berlalu lalang mengabaikannya, persis tidak ada yang terjadi.
"Adik kecil, jangan menangis. Kenapa sendirian?"tanya Natsuki menggendong [Name].
"Mama ... tidak tahu ada di mana,"ucap [Name] masih tersedu-sedu.
Manik [Name] melihat benda kuning yang menarik perhatiannya -- sebuah topeng anak ayam yang tersemat di puncak kepala Natsuki. Tanpa berkata apa-apa, tangannya bergerak meraih topeng itu. Natsuki yang menggendongnya perlahan kewalahan. Tangan mungil [Name] tidak sengaja membentur kacamata Natsuki yang berakhir mendarat dengan malangnya.
Saat itu juga, Natsuki berubah menjadi Satsuki.
"Apa-apaan ini? Kenapa ada bocah tengil di tanganku?"tanyanya sinis. [Name] yang awalnya sudah mulai tenang pun ingin menangis lagi.
"Kulempar saja. Berisik!"seru Satsuki tanpa pikir panjang melambungkan [Name] ke udara. Banyak orang menyadari hal itu, menyadari tindakan Satsuki begitu keterlaluan.
Selagi [Name] mungil mengudara, ia berpikir; kalau anak itu tewas, ia bisa-bisa diliput dalam berita yang judulnya 'Kehilangan Ibunya, Balita Malang Tewas Dilempar Idol'. Tidak. Judulnya sangat tidak keren. Citranya akan rusak. Ia akan kesulitan menikmati kesendiriannya.
Akhirnya Satsuki berlari, menangkap [Name] tepat waktu. Orang-orang bertepuk tangan, lantas menganggapnya atraksi gratisan. [Name] justru tertawa karena merasa terhibur.
"[Name]-chan!"
Ternyata sang ibu datang jauh lebih cepat dari dugaan Satsuki. Ia nyaris saja akan membawa [Name] menuju pos anak hilang. Ibu [Name] berterima kasih lalu menggandengnya pulang.
Satsuki bernapas lega. Mungkin kalau ibunya datang lebih lambat, ia bisa-bisa dilaporkan ke polisi.
Ichinose Tokiya
Karena tuntutan pekerjaan, Tokiya harus dihadapi seorang balita. Sesuai dengan di naskah, [Name] harus memakan es krim bersamanya.
Tapi, [Name] bukanlah anak yang patuh. [Name] kabur berkali-kali walaupun telah digendong paksa untuk duduk berhadapan dengan Tokiya. Tidak ada yang berani memarahinya karena ia anak dari adik Saotome.
Kalau seperti ini, proses syuting akan mengganggu dan memperlambat penyelesaiannya.
Tokiya yang biasanya tenang, kini benar-benar frustrasi melihat [Name] yang kelewat lincah.
"[Name], kau bisa tenang, tidak?"tanya Tokiya sambil mendelik balita nakal itu.
[Name] memberenggut, "Aku mau pulang."
Tokiya mengelus dada, "Kau bisa pulang kalau kau memakan es krim ini bersamaku. Lihat, esnya diganti terus karena kau kabur."
Es yang disuguhkan di sebuah piring penuh riasan buah beri itu memang telah mencair. Namun, bagi pihak staf, memarahi balita tidak akan mempan. Mereka memilih bersabar ketimbang kehabisan energi.
"Aku tidak mau es krim."
"Lalu maumu apa?"
[Name] mengusap dagu. "Gendong."
Walau Tokiya agak berat hati melakukannya di depan umum -- banyak staf dan kameramen di sekitar, ia melakukannya.
Manik [Name] berbinar. Ia tidak menyangka Tokiya akan melakukannya. Bahagia, ia memeluk lalu mengecup pipi pemuda berambut indigo itu.
"Aku mau es krim! Cepat dudukkan aku di kursi,"pinta [Name] yang sepertinya terlihat jauh lebih bersemangat alih-alih canggung melakukan hal barusan.
Tokiya mengerjap beberapa kali.
