Honest - [Kurosaki Ranmaru x Reader]

Note: yang ditandai dengan (*) adalah bait lagu. Bahasa inggris setelah liriknya adalah artinya :>

• • •

Requested by Aozu_ki

Dua hari yang lalu, kau, Reiji, dan Kurosaki memutuskan menghabiskan waktu dengan berpiknik bersama. Hal itu telah lumrah terjadi karena Kurosaki adalah tetangga sekaligus sahabat Reiji.

Kau takkan pernah menyangka, tepatnya tidak akan terpikirkan kejadian itu terjadi.

Kejadian yang tidak bisa dilupakan seperti mengedipkan mata.

Kejadian yang membuatmu tidak lagi bisa meliriknya sama seperti masa-masa yang dulu.

Kejadian yang menyebabkan segalanya berubah, di saat kaurasa waktumu berhenti untuk sesaat.

(*) If I was your lover... moshimo kanaeba
Eien ni dakishimetetai
Soshite tsutaeru "shinjiru"tte KOTO
Yatto kidzuketa

If you were my lover...if that'd come true,
Bearing your pain,
Eventually, like the rising sun,
I want to be warmed

"Aku menyukaimu."

Hal itu terjadi ketika Kurosaki Ranmaru mencuri ciuman pertamamu melalui setangkai gula kapas.

Ketika kedua bibir sama-sama merasakan manisnya gula yang perlahan larut di indera perasa.

Honest
Pair: Kurosaki Ranmaru x Reader
Uta no Prince-sama (c) Brocolli, Sentai Filmworks
Genre: Romance, Comedy
Song fiction: Bright Road (CV: Suzuki Tatsuhisa)
Warning: ooc, au, supermeinstrim
By agashii-san
.
.
.

Satu kata untuk kejadian itu; mengejutkan.

Kau, gadis tulen yang pemula dalam percintaan langsung berlari tunggang langgang sebelum piknik usai.

Padahal kau ingat, abang sedarahmu, Kotobuki Reiji menunggu kalian di taman.

Wajahmu memerah padam.

Kau sadar betul, Kurosaki memang punya pacar absolut dan hatimu semestinya siap ditigakan seumur hidupmu karena sebuah bass dan sesisir pisang.

Miris memang. Sejak saat itu, kau kebingungan dan memilih mengurung di dalam kamar seharian. Tidak mengherankan jika cepat atau lambat, insomnia pun merundung diri bila bayangan itu terus terlintas di benakmu.

"[Name]-chan, tidak makan malam?" tanya Reiji usai mengetuk pintu kamarmu.

"Tidak lapar," bohongmu merebahkan sekujur tubuh dengan selimut.

Namun, hati dan fisikmu tidak sejalan. Perutmu berbunyi keras dan kauyakin, Reiji mendengar suara perut keronconganmu.

"Jangan berbohong. Aniki akan tunggu di bawah. Ada Ranran juga di bawah jadi kita bisa sama-sa---"

Jantungmu seolah melorot ke bawah.

"A-aku lagi diet, aniki!" bantahmu setelah mendengar nama panggilan sahabat karib abangmu itu.

"Ikut aniki sekarang atau kupanggilkan Ranran juga?" ancam Reiji membuatmu tidak berkutik.

Kau memberenggut sebal sambil menendang-nendang selimut yang terlempar asal ke lantai. Meskipun abangmu dikenal bermulut manis, dia cukup pemaksa. Kakimu tergerak menuju cermin berukuran satu kali dua meter yang terpampang di balik pintu lemari.

"Bagaimana ini?" panikmu dengan wajah memerah sembari mengacak rambut.

Untuk pertama kalinya, kecanggungan meliputi seluruh hatimu yang dipenuhi tanda tanya akan ketidakpastian.

• • •

"Sakit?" tegur Kurosaki hendak mengambil sumpit dan duduk berhadapan denganmu.

"Gara-gara kau, bodoh!" batinmu berucap, tersekat di tenggorokan.

