Kid [Quartet Night]

Warning : Garing isinya, gagal baper. Thanks for reading!

Kotobuki Reiji
[Name] adalah bocah yang cuek. Ia duduk di ruang agensi sambil meratapi tablet -- sebuah gadget berukuran tujuh inch sambil menekan layar berkali-kali. Reiji dimintai Saotome untuk menjaga [Name] dan dialah yang paling senang hati melakukannya.

Anak-anak bukanlah perkara besar baginya. Ia jamin [Name] akan tunduk kepadanya. Dia suka anak-anak.

"Main apa, sih?"Reiji dengan santai duduk di sebelahnya.

"Tahu bu**t."

Reiji melihat nominal uangnya, "Wah! Dua belas juta. Banyak sekali!"

"Masih sedikit. Kemarin-kemarin aja sampai 520 juta."

Reiji melongo lalu mengangguk-angguk. Setelah [Name] berkata demikian, mereka hanyut dalam kesunyian. Tepatnya, [Name] lebih tertarik dengan permainan itu.

Reiji menghela napas. Ia tidak sadar kalau bocah masa kini telah sepenuhnya dibutakan oleh gadget. Apalagi sampai mengabaikan sekitar karena benda itu. Ia ingin gadis itu merasakan serunya permainan yang dilakukan bersama orang lain.

Namun ketika [Name] hendak mengetuk layar beberapa kali, tabletnya kehabisan baterai. Ia berdecak lalu melempar benda asal.

Senang akan hal itu, Reiji pun mengambil kesempatan.

"Reiji-san ada charger atau power bank?" tanya [Name].

Sebenarnya Reiji selalu membawa kedua benda itu setiap hari. Hanya saja tidak akan ia pinjamkan karena ia tak mau lagi terabaikan.

"Maaf, sepertinya tertinggal di dorm. Bagaimana kalau sekarang main sama Reiji-nii?"

"Eh?"

"Aku akan menunjukkan sebuah sulap yang pasti membuatmu terpukau~"

"Kalau begitu, sulap baterai tabletku jadi penuh kembali."

Jleb.

"[Name]-chan tidak mau bermain denganku, ya? Yang kamu lakukan ke Reiji-nii itu, jahat!" ucap Reiji berpura-pura menangis.

"Kalau begitu, sulap apaan?" tanya [Name] merasa ragu dengan kemampuannya.

"Akan kusulap ... chu!"

[Name] menerima kecupan singkat di dahi. Terdiam, ia malah tidak menyangka sang pelaku justru terkekeh keras.

"Jangan tolak ajakan Reiji-nii lagi, ya~"

Kurosaki Ranmaru
[Name] adalah bocah yang aktif. Ia ingin tahu banyak hal. Suatu hari, ia berjalan menuju agensi. Bukan sekali dua kali ia berada di sini, tetapi bisa berada di agensi Saotome adalah suatu kesenangan tersendiri.

Terutama menguntit cowok tampan. Kesempatan [Name] untuk kabur dari ibunya yang ingin membawa dirinya ke kontes kostum.

Akhirnya, kaki [Name] tergerak ke sebuah ruang studio. Di sanalah, tempat persembunyian yang cocok baginya. [Name] melirik bass yang tergeletak di sudut dinding.

Alat musik tentunya jarang difasilitasi agensi, apalagi karena kebanyakan idola mengandalkan fisik berupa vokal dan koreografi.

Tidak tahu milik siapa, langsung saja [Name] menghampiri bass itu. Menekan senarnya sesuka hati. Namun karena tak mengeluarkan melodi, gadis itu pun menarik senar ke atas dan ke bawah dengan paksa.

Kekacauan pertama; senarnya putus.

Kekacauan kedua; si pemilik bass ternyata sudah berada di belakangnya. Melihat tingkah bodoh (baca : polos) [Name], bocah yang masih mengenakan kostum kucing berbulu putih.

"Kau ..."

[Name] menyeringai. Manik heterokrom pemuda itu seolah ingin menusuknya. Namun tak ada hal buruk yang terjadi selama beberapa menit. Gadis mungil itu masih hidup.