Entah hanya [Name] atau berlaku yang lain pula, Tokiya menyadari anak zaman cukup kontras.
Aijima Cecil
"Anak ini menangis terus,"keluh seorang pemuda yang berada di sampingnya. Beberapa orang menanyai [Name], tetapi gadis itu tidak mengucap patah kata sedikit pun.
[Name] kehilangan sang ibu. Di sebuah kota besar yang ramai dilalui orang, banyak yang memilih mengabaikannya.
Cecil yang sempat melangkah melihat balita itu tenggelam dalam kesendirian. Merasa ada ganjalan di batin, ia terpikir untuk melakukan sesuatu.
Dan jadilah ia -- wujud Kuppuru, sang kucing hitam menghampiri sang balita. Awalnya gadis itu tidak peduli tetapi penasaran menghantuinya. Ingin menggendong tetapi sang kucing memilih kabur.
Ia mengejar sang kucing, mengabaikan keramaian dan ketakutan yang mengawali kesendiriannya sedari tadi.
Tidak lama kemudian, sang ibu itu telah mendekap anak gadisnya. Ketika mereka bergandengan pulang, [Name] melirik kucing itu masih duduk manis di tempat.
[Name] melepas pita rambutnya lalu mengikatnya ke leher.
"Arigatou, neko-kun!"
Manik Cecil terus memandangi [Name] hingga menghilang tertutup kejauhan.
Walau ia tidak bicara langsung, batinnya berucap, 'Aku tidak melakukannya secara gratis. Mungkin aku akan mulai mencarimu dan menjemputmu ke Agnapolis beberapa tahun lagi.'
Ren Jinguji
"Mama ... jangan pergi,"isak [Name] memeluk kaki sang bunda. Namun sang bunda tidak menurutinya, membalasnya dengan lambaian lembut.
"Mama ada urusan. Hati-hati ya di sini,"
Yup. [Name] dititipkan di agensi Saotome. Ibunda, yaitu kakak Saotome berencana untuk mampir mengunjungi makam mertuanya. Oleh karena itu, [Name] tidak diikutsertakan.
"Huohoho ... susah juga jika kau dititipkan di sini kalau tanpa penjagaan,"ucap pria berambut merah marun mengusap dagu.
[Name] meringis melihat perawakannya. Seolah ingin memakannya hidup-hidup. Saotome menyadari hal itu lalu membuka pintu utama.
"Kalau begitu, bagaimana jika kutitipkan kepada siapapun yang pertama kali muncul setelah kita keluar~"
Ini bukan cerita Sangkuriang, sekadar mengingatkan. Tidak ada yang menjadi sahabat maupun suami. Hanya dititipkan.
Ia melangkah bersama [Name] melalui lorong yang sepi. Tepat saat mereka berbelok, Ren muncul di sana.
"R-R-Ren Jinguji!"kejut Saotome, "Pertemuan yang bagus!"
"Ada apa?"tanya pemuda berambut gondrong jingga itu mengernyitkan dahi.
"Tolong jaga keponakanku, ya. Masih ada meeting yang harus kuhadiri,"
Ren mengernyitkan dahi. Seingatnya, pukul empat sore nanti ia akan dilibatkan sejumlah kesibukan beruntun seperti wawancara, siaran radio langsung, dan sesi pemotretan hingga pukul sepuluh.
"Tapi aku juga ada jadwal pukul empat nanti, Saotome-san,"
Namun pemuda paruh baya itu tertawa lepas, seolah kendala itu bukanlah sesuatu yang perlu dipikirkan.
"Tenang saja. Ibu [Name] ini akan datang satu jam lebih cepat. Mohon bantuannya!"
Saotome pun menghilang. Meninggalkan Ren bersama [Name], si bocah polos.
Akhirnya kalian berada di training room -- biasanya dipergunakan idol ketika mereka berlatih. Tidak ada siapapun di sana, karena mereka mulai disibukkan oleh aktivitas masing-masing.
Sejujurnya Ren tidak tahu bagaimana mengasuh seorang anak kecil. Ia adalah anak bungsu keturunan Jinguji dan kesehariannya ia lebih sering menghadapi orang dewasa.
