Affection - [Syo Kurusu x Reader]
Requested by haniasirait & NekoHeart23
Sorry for superlate post :">
[Name] mengusap air matanya untuk yang kesekian kalinya.
Bagaimana tidak sedih? Sang kekasih, [Boyfriend Name] memutuskan hubungan asmara mereka tepat di hari festival.
"Selama ini aku hanya menahan diri kalau aku suka dengan animasi Jepang."
"Eh?"
"Tepatnya aku benci yang begituan. Jangan pernah menghubungiku lagi. Aku jijik. Kita tidak akan pernah cocok dalam hal apapun."
Mengingat kejadian itu menyebabkan gadis itu sebal; tanpa sadar telah membanting konsol PSP-nya. Syok, layar konsolnya justru terbanting dan menampilkan efek retak. Merasa terpuruk, [Name] berjongkok lalu menangis nyaring di tengah kerumunan.
Mendengar suara bidikan, [Name] menyadari bahwa di samping kiri dirinya, terdapat sosok gadis cantik sedang dipotret bersama sejumlah pengunjung festival.
"Seandainya... aku bisa semanis itu," gerutu [Name] tanpa sadar.
Gadis berambut panjang itu menoleh ke arah suara [Name]. "Mau foto bersama?"
[Name] menggeleng cepat. Dirinya langsung berdiri, tampak canggung karena banyak pasang mata yang melirik mereka.
"Ja-jangan. Saya hanya upik abu. Hasilnya pasti akan sangat mengecewakan Anda," tolak [Name] tanpa sadar telah merendah.
Gadis itu mendesah lalu memegang bahu [Name]. "Semua gadis itu cantik. Kamu orang keseratus yang bisa foto sama saya, loh~"
Lambat laun, [Name] pun merasa tersugesti dan foto bersama. Gadis manis itu sepertinya bersedia menjadi pendengar untuk mencurahkan kesenduan hati.
"Bo-bolehkah kau meluangkan sedikit waktumu kepadaku?" tanya [Name] yang terlalu kelewat berani, memegang kedua tangan sang cosplayer.
Gadis manis itu mengernyitkan dahi. "Eh?"
Di manik [Name], cosplayer imut-imut ini bagaikan malaikat yang jatuh dari surga.
"Yoroshiku onegaishimasu! (mohon bantuannya)," ucap [Name] telah membungkukkan badan.
Tanpa mereka tahu, pertemuan mereka ternyata bermula dari sini.
Affection
Pair: Crossdresser!Syo Kurusu x Student!Reader
Uta no Prince-sama (c) Broccoli, Sentai Filmworks, Kuruhana Chinatsu
Genre: Romance, Comedy
Warning: some typos, AU, OOC
By agashii-san
.
.
.
[Name] kebanjiran air mata.
Alasannya bukan karena gadis mungil itu mengomelinya, tetapi karena [Name] tidak mampu membendung kesedihannya lebih lama lagi. Suasana festival juga tidak seramai tadi, apalagi karena hari telah gelap--- waktu menunjukkan pukul setengah delapan.
"Intinya, cowok itu bukan hanya satu," ucap gadis itu menambahkan, "percaya sama saya, kamu itu punya daya tarik!"
[Name] setengah terisak. "Benarkah?"
Gadis itu mengangguk mantap. "Beneran, deh. Saya yakin seri---"
"Syo-chan!" panggil seorang pemuda berambut ikal dengan bingkai manik menghampiri gadis cosplayer.
Tidak hanya satu pemuda, ada pemuda lain yang datang menyusul.
"Maaf, sepertinya aku sudah harus balik," ucap gadis cosplayer itu.
[Name] terkesiap lalu melambaikan tangan. "Hee--- tidak terasa, ya. Ya sudah, hati-ha---"
Syo mengambil secarik kertas dari sling bag-nya. "Kalau kau tertarik berbicara denganku lagi, hubungi aku saja. Jaa ne!"
"Siapa?" tanya pemuda berambut gondrong jingga melihat [Name].
Syo langsung mendecih, hendak menyikut pemuda itu. "Jangan cari tahu."
Dari kejauhan, [Name] melihat sang cosplayer dengan penuh kekaguman--- manik berbinar-binar. Cantik, dikerumuni banyak pria tampan. Siapa yang tidak senang ?