Kurosaki Ranmaru -- sang pemilik bass pun mengambil senar lain untuk memperbaiki alat musiknya itu. [Name] melihat gerak jari Kurosaki yang begitu berpengalaman. Dengan mudah, senar bass itu sudah terpasang ke posisi semula.

"[Name]-chaaan?" panggil sang ibu dari luar. Sepertinya [Name] tidak bisa bersembunyi lagi.

Melihat ekspresi murung [Name], Kurosaki pun menepuk puncak kepalanya.

"Aku tahu kau mungkin tertarik bermain bass. Kapan-kapan datang saja."

Manik gadis itu berbinar. Tepat sang ibu telah menjemput, gadis itu melambaikan tangan.

Mungkin gadis itu harus bersyukur dengan kostum yang ia kenakan. Sebuah jawaban; Kurosaki takkan tega memarahi kucing.

Mikaze Ai
"Namamu [Full Name], ya?"

Mendengar namanya disebut, gadis itu mengangguk. Ia tidak tahu, kalau di sebelahnya yaitu robot berbasis Artificial Intelligence.

"Kakak cowok, ya?"

"Memangnya aku tidak terlihat seperti itu?"

[Name] mengangguk. "Habisnya, rambut kakak diikat. Manis."

Ai menatap bocah itu lekat-lekat lalu melepas ikat rambutnya. Rambut cyan-nya ia biarkan tergerai.

"Eh, kok dilepas?" tanya [Name].

"Kurasa kau lebih cocok kalau seperti ini."

Wajah [Name] memanas. "Ti-tidak! Ai lebih manis. Oh iya, kata mama, Ai itu robot. Tapi kok kayak manusia? Bisa dipeluk, ga?"

Bilang saja, [Name] adalah seorang bocah polos secara fisik namun tidak dengan hatinya.

Tahu-tahu, Ai mewujudkan kode modusnya itu. Manik [Name] mengerjap, mulutnya menganga.

"Sepertinya bersamamu tidak buruk," ucap Ai memandang jemarinya usai memelukmu.

[Name] jatuh cinta.

"Besok aku akan datang lagi. Jadi, Ai jangan khawatir!" seru [Name] bersemangat, bangkit dari posisi duduknya lalu menatap Ai. "Aku akan menyuruh mama menitipku ke sini lagi."

Tapi [Name] mungkin harus berjuang agar Ai meiriknya. Selain tidak peka, Ai tidak tahu soal perasaan.

Camus
"Mengurusi bocah? Kenapa aku?"keluh Camus dihubungi Saotome. [Name] duduk di sofa ruang agensi dengan raut polos, tanpa bertingkah aneh-aneh.

Ya, awalnya begitu.

Usai Camus mengakhiri panggilan dengan gusar, ia menghampiri bocah itu.

"Hei, kau, Rakyat Jelata."

"Kyaaa!"

Camus mengernyitkan dahi. Padahal ia belum sempat menawarkan apa-apa.

"Rakyat Jelata, kaumau a--"

"Kyaaa!"

Camus tidak mengerti. Seruan itu sangat tidak dipahaminya. Padahal ia yakin hanya sekadar berkata-kata tanpa melantunkan lagu apapun.

Ia menarik napas lalu berkata, "Kau, berhenti berteriak!"

"Habisnya panggilan 'Rakyat Jelata' itu sangat keren! Seperti ... di kerajaan."

Camus terdiam. Bocah ini terdeteksi masokis usia dini.

[Name] mengusap dagu penuh kebanggaan berdiri di atas sofa. "Camus-sama barusan mengajakku bermain, 'kan? Aku ada nonton konser keempat, tapi di televisi."

Oke, Camus menyadari [Name] rupanya adalah salah satu dari sekian fangirl-nya. Akhirnya ia duduk sambil menyilang tangan.

"Kurasa kau tidak lagi membutuhkan barbie. Padahal aku mau membelikanmu agar kau bisa memainkannya."

"Tapi aku nggak suka barbie. Duduk bersama Camus-sama saja sudah bahagia!"

Camus bergeming. Ia tidak tahu sampai kapan akan bertahan dengan fangirl maso sampai sang ibu akan menjemput.

A/N :
Huehue nista amat yha. Rata-rata jadi pedo semua //gak xD
Maapkan author nista yang jarang apdet, sekali apdet isinya malah absurd.

See ya on the next part

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top