[Name] duduk di sebuah sofa. Ia dan Ren berdiam-diaman. Ren menekan remote televisi. Saat itu juga, muncul tayangan ulang konser St☆rish beberapa waktu yang lalu.
Ren yang memandang dengan kalem merasakan keanehan. Sofanya bergerak-gerak. Melambung ke atas dan ke bawah.
Tidak disangka, [Name] telah berjoget penuh semangat -- menirukan tarian lagu Love 2000% -- sambil melantunkan lagu.
[Name] bernyanyi begitu lancar sambil melihat teks lirik di televisi, "... GIMME, GIVE YOUR LOVE, GIMME ... AAAAH~"
"Um, [Name]-chan?"
"UUUUU NISEN... PA LOVE! LOVE!"
Dia tidak tahu, kalau sang idol telah cengo melihat tingkahnya -- tidak sanggup berkomentar. Ia tidak sangka [Name] begitu histeris menanggapi konser itu. Akhirnya ia biarkan saja seraya anak mungil itu tenggelam dalam euforia.
Tanpa terasa, [Name] yang kelelahan pun mengantuk dan duduk di pangkuan Ren.
Entah mengapa, hati pemuda itu terasa hangat ketika bocah itu tertidur pulas. Diambilnya beberapa helai rambut [Name] lalu menciumnya, "Kalau kau sudah agak dewasa sekitar lima tahun ke depan, aku akan mengizinkanmu menjadi tamu host clubku suatu saat nanti."
Iya. Walau baru rencana, tetapi Ren telah memasukkan [Name] ke dalam bagian masa depannya.
Ittoki Otoya
"Hueee... Mama!"seru [Name] menangis tersedu-sedu. Gadis itu tidak menyangka akan kehilangan sang ibunda.
Rencananya, pihak Saotome akan mengadakan sesi jabat tangan. Anehnya saja, balita mungil ini tersasar di jalanan ketika Ittoki sekadar keluar dari agensi untuk berbelanja di mini market.
"Kau tidak apa-apa? Kenapa kau sendirian?"tanya Ittoki berjongkok memandang [Name].
"Mama ... ke toilet, habis itu tahu-tahu aku sudah ada di sini,"isak [Name] menjelaskan demikian.
"Toilet mana?"
Dengan polosnya, [Name] menunjuk bangunan menjulang tinggi yang disematkan spanduk promosi.
"Kenapa kau sampai keluar begini? Ayo, sini aku bantu. Namamu siapa?"Ittoki mengulurkan tangan.
[Name] merentangkan tangan kanannya seraya berkata, "Mama bilang, aku tidak boleh sembarangan mengatakan namaku di depan orang asing."
Ittoki menggaruk tengkuknya. Hal itu dirasa memang masuk akal. Namun niatnya tulus ingin membantu anak itu.
"Kalau kau tidak menyebut namamu, akan susah mencari mamamu, loh?"
Akhirnya [Name] menyerah. "[Full Name]."
"Hee, nama yang manis. Ayo sini kugendong. Kau akan mudah ditemui jika posisimu lebih tinggi,"ucapnya mengulurkan telapak tangannya. Dalam waktu singkat, [Name] telah berada di kedua bahu Ittoki. Ittoki memegang kedua kaki mungil [Name] agar ia tidak terjatuh.
Sepanjang mereka berkeliling, Ittoki mencari eksistensi ibu [Name]. Akhirnya, muncul seorng wanita paruh baya. Penampilannya acak-acakan karena keringat membanjiri wajahnya.
"[Name]!"
"Mamaaaa!"
Ittoki nyaris saja ikut tersedu melihat adegan mengharukan itu -- sang bunda dan buah hati yang dipertemukan kembali. Masih mengagumi betapa hangatnya interaksi di antara mereka, ia justru melihat adegan di luar dugaan.
[Name] digendong, tetapi bokongnya dipukul terus-terusan oleh ibunya.