Pemuda itu bisa bertanya demikian ketika melihatmu memakai masker sekali pakai. Sejak hari itu berlalu, dia bisa bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa. Lain halnya, kau terus uring-uringan tidak jelas.

"[Name]-chan, Ranran, ayo kita bicara," ajak Reiji meletakkan mangkuk nasi di meja. "Ketika piknik dua hari silam, kenapa kalian berpisah?"

Kurosaki yang hendak menelan tofu pun tersedak setelah Reiji bertanya demikian. Kau pun terdiam dengan wajah memerah. Intinya, kalian jadi salah tingkah.

"Loh, ada yang salah ya? Sepertinya ada terjadi sesuatu?" tanya Reiji terkekeh.

"Aku... ada urusan waktu itu, aniki. Aku juga bukan anak-anak lagi, jadi tidak perlu setiap waktu harus kukabari, 'kan?" tuturmu mencari alasan dan enggan menatap Kurosaki.

"Kau bukan anak-anak. Kau adikku, tapi ada baiknya kabari aniki dulu," ucap Reiji mengacak rambutmu, "lalu Ranran, kenapa juga menghilang begitu saja?"

Kurosaki menggaruk tengkuk. "Aku kedapatan job mendadak di kafe, jadi langsung ke sama untuk mempersiapkan diri."

Manik abu-abu Reiji meratapi kalian secara bergantian. Bukan seorang Kotobuki bila dirinya percaya begitu saja. Namun, ia tersenyum seolah-olah termakan pancingan kebohongan kalian.

"Begitukah? Kenapa kalian bisa kompakan tidak mengabariku, ya?" Reiji mengusap dagu sesekali melirik skeptis kalian berdua.

Kau menepuk meja sambil berdiri. "Kebetulan bisa terjadi, aniki. Wajar, kok!"

"Y-ya, begitulah!" tambah Kurosaki yang sejalan dengan pemikiranku.

Reiji mengangguk-angguk kalem. "Sebenarnya aku belum yakin, tapi aku akan menunggu saat yang tepat ketika kalian siap menceritakannya."

Agar kau tidak bisa menanggapi, kau mulai melahap tempura hingga mulutmu terisi penuh. Diam-diam, kau melirik Kurosaki yang juga makan di depanmu. Kau ingin juga tahu alasan ciuman itu dan pernyataan itu. Meski kau takut, benar-benar takut untuk mendengar jawaban bahwa semua itu tidak sejalan dengan hatimu.

Dan kau, sedikit demi sedikit mengharapkan keberanian.

• • •

(*) "KIZUNA" tte kotoba ga yake ni zawa tsukaseru ze.

Words like "bonds" cause an awful lot of fuss.

Kau, setengah mati berusaha membantah Kurosaki menyukaimu setelah menyimpulkan sendiri dari berbagai sumber. Jemarimu asyik mengetik dan mencari tahu tentangnya. Meskipun Kurosaki belum sukses besar sebagai idol, ia cukup dikenali kalangan remaja karena sering bernyanyi di sejumlah kafe dan merilis lagu di situs video.

Hal itu terjadi ketika kau menjumpai situs pertanyaan official fanpage.

Baru-baru ini, Ranran merilis sebuah lagu. Aku baru sadar, dia rupanya menyelipkan lirik romantis di dalamnya. Apa Ranran sedang jatuh cinta? - @fangirledan • 1 week ago.

Pertanyaan itu dikirim seminggu yang lalu dan telah dijawab Kurosaki.

Answer: Itu dari inspirasi semata.

Memang, jawaban itu hanya berupa teks dan tidak diladeni secara langsung. Namun setelah membaca kalimat itu di dalam hati, hatimu sedikit merasa tercabik-cabik. Menusuk lalu meretak. Parahnya lagi, air matamu telah melinangi kedua pipi.

"Aku... tidak mengerti," gumammu menyeka pipimu yang basah.

Entah dari kapan rasa itu ada, menyukai seseorang bisa terasa sesakit ini.

Menyukai seseorang bisa merasa membingungkan.