Tentu saja, [Name] langsung menyimpan kontak tanpa merasa curiga, apalagi tanpa memikirkan sosok diri Syo yang sebenarnya.
☆ ☆ ☆
"Shining... Gakuen?" bingung [Name] membaca pesan itu sekali lagi.
Berdasarkan informasi yang iseng dijelajahi [Name] dari mesin pencari, Shining Gakuen merupakan sekolah menengah atas khusus laki-laki.
Persetan informasi itu, [Name] telah stand-by di depan gerbang.
[Name] mengambil ponselnya di balik saku roknya.
Syo: Mau makan bareng? Kalau begitu, besok tunggu aku di depan gerbang Shining Gakuen jam 1 siang.
Jika mereka bertemu di depan sekolah khusus laki-laki karena goukon--- pertemuan kencan buta, sepertinya tidak. Teman baru [Name] itu justru hanya menyetujui ajakannya untuk makan bersama di sebuah kafe buffet.
"Maaf lama menunggu!" seru pemuda berambut kuning itu keluar terburu-buru menuju gerbang.
Dirinya terlihat sibuk karena sedang menata poni. Dibandingkan gadis semalam, perbedaan itu terlihat dari potongan rambutnya yang lebih pendek daripada semalam.
Pemuda itu sempat terkesiap. Melihat [Name] yang berpenampilan cukup berbeda--- seifuku putih-biru--- atasan kemejanya dibalut dasi sailor merah dan rok biru pekat.
[Name] membatu.
Meskipun kini berbeda, penampilan pemuda di hadapannya ini tidak terasa asing.
"Maaf. Kau... kembarannya Syo?" tanya gadis itu mengernyitkan dahi.
"Hah? Aku 'kan memang Syo!" kejut Syo pun terbelalak.
[Name] terlihat panik. "Loh? Kemana gadis manis yang semalam!? Dia janjian denganku di sini. Hm, apa aku harus menunggu lebih lama lagi saja, ya?"
Syo menepuk dahi. Dia merasa sedang menipu gadis itu secara tidak langsung.
Syo mengecilkan suaranya. "Kau percaya yang kemarin itu perempuan?"
[Name] mengangguk mantap. "Dia manis, bersinar, dan ditemani banyak pria tampan! Siapa yang tidak yakin?"
Syo menghela napas lalu mengacak rambutnya. "Maaf saja, aku lupa memberitahumu. Semalam, aku berdandan sebagai lolita karena tantangan cowok-cowok yang kautemui kemarin."
[Name] membatu ronde kedua. Mungkin sebentar lagi akan terkikis.
Imajinasi indahnya sukses dihancurkan. Padahal, dia sudah membuat daftar kegiatan semalaman.
"Bohong! Bohong! Bohong!" bantah [Name] mencengkram jaket putih Syo. "Kembalikan mimpi manisku!"
Syo mengernyitkan dahi. "Eh?"
[Name] memilin rambutnya. "Padahal rencananya... aku mau mengajak makan dessert sepuasnya, lalu main taiko bareng di game centre."
"Terus? Aku 'kan sudah di sini, sesuai janjimu?" Syo tidak merasa bersalah, tidak tahu di mana letak kekhawatiran gadis itu terhadap dirinya.
"Terus... mau purikura bareng dan menonton konser idol tampan sambil megang senter. Ya... cuman sekarang nggak bakalan bisa, sih. Selamat tinggal, mimpiku," gumam [Name] memerosotkan bahunya.
Gadis itu pun berbalik badan sambil melangkah lemas; tangan yang digenggamnya seolah tiada energi, membiarkan tasnya terseret aspal.
Untuk pertama kalinya, Syo Kurusu, sang calon aktor papan atas itu terabaikan. Sebenarnya, Syo bisa saja membiarkan gadis itu pergi. Namun, hatinya tidak bisa menerima perlakuan seperti ini; ditolak karena masalah gender.
Parahnya, alasan Syo ditolak karena [Name] lebih menyenangi sosoknya sebagai perempuan.
Dia tidak mau merasa terhina. Dan, penolakan itu tidak keren bagi seorang Syo Kurusu.
Syo memegang pergelangan tangan [Name]. "Kita lakukan semua itu, bagaimana?"
"Syo mau... ngewota idol?" tanya [Name] menoleh dengan manik berbinar, seolah anak-anak yang sedang dimanjakan dengan mainan.