"Dasar anak nakal! Lihat yang tampan dikit aja langsung kabur!"
"Hueeee, tetapi 'kan ketemu juga,"ucap [Name] menangis walau ia melengos, merasa dipermalukan.
Ittoki bersweat drop, merasa ia adalah biang dari perkara ini.
"Maaf merepotkan. Terima kasih sudah membantu,"ucap ibu [Name] membungkukkan badan.
Ittoki melakukan hal yang sama lalu segera pamit meninggalkan mereka berdua. Ittoki berjanji, bila ia menemukan balita serupa, ia akan langsung menitipkannya kepada satpam terdekat.
Syo Kurusu
Menenangkan seorang balita agar bisa tidur bukan perkara mudah bagi Syo.
"Syo-nii, ayo main stacko lagi!"
Stacko -- kumpulan balok yang ditumpuk ke atas itu telah mereka mainkan selama enam belas kali. Walau [Name] terus mengajaknya tetap saja ia adalah orang yang pertama kali meruntuhkannya.
Sebentar lagi adik Saotome akan menjemput anaknya. Bagi Syo, ia merasa tidak enak jika membiarkan sang balita ini masih terjaga di hari yang begitu larut.
Walau keberhasilannya kecil, Syo menggunakan sedikit akting yang bercampur kebenaran dan kebohongan. Ia mencengkram bajunya.
"Ada apa?"tanya [Name] dengan polos.
"Dada ini sakit, [Name]-chan,"ungkap Syo sesekali merintih.
"Kenapa?"
Syo tersenyum di kala ia berpura-pura merasa kesakitan. "Karena ... [Name] tidak mau tidur."
Berhenti menyusun stacko, [Name] menghampiri pemuda berambut kuning itu. Diliriknya Syo yang tengah berbaring sembari memejamkan mata. Akhirnya ia ikut berbaring juga.
"Memangnya kalau aku tidur, sakit di dada Syo akan sembuh?"
Syo mengangguk mantap. "Tentu saja. Besoknya, Syo-nii akan bersemangat lagi!"
[Name] akhirnya berbaring menghadap Syo. "Tapi Syo-nii tidur juga. Cepat sembuh, ya."
Syo mengangguk. Ia akan menjaga balita mungil ini sampai tertidur. Awalnya ia berencana demikian penuh keyakinan. Tetapi pemuda itu tidak sadar, kalau dirinya ikut tertidur pulas bersama balita itu.
Hijirikawa Masato
"Hahaha! Masa-nii tidak bisa lompat kodok sepertiku! Puhahaha!"
[Name] adalah anak yang jahil. Beberapa kali ia terus mengerjai Masato yang begitu serius. Tetapi pemuda serius itu tidak membentak maupun memarahinya. Ia tetap sabar atau mungkin sekadar menahan diri.
"Ini tidak bisa dibiarkan,"ucap Masato menunduk sambil mengepalkan tangan.
Dihadapkan dalam kondisi rumit seorang [Name], Masato menyadari gadis itu kekurangan perhatian karena mendapati informasi ia seorang anak single parent.
Tapi di luar dugaan [Name], Masato akhirnya melakukan hal yang diledeknya setengah mati -- lompat kodok.
"Eh? Kok bisa?"[Name] langsung dengan polosnya bertanya.
"Ayo sini, main sama Masa-nii. Hari ini akan Masa-nii temani sampai puas,"ucapnya mengulurkan tangan.
Namun hal lain yang [Name] temui adalah selembar kertas dan kuas tinta.
"Lainkali saja, deh. Aku pulang dulu. Maafkan aku. Sebagai gantinya aku akan keluar kamar sambil lompat kodok."
Masato berniat serius menemani anak itu sampai sang ibu yang menitipkan kepada Saotome datang.
Iyup, ia akan menerima [Name] dengan senang hati dan lapang dada.
A/N :
Ini skenario yang ancur banget. OOC parah :'^
Stuck dengan ide skenario, dapetnya malah ide nista begini. Bagian QN tetap ada kok, tapi menyusul yaa~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top