1 Dari 1

•••


Tokoh utama kita memiliki sebuah obsesi.
Mengunjungi daerah pesisir setiap malam, ya, kalian membacanya dengan benar.

Setiap malam tokoh utama kita menyempatkan diri untuk datang dan menikmati aliran udara yang membelai rambutnya untuk menenangkan pikiran serta hati kacaunya.

Tiada hari tanpa penat dan beban berarti tiada hari tanpa dirinya mengunjungi daerah pesisir.

Selain angin, telinganya ditemani suara ombak yang menyenandungkan melodi musim panas.

Tidak peduli jika saat itu musim dingin,

Ia akan pakai jaket tebal ke pantai jika perlu.

Sebab, Pesisir; laut, satu-satunya tempat dimana ia bisa lepas dari cekikan polusi dan keramaian kota yang tidak berhenti beraktivitas setiap hari, sebuah oasis untuknya mengasingkan diri dari kesibukan yang menyengat.

Hanya disini ia bisa melepas sambil berlari pergi dari rantai tanggung jawab yang membelenggu.
Kehidupan sehari-hari tidak pernah berhenti mengejar lalu mencekiknya dengan perintah keharusan.

Tidak ada waktu untuk bebas, napasnya terampas oleh waktu yang kian mendekap membuat hati lembab dan jenuh kemudian membunuh dirinya secara perlahan.

Jika bisa, ia ingin menceburkan diri ke dalam air, tenggelam menjadi buih dan meninggalkan semua rasa khawatir serta gelisahnya dalam genangan laut biru penuh pilu.

Tokoh utama kita belum mau mati secara jiwa dan perasaan. la tidak ingin rantai rutinitas yang tidak pernah alpha untuk mencekiknya itu mengambil seluruh hak asasi untuk hidup dalam warna dan emosi miliknya.

"Jika aku menagihmu setiap kau datang kesini, aku pasti sudah kaya raya sekarang!"

Selain suara desiran ombak laut, ia juga sangat menyukai suara melengking yang selalu menegurnya tiap ia memijakkan kaki di pasir putih bersih tempat ini.

Suara itu sama seperti suara laut yang menggulung bergilir, menyapu bersih kapas hitam dalam hati. Tapi, jika ia diharuskan memilih satu, suara ini lebih baik daripada suara selimut ombak yang sebenarnya terdengar hampa tanpa emosi.

"Sekarang aku ingat namamu, Kim Yohan, kan?!"

la bernama Yohan, pemain utama kita yang terobsesi dengan laut dan atributnya ini berbalut dalam nama Kim Yohan.

"Hei, aish,jangan diam saja."

Pemuda yang tingginya lebih rendah itu mengambil langkah, butiran pasir naik ke atas sandal berwarna merahnya; memberi kesan kontras.

"...Setiap hari datang kesini..."

"Dan selalu diam, tidak pernah menjawab pertanyaanku."

Yohan teguh pada pendiriannya, ia kikih berdiri di tempatnya dalam diam alunan angin musim panas, mendengarkan dengan teliti si pemuda.

"Tidak pernah menganggapku ada."

Yohan memejamkan matanya, tangan ia kunci di belakang; di punggungnya. Kedua kelereng hitamnya terpaku pada langit azurite malam yang berkelip-kelip oleh hamburan matahari kecil.

"Tapi."

Pemuda itu sekarang memilih untuk duduk, tidak
mempedulikan hamparan butir pasir yang akan menempel dan mengotori celananya.

la kembali berceloteh,

"Seperti biasa aku mau bercerita lagi."

"Aku tahu kau pasti akan menganggapku tidak ada tapi hanya kamu satu-satunya orang yang bisa kuceritakan tentang hal ini."

"Soalnya, kamu kan orang asing dan pasti kamu akan menanggapi dan memberi opini yang netral meski saksinya hanya hati dan pikiranmu."

Asing, ya?

Melihat garis pendek di jam tangannya menunjukkan pukul delapan, Yohan kembali memejamkan matanya lagi. la masih berdiri, tidak ikut duduk bersama si pemuda manis di sebelahnya yang sudah menyamankan diri dalam posisi bersila.

"Aku lupa untuk bercerita tentang ini, temanku itu
bilang padaku, kalau hidup nggak akan selalu mengikuti kemauanmu."

Pemuda itu memegang tengkuknya; menggaruk, kedua manik hitam miliknya fokus pada kulit kerang yang setengah bersembunyi di balik kumpulan butir pasir yang ada di depan kakinya yang bersila.

"Padahal aku hanya mengeluhkan soal matematika yang kurang memberi petunjuk."

"Tapi dia menasehatiku dengan kata-kata yang sulit buat aku mengerti."

Tangan si kecil meraih kulit kerang, ia bersihkan dengan ibu jarinya, menemukan bahwa kulit kerang itu berwarna merah; sama seperti sandalnya.

"Lalu bukan hanya soal matematika, ketika aku mengeluh karena menurutku kehidupan sehari-hariku rasanya sama saja, kosong, hampa-" pemuda berparas manis itu menoleh, mendongakkan kepalanya ke atas, melihat ke arah Yohan,

"-la bilang, di hamparan pasir putih pantai, pasti ada barang yang terbawa ombak dan bersembunyi di balik pasir." ia
mengangkat kerang merah itu ke arah Yohan, "Seperti kerang ini."