Menyukai seseorang bisa melumpuhkan segalanya.

Hanya saja, jejak penguntitanmu tidak berakhir sampai di situ.

Aku yakin kau sedang jatuh cinta. Insting wanita tidak bisa ditentang, Ranran! Kalau memang nyatanya begitu, kami akan selalu mendukungmu karena kami mencintai lagu-lagumu - @basspisang • 2 days ago.

Jemarimu hendak men-scroll mouse untuk menemui jawabannya.

Answer: Aku tidak bisa membantah kalau hal itu salah, tapi aku sudah ditolak. Sebenarnya aku...

Belum sempat kau membaca semua jawabannya, abangmu menjerit keras.

Panik, kau membuka pintu kamarmu.

"[N-Name]-chan, kaki---" ringis Reiji memijat kakinya yang telah mengucurkan darah.

"Astaga. Kenapa bisa seperti ini?" tanyamu berderap lalu membuka pintu kamar Reiji.

"Terkena pecahan piring. Aku tidak menyangka kakiku tidak mampu kugerakkan saking nyerinya," curhat Reiji kini kaubopong dengan rengkuhan di bahu.

"Aniki segera hentikan pendarahanmu dengan tisu. Aku akan segera beli obat." Kau memberikan Reiji sekotak tisu lalu segera keluar dari apartemen.

Tepat saat kau keluar, Kurosaki keluar juga dari apartemennya. Kau terkejut, tetapi memilih mendahuluinya menuju elevator. Kurosaki tidak tinggal diam; langsung menarik pergelangan tanganmu.

"Mau ke mana?" tanya Kurosaki.

"Aniki... aniki...." Kau panik tidak karuan.

"Tarik napasmu dulu. Sebenarnya ada apa?"

Keringat dingin mengucur di sekitar pelipismu. Belum usai soal perasaanmu sendiri, sekarang keadaan kakakmu yang genting membuatmu terdesak. Kau menepis tangannya.

Tanganmu terkepal pun bergetar. "Aniki terkena pecahan piring... darahnya banyak sekali... aku harus beli obat, tapi aku...."

Kurosaki memegang bahumu. "Ayo sama-sama ke apotek."

"Iie (Tidak). Kau punya urusa---"

"Aku telah menunggumu dari tadi--- maksudku, ini demi kepentingan Reiji! Aish, ikut saja!" desak Kurosaki menyelipkan jemarimu dengan miliknya yang besar menuju elevator yang telah terbuka.

Tanpa sadar, kau kesampingkan masalah itu untuk memberikan pertolongan pertama kepada Reiji.

• • •

"Terima kasih," ucapmu lirih.

Beruntung tidak ada pecahan kaca yang menyangkut di telapak kaki Reiji. Kurosaki membantumu membalut kaki Reiji usai kau membersihkan lukanya.

"Daripada melihat wajah kalian yang cemas begitu, lebih baik kalian keluar bersama. Nih, kukasih uang untuk beli es krim berdua," Reiji menyaruk sakunya lalu memberikan dua lembaran seribu yen.

"Aku akan menjaga aniki! Tidurlah," ucapmu menolak secara halus dengan mengambilkan selimutnya tetapi segera ditepis Reiji.

"Daijobu (baik-baik saja). Lagi pula darahnya sudah tidak mengalir lagi. Ranran, aku hanya akan memberimu kesempatan kali ini, jadi pergunakanlah dengan baik, ya," kata Reiji mengedipkan sebelah matanya.

Kurosaki memeluk dirinya sendiri. "Ish. Jangan berikan tatapan menjijikan itu kepadaku!"

Reiji terkekeh renyah. "Pastikan semuanya harus beres hari ini."

Mau tidak mau, kalian keluar dari ruangan Reiji.

"Kita makan es krim malam-malam? Yakin?" lirikmu menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh kurang lima belas menit.

"Ya nggak, lah." Kurosaki menyelipkan jemarinya ke dalam saku celana.