Syo menganga bingung, tetapi langsung mengangguk. "Terlepas cewek atau cowok, aku tetap orang yang sama. Jadi, masih nggak mau berteman denganku?"
[Name] menunduk. "Tidak juga, sih. Yang kutahu, mantan pacarku mengakhiri hubungan kami karena menahan diri. Apalagi teman laki-laki. Kau kan sudah mendengar curhatanku semalam."
Syo mengusap dagu. "Soal konser, mungkin aku nggak akan menonton sampai selesai. Cuman sisanya aku bisa."
Meskipun [Name] menyadari pemuda itu memang kurang menyukai seputar idola, dia masih berani mengutarakan dengan jujur. Mungkin, berkenalan dengan pemuda itu tidak buruk juga.
☆ ☆ ☆
Sebenarnya, [Name] paham betul kalau Syo tidak akan mampu untuk mengikuti semua kegiatan di dalam daftar itu. Contohnya saja, ketika mereka telah berada di kafe buffet. Beragam kue-kue imut nan manis telah terpajang di etalase kaca. Meskipun bisa makan sepuasnya, Syo sengaja memilih kue dengan ukuran mini.
"Syo, masih mampu makan, nggak?" tanya [Name] memancing Syo.
Syo mengangguk. "Masih, kok. Jangan remehin kekuatan seorang Syo Kurusu."
[Name] menopang dagu. "Memangnya seorang cosplayer membutuhkan kekuatan?"
Awalnya, dia mengira interaksi di antara mereka akan canggung karena Syo adalah laki-laki, tetapi dengan sendirinya interaksi di antara mereka pun mengalir.
Pemuda itu menggeleng cepat. "Aku enggak pernah berminat menjadi cosplayer. Ingat, aku cuma disuruh menjalani hukuman. Aku ... punya cita-cita yang ingin kucapai."
[Name] pun tersenyum kecil. "Enaknya sudah punya cita-cita."
Manik biru Syo melebar. Garpu yang tadinya menancap kue berakhir di atas piring.
"Memangnya kau belum?"
Gadis itu menggeleng. Kehidupan akademis yang selalu ia jalani pun sebenarnya tidak lama lagi akan berakhir. Apalagi survei perguruan tinggi yang akan dipilih masih tersimpan rapi di dalam laci kamarnya.
"Kalau begitu, temukanlah." Syo beranjak dari kursi lalu mengacak pelan rambut [Name].
"Enggak segampang itu... memangnya Syo-kun bercita-cita sebagai apa?"
Syo mengangkat jari jempol dan telunjuk, membentuk centang di bawah dagu. "Stuntman, itu menjadi sosok aktor yang penuh aksi ekstrem."
Dibandingkan wajah manis yang sangat menipu, yang diutarakan Syo justru berbeda ekspektasi dari bayangan [Name]. Namun, gadis itu bisa melihat semangat membara yang terpancar dari ucapan Syo.
"Wah, keren sekali. Kau pasti bisa," puji [Name] memegang kedua pipi dan menggunakan meja sebagai penopang sikunya.
Samar-samar, terlihat semburat merah di kedua pipi Syo. Ketimbang dianggap tidak logis, terlalu bermimpi, atau pun mengejek fisiknya yang mungil ketimbang laki-laki Jepang pada umumnya--- alih-alih mengatai tidak sesuai untuk bercita-cita seperti itu, [Name] berbeda.
Syo menggaruk tengkuk. "Ta-tapi tidak mudah, loh. Masih perlu seleksi secara teori dan praktik."
Gadis itu masih tetap tersenyum. "Kalau mau berusaha pasti bisa. Melihatmu senang mengutarakan hal itu, kurasa kau sungguh menyukai cita-cita itu."
"Begitulah. Kalau kau punya hal yang kausukai, jangan pernah disia-siakan. Kau harus mencoba, meskipun awalnya tidak akan semudah yang kaubayangkan." Syo pun meyakinkan gadis itu sekali lagi.
[Name] pun mengangguk ketika menerima nasihat dari Syo. Dia akan mempertimbangkan matang-matang pencapaian hidupnya di masa depan. Usai mereka makan bersama, Syo dan [Name] pun pergi bermain taiko bersama. [Name] tidak menyangka, bersama Syo versi laki-laki tulen bisa membuatnya tertawa bersama.