Melihat reaksi nol dari Yohan, ia kembali memfokuskan mata pada laut di depannya,

"Aku tidak mengerti, akhirnya ia menjelaskan, katanya hidup itu seperti pasir, tidak selamanya putih membosankan, pasti ada barang yang terhempas ke pasir itu dan menunggu untuk
ditemukan."

"Jadi ia bilang, tidak selamanya hidupku kosong hampa, pasti akan datang sebuah kesempatan atau peristiwa kecil yang akan mengubah rutinitasku."

Pemuda itu menghela napas,

"Pada akhirnya aku masih tidak mengerti juga."

Kau terlalu bodoh sih.

Bodoh tapi menggemaskan. Si bodoh yang imut.

"Intinya, temanku itu aneh! la terlalu sensitif dengan emosi dan perasaan, lalu permainan bahasanya terlalu rumit."

Pemuda itu memajukan bibirnya, cemberut mengingat rasa heran dan kesal yang ia rasakan mengenai temannya itu.

"Terkadang aku heran, kenapa aku bisa berteman
dengannya."

Aku juga bingung kenapa bisa berteman denganmu.

Aku lebih bingung lagi kenapa orang yang memiliki pikiran kompleks bisa jatuh cinta dengan orang yang memiliki pikiran sederhana sepertimu.

"Lalu-"

Tak kuat hanya berbicara pada dirinya sendiri; menanggapi dalam batin,

"Kau benar-benar tidak mengingatku?"

Rasa rindu yang terkunci kini terbuka oleh benturan ombak yang berhasil menggunakan gemuruhnya, menghancurkan arahan berlalunya layar perahu, menenggelamkan rasionalitas.

la rindu, Yohan rindu, rasa rindu itu tumpah membentuk laut dengan penghuninya yang lalu akan terhempas dalam hamparan; menjadi peristiwa kecil, detail kegembiraan dan hiburan dalam hidup bosannya.

Di tempat yang jauh dari sini tak bisa ia temukan harta karunnya lagi.

Hanya disini ia bisa bertemu dengannya, sang ombak yang merupakan takdir perusak rutinitasnya, sang ombak yang melemparkan keping-keping mencolok di dataran kesehariannya.

Tempat ini adalah oasisnya, tempat ini adalah satu-satunya lokasi untuk kabur dari kenyataan.

Tapi pada akhirnya, Yohan tetap harus menghadapi kenyataan.

Meski ia berulang kali bersikap acuh tak acuh pada sang ombak yang merampas harta karunnya dan melemparkan lagi harta karun yang dirampas itu dalam bentuk kepingan kecil berupa memori mimpi si ombak.

Dokter mengatakan, ia harus menunggu, masa lalu yang hilang dalam benak pikiran kekasihnya itu akan muncul keping demi keping.

Yohan harus berperan sebagai pendengar untuk memastikan memori yang diceritakan kembali lewat mimpi kekasihnya itu.

Memastikan apa memori yang diingatnya itu tidak korup.

Memastikan apakah memori itu masih ada dalam batin terdalam kekasihnya,

Memastikan kemungkinan kekasihnya untuk sembuh, pulih dari gelombang trauma yang menyapu bersih memorinya.

Meski hanya disuruh untuk memastikan empat hal, Yohan menambah satu tugas tanpa ia sadari karena rasa sakit di hatinya yang muncul kembali mengapung seperti perahu di atas iringan biru,

Memastikan, apakah kekasihnya benar-benar menghargai dan menikmati masa lalu mereka.

Menyakitkan. Menyakitkan. Menyakitkan.

Memilukan. Memilukan. Memilukan.

Perih.
Perih.
Perih.

Menyakitkan. Menyakitkan. Menyakitkan.

Memilukan. Memilukan. Memilukan.

"Dongpyo."

"Aku merindukanmu."

Hari ini, Yohan berhenti menunggu ombak mengembalikan kepingan lama.

Karena hari ini ia tidak akan menemukan, ia memilih untuk membuat satu kepingan baru,

Dia dalam pelukanku,

la hangat, ia hidup,

"Teman dalam cerita yang kau ceritakan tiap hari padaku itu aku."

"Cerita tentang teman yang menjadi kekasihmu kemarin itu aku."

"Orang yang terlalu sensitif dengan emosi dan perasaan serta permainan bahasanya terlalu rumit itu aku."

la membuat kesempatan karena menunggu ombak mengembalikan keping demi keping hanya akan menaruh garam di atas Iukanya,

Ini adalah pilihan yang ia buat,

Untuk peristiwa kecil yang mengubah rutinitas putihnya.

"Kim Yohan."

"Nama orang yang selalu datang ke pantai ini hanya untuk menunggumu mengingat semuanya."


•••
Tadi terhapus... ಥ_ಥ langsung panik, untung ada image converter
Pas baca ulang juga ada kalimat yang saling tolak belakang, jadi sekalian perbaiki, padahal atas bawah, gara-gara nulis spontan kali ya...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top