"Kalau begitu, pulanglah. Jaa," ucapmu mendorong punggung Kurosaki menuju pintu utama tetapi tidak bisa karena sengaja ditahannya.

"Pengin taiyaki." Kurosaki menoleh.

"Eh?"

Ia mendesah. "Kita makan itu, maksudnya!"

Kau memegang kedua pipimu.

Kencan? Nggak. Kau segera menggeleng cepat.

Kurosaki berkata, "Jadi, kau nggak mau? Padahal yang dijual dekat minimarket hanya dijual khusus musim gugur dan rasa kacang merahnya paling laris...."

Kau tetap diam.

"Terus penjualnya bakal kasih gratisan satu buah kalau beli dua...."

Mendengar kata gratisan, sepertinya kau tidak lagi bisa mengelak. Perutmu lagi-lagi berbunyi; tergoda oleh ucapan Kurosaki. Kau kalah telak.

"Baiklah. Hanya makan saja, 'kan?"

"Ya iyalah. Memangnya kau mau ngapain lagi?"

Kau menggeleng cepat lalu segera ke kamar untuk mengambil dompet dan syal. Sebelum kau benar-benar meninggalkan kamar, laptopmu masih menyala dan menampilkan situs fanpage. Kau segera menonaktifkan laptopmu.

Dirimu tidak lupa untuk memastikan; meski rasa gugup masih menghantuimu.

• • •

"Taiyaki-nya hanya sisa satu. Mohon maaf," ucap sang penjual membungkus kue berbentuk ikan itu ke dalam paper bag.

Karena hari sudah mulai larut, tentu sisa jualannya telah habis. Gerobak sang penjual pun telah dibersihkan, setelahnya mendahului kalian dengan didorong dari belakang.

"Bagaimana, dong?" tanyamu melirik kue itu mengepulkan asap.

"Kaumakan saja," jawab Kurosaki dengan santai berjalan lebih dulu sambil merapatkan mantel kecokelatannya.

"Nggak bisa gitu, dong. Tadi 'kan Kurosaki-san yang ajak."

"Lagi pula kuenya hanya satu. Nggak apa, kok,"

"Pasti Kurosaki-san rela kasih kuenya karena nggak ada varian rasa pisang," gerutumu mengerucutkan bibir.

"Ha?" Kurosaki menoleh, menaikkan sebelah alisnya.

"Aku merasa tidak enakan kalau makan ini sendirian," ucapmu berjalan di belakangnya.

"Lain kali 'kan aku bisa makan itu."

Kau menarik mantelnya.

"Makan juga, ya. Nih." Kau memotong kue itu menjadi dua bagian.

Kurosaki bergeming beberapa detik, tetapi diambil juga potongan kue darimu.

"Jangan mengomeliku kalau nggak puas memakan kuenya," Kurosaki melahap kue itu.

Kalian berjalan bersama menuju sebuah bangku panjang yang terletak di taman dekat apartemen. Jalanan sepi dan ditemani penerangan dari tiang adalah pemandangan yang biasa ditemui di malam hari. Kau menggosok kedua tanganmu yang terasa dingin; menghangatkan diri.

"Aku ingin bertanya," ucap kalian serempak lalu menoleh.

"K-kau duluan," ucap Kurosaki menggaruk tengkuk.

Wajahmu memanas. "Kurosaki-san saja!"

Ia berdeham. "Kau duluan."

Karena dia terus menatapmu penuh selidik, dirimu tidak kuasa untuk membantah lagi. Sambil membuang sampah kertas, kau memainkan kedua jemarimu.

"Kenapa waktu itu... kau menciumku?" tanyamu menundukkan kepala.

Ia mendesah--- menampilkan uap air yang mengepul di udara dari helaan napasnya.

"Jangan buat aku menyatakan perasaan untuk kedua kalinya."

Kau menggigit bibir. "Y-yang pertama itu...."

"Iya. Tanpa sadar, sebenarnya kau itu muse-ku."

Muse--- salah satu inspirasinya dalam menyalurkan musik.

"Tapi kau bilang sudah ditolak ka---" ucapmu segera terputus setelah sadar kalau sedang keceplosan.