☆ ☆ ☆
Kaki mereka tergerak menuju sebuah boks purikura yang tersemat di pinggir jalan. Syo akan menepati keinginan [Name] untuk berfoto bersama, karena dia tidak bisa menemaninya ngewota idol. Pukul empat sore nanti, Syo memutuskan untuk berlatih skrip untuk film action perdananya.
[Name] pun menikmati jalan-jalan seharian bersama Syo. Waktu demi waktu dengan mudah berlalu, tetapi suatu kejadian menjedakan dirinya secara jiwa maupun raga.
Manik [Name] tidak sengaja melihat sang mantan telah bersama dengan gadis lain dari kejauhan. Tidak bisa dipungkiri, hatinya perih bagai dihujami ribuan jarum. Perih yang tidak berwujud, tetapi memilukan. Manik [Name] telah berkaca-kaca ketika sang mantan digandeng dengan manja oleh pacar barunya. Keduanya lalu menunggu rambu menjadi hijau di trotoar.
Syo menyadari hal itu tanpa sadar telah terbelalak. Tanpa pikir panjang, ia segera memutar balik posisi [Name] membelakangi sang mantan. Lalu, tangan kanan Syo menutup kedua mata [Name].
"Menangislah. Aku akan menutupi eksistensimu hingga dia pergi."
Bagi [Name], ucapan Syo pun berangsur-angsur mengangkat luka demi luka perihnya. Hancur dalam perasaan, hanyut dalam tangisan pecah. Tanpa mengindahkan siapapun yang melewatinya.
Jemari Syo tanpa sadar ingin tergerak memeluk gadis itu, seolah mengatakan bahwa gadis itu akan segera baik-baik saja setelah melalui rasa sakitnya. Namun, ia sadar ia bukan siapa-siapa. Mereka baru saja berteman. Namun, dia tidak ingin gadis itu menangis oleh perasaan terluka.
Dia ingin melindungi gadis itu.
Mungkinkah, sejejak perasaan telah menyelubungi batinnya?
"Tak bisakah kau mempertimbangkanku...."
[Name] pun menghentikan isakan ketika Syo telah berucap meski terhenti.
"Syo?"
Karena gugup, Syo berucap, "Aku tidak suka kau menangis terlalu lama. Kau nggak malu?"
[Name] mengangguk kaku sambil membersitkan hidung. "Benar juga. Maaf ya, Syo. Aku pasti membuatmu malu."
Syo menggeleng cepat. "Bukan itu maksudku! A-aku tidak mau kau---"
Gadis itu segera memotong pembicaraan. "Aku mengerti, Syo. Aku terlalu dramatis sebagai perempuan, bukan? Sekali lagi, maaf."
Air mata yang masih menetes segera diusap [Name] dengan kasar. [Name] menyadari ia lagi-lagi menjadi gadis lemah hanya karena melihat mantannya.
Syo berseru, "Maksudku tadi, dia tidak pantas mendapatkan gadis sepertimu. Kau seharusnya bersama dengan pemuda yang lebih baik."
[Name] menggigit bibir bawahnya. "Lalu... pemuda seperti apa yang mau denganku?"
Syo menepuk dadanya. "Aku."
Jantung [Name] seolah ingin melorot ke tanah. Dia tidak tahu Syo hanya berusaha menghiburnya atau benar-benar menyatakan perasaannya.
"Aku menyukaimu, [Name]."
[Name] menekap wajahnya. "Aku... aku...."
Syo sadar betul jika gadis itu akan merasa kebingungan setelah dirinya mengakui perasaan itu. Kakinya pun tergerak mendekati [Name]. Jarak mereka pun menyempit, menyisakan dua langkah kecil.
"Kuharap... kau akan mempertimbangkanku. Selamat tinggal."
Syo melambaikan tangannya pelan, lalu meninggalkan gadis itu. Dadanya masih berdesir. Lain halnya, [Name] yang merasakan perasaannya bercampur aduk.
Mungkinkah, ada perasaan yang tumbuh di antara mereka?
Tidakkah apapun yang ditabur akan dapat dituai di hari kemudian?
Namun, hati yang menyatu akan dapat bersama bagai magnet. Menyatukan kutub yang berbeda.