"Kau stalking?"

Kau menyeringai ngeri. "Habisnya aku nggak paham, tepatnya tidak mau salah paham dan berusaha menemukan jawabannya di situs official-mu."

"Sengaja menghindariku berarti menolakku, 'kan? Lalu, kau takut salah paham kenapa?" tanya Kurosaki menempelkan puncak kepalanya ke sandaran kursi.

"Bukan begitu. Aku tahu Kurosaki-san mungkin menganggapku seperti adik perempuan karena Kurosaki-san adalah sahabat aniki jadi...."

"Siapa bilang aku menganggapmu adik?"

Manikmu membola. "Loh, bukan?"

"Kau kira aku mengidap siscon?"

Sister complex--- situasi yang memunculkan rasa kasih sayang dari kakak kepada adik.

"Y-ya kiranya, gitu," ucapmu kini malah tidak berani melihatnya.

"Jangan samakan aku dengan aniki-mu. Dan, omong-omong, berarti itu ciuman pertamamu, ya?"

Wajahmu memerah padam.

"Si-siapa bilang?" bantahmu menarik jarak.

Kurosaki menyeringai. "Ternyata begitu."

"Kubilang bukan!" bantahmu lagi, merasakan panas hingga ke telinga. "Ja-jadi, lebih suka aku atau pisang?"

Kurosaki mengernyitkan dahi. "Pisang."

Merasa sudah tahu jawaban itu dari awal, kau segera bangkit dari bangku. Kurosaki ikut berdiri, menarik pergelangan tanganmu ke dalam saku mantelnya.

"Tapi sepertinya kau lebih manis daripada pisang."

Rasa manis yang merekah, mungkin baru saja dimulai di antara kalian. Sebuah awal yang baru, perasaan yang terbuka satu sama lain, dan kejujuran yang menjawab semuanya.

OMAKE
"Sepertinya kalian menuruti perintahku, syukurlah!" Reiji menaruh gelas di atas meja.

Menyadari interaksi di antara kalian tidak secanggung waktu itu, alih-alih malah jadi lebih akrab.

"Main yang ini!"

"Yang ini!"

Kalian berdebat, memutuskan keinginan kalian untuk memainkan game. Rak kaset pun jadi berantakan karena dibongkar. Reiji menghela napas.

"Jadi, bisa ceritakan aku masalah kalian?"

Kalian sama-sama menoleh. "Masalah apa?"

"Masalah kalian. Ranran, mulai dari kau dulu."

"Bukan masalah besar...."

"Kemarin adikku menangis dan aku yakin bukan masalah kecil."

Kau menaruh kaset-kaset itu kembali lalu berkata, "Aniki, aku hanya bingung karena menerima... ciuman darinya, kok."

Tapi bagi Reiji, hal itu tidak bisa dikatakan sebagai "hanya". Tanpa disadari, sendi-sendinya berderak. Reiji tersenyum.

"Kuberi kesempatan untuk bicara, tetapi rupanya kau berbuat sejauh ini. Sini, kuserang dengan hujaman marakas ditambah smack down!"

"[N-Name], kau...." lirik Kurosaki tajam ke arahmu.

"Nanti kau bisa bermain sepuasnya setelah ini. Maafkan aku!" sahutmu menyeringai ngeri usai menaruh kaset ke dalam mesin play station.

rashiku narō ze mirai e no Bright Road
nukumori o yoin ni makasete
tsunagari au kodou no uta
omae ni todoke

Let's become like the bright road to the future!Leaving behind a lingering warmth
We're connected together, my heartbeat's song
I'll send it to you

• Fin •

A/N:
Muehehe--- absurd sekali sepertinya :">
Belum pernah bikin song fiction, jadi ya gini. Ga semua bait lagunya di masukin, jadi cuma beberapa gitu lololol~

Btw, bagi yang berkenan dengan hasil kuisioner, aku telah merilis serial ketiga lho. Thanks for reading! ;3

See ya on the next part!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top