- OMAKE -
Syo lagi-lagi harus berdandan sebagai gadis imut--- lolita--- setelah kepulangannya dari Okinawa. Dia kalah taruhan dengan Natsuki. Natsuki sangat senang menjahilinya, apalagi karena event natal sedang dirayakan penuh semarak di depan sekolahnya. Syo pun mau tidak mau harus menahan malu untuk menepati janji, meskipun sepertinya ia mulai terbiasa.
"Maukah kau berfoto denganku?"
Syo sedang menata di cermin sekilas, lalu menoleh ke arah sang penanya. Manik biru Syo terbelalak. Rupanya [Name] yang bertanya.
Kejadian itu telah berlalu tiga bulan. Syo sempat pergi selama selang waktu yang berlalu untuk melanjutkan studi akting. Ia pun tidak memberi kabar apapun semenjak pernyataan kepada [Name].
Syo telah memantapkan hati bahwa ia telah ditolak sepenuhnya.
Gadis itu terlihat santai, seolah tidak mengenalnya. Mungkin ia telah dilupakan.
Meskipun sadar Syo masih bergeming, [Name] memasang mode selfie terhadap kamera ponsel.
"Tidak boleh?" tanya [Name] sekali lagi.
"Bo-boleh, kok!" Syo menegakkan tubuh.
Wajah mereka berdua pun akhirnya terpotret. [Name] menyimpan ponselnya ke dalam tas, lalu mengambil secarik amplop putih. Amplop itu pun ia ulurkan kepada Syo.
"Harus dibaca sampai habis. Sampai jumpa."
Syo pun tidak bisa berkata-kata. Tangannya pun tergerak membalik kertas.
Hai, Syo.
Kau ini ke mana saja, sih? Dihubungi malah tidak dijawab. Dicari malah menghilang.
Menyebalkan. Sebal, sebal, sebal.
Aku tidak marah sama sekali soal pernyataanmu. Di saat aku telah siap menjawab, kau malah tidak ada. Dari situlah, aku benar-benar merasa menyesal.
Mungkin kau bisa menganggapku murahan karena mudah berpindah hati, tapi saat itu aku senang saat bersamamu.
Tepatnya, aku boleh memutuskan untuk menyukaimu, kan?
Maaf, Syo. Maafkan aku yang ragu-ragu.
Jadi, bisakah kita mulai dari awal? Sebagai teman juga tidak apa-apa.
Dari [Name].
Syo pun segera melepas wig, menaruh asal. Tidak memedulikan gaun kembang berwarna hot pink yang masih membalut tubuhnya. Tidak memedulikan wedges berwarna krim yang ia kenakan untuk berjalan.
Ia hanya ingin melihat gadis itu.
Ia hanya ingin gadis itu ada di sisinya.
"[Name]? Kau belum pulang, 'kan? Aku akan memanggilmu dengan toa kalau kau tidak segera ke sini, di sisiku!" Syo berseru keras.
[Name] pun ternyata nyaris melangkah menuju pintu gerbang. Wajah gadis itu sedikit memerah, tidak menyangka Syo akan mengejarnya. Syo pun menyadari eksistensi [Name] lalu segera berlari. Mendekap gadis itu.
"Kau... menyukaiku?" Syo bertanya sekali lagi, hendak memantapkan hati.
[Name] mengangguk. Mendekap kembali tubuh Syo. Saat itu pula, salju yang berguguran tidak membuatnya merasa hanyut dalam perih yang membekukan. Melainkan meleleh penuh kehangatan.
"Nggak. Penampilanmu nggak banget," ledek [Name] sengaja ingin menjahili Syo.
Syo ternganga. "T-tapi surat ini?"
"Aku bohong. Aku suka Syo yang mana saja. Mau versi perempuan dan laki-laki juga tetap suka. Imut."
Syo membuang muka. "Aku takkan berpenampilan seperti ini lagi."
"Kenapa? Aku 'kan suka---"
Syo masih tetap memeluk gadis itu sembari berkata, "Karena mulai dari sekarang, aku akan menunjukkan sisi diriku yang paling keren. Akan kubuat kau sungguhan jatuh hati kepadaku, mulai saat ini."
"Kalau begitu, aku akan menunggu," ucap [Name] terkekeh pelan.
Demikian pula, setitik demi setitik masa-masa yang berlalu mampu mengembangkan sebuah perasaan. Melelehkan sisi sedih, mengalirkan perasaan bahagia.
• END •
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top