Fey
"Kita tidak bisa melawan hukum takdir."
.
.
.
.
School!AU
Note:
Percakapan Non-baku
Sedikit mengandung kata² kasar
OOC mohon dimaklumi
Happy reading!
.
.
.
.
Selasa, 6 Juni - 07.24 AM
"[Name]!!!"
Gadis berparas cantik dan anggun itu menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Sebelumnya ia hanya termenung sambil menopang dagu menggunakan tangan kanannya, dengan sorot mata yang fokus melihat langit berubah menjadi abu.
"Apaan sih, ganggu deh." Ujar si gadis terhadap laki-laki yang menjadi pelaku pemanggil namanya.
"Hehe anu.. nanti pulang sekolah bareng kan?"
Laki-laki dengan bersurai biru itu menatap gadis di depannya, dengan genggaman tangan di depan dada seakan sedang memohon.
"Kan biasanya juga gitu, tapi kamu nanti ada piket kan? Aku tungguin."
"Niatnya sih mau bolos piket, tapi kamu bilang mau nungguin gak jadi bolos deh." Dengan tampang polos laki-laki itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
[Name] yang melihat itu hanya menghela nafas sambil tersenyum, ia sungguh memaklumi sifat kekasihnya itu.
"Pacaran terus! Masih pagi woy!!"
Kini masuklah seorang laki-laki bertubuh kecil dengan surai merah muda yang langsung berlari mendekati sepasang kekasih itu. Ah jangan lupa, ada seorang laki-laki juga yang membuntuti pemuda kecil itu.
"Gue gak lagi pacaran ya!! Oh! pagi Gentarou~"
"Pagi juga Dice."
Dan pemuda bernama Dice tersebut mengacungkan jempolnya.
"Ramuda kali ini tumben gak telat?" [Name] menatap pemuda kecil yang bernama Ramuda itu, dan sang empu hanya mengedikkan bahu.
"Hari ini gue tiba-tiba aja bisa bangun pagi."
"Bukannya bagus ya kalau lo bisa bangun pagi?"
Ramuda meletakkan jari telunjuk dibawah dagu sambil memejamkan matanya, seakan sedang berpikir.
"Bener sih, tapi keknya gue bisa bangun pagi karena mimpi bagus."
Dice yang mendengarnya langsung berbinar, penasaran akan mimpi temannya tersebut.
"Widihhh, mimpi apa tuh??"
Ramuda langsung saja menyeringai dengan bumbu hawa hitam di sekitarnya.
". . . . Gue mimpi kalo si kakek Jaku itu jatoh dari lantai 3 di sekolah kita." Ucap Ramuda dengan intonasi suara yang berubah menjadi deep.
Sontak Dice hanya terdiam dengan raut senyum paksanya. Bagaimana dengan yang lain? Diam dan sudah terbiasa dengan ucapan lazim dari pemuda kecil itu.
"Yo, pagi semua."
Tanpa sadar, mulai banyak siswa yang memasuki kelas. Ramuda dan Gentaro pun pergi menuju meja masing-masing, Dice pun berpamitan kepada [Name] sebelum pergi ke meja nya yang berjarak 2 meter dari meja [Name]. Dan sang gadis hanya terkekeh pelan melihat kelakuan kekasihnya.
Tak lama pelajaran pun dimulai dan [Name] dengan sekilas melihat ke arah jendela, melihat langit yang mulai merintikan hujan.
"Hujan ya.. Gak kayak biasanya.."
$ $ $
- 01.04 PM
[Name] merenggangkan seluruh tubuhnya. Sangat pegal saat mengikuti pelajaran dengan serius, namun apa daya bukan? Ini semua demi ibu nya yang sudah membiayainya untuk bersekolah disini.
Hujan yang tadi turun pun sudah berhenti, matahari mulai menampakkan dirinya walaupun tertutup dengan gumpalan awan. Setidaknya tidak segelap tadi saat pagi.
"Huftt males banget mau ke kantin." Monolog [Name] sambil melihati teman kelasnya mulai berjalan keluar dari kelas. Dice dan kedua temannya pun sudah keluar duluan, tentu saja karena tarikan Ramuda yang bersorak sudah lapar.
"[Name]!!"
Terlihat seorang gadis bersurai putih dengan potongan pendek seleher yang berlari sambil mendekati [Name].
"Oh! Nemu!!" Gadis bernama Nemu itupun tersenyum dan mengambil kursi di depan meja [Name] dan mendudukinya.
"Kamu gak ke kantin??" Tanya Nemu.
"Enggak deh, males banget rasanya."
"Kalau gitu, nih roti buat kamu."
[Name] melihat pemberian Nemu yaitu roti manis yang berbungkus plastik, dan terlihat tulisan rasa [your favorite flavor] di bungkusan nya. Oh, ini rasa kesukaannya.
"Kamu emang pengertian, makasih banyak Nemu!!"
"Hahhhhaha jelas dong, aku ini paham banget sama kelakuanmu itu."
Dan mereka berdua menghabiskan waktu istirahat untuk memakan makanan mereka, tentu saja dengan diselingi oleh candaan dan gosipan layaknya seperti gadis sekolahan pada umumnya.
$ $ $
- 04.23 PM
Kini [Name] sudah di depan gerbang sekolah, lebih tepatnya ia menunggu sang kekasih yang masih menyelesaikan tugasnya untuk membuang sampah. Sudah 15 menit lebih [Name] menunggu, tapi ia sama sekali tidak mengeluh atau menyumpahi Dice dengan hal-hal buruk.
Gadis itu sangat menyayanginya.
[Name] tidak tega harus mengeluarkan satu kata jelek pun untuk kekasihnya. Walaupun pemuda itu kadang menyebalkan.
Menit pun berlalu, [Name] masih setia menunggu. Dice sama sekali belum memunculkan batang hidungnya, membuat [Name] menghela nafas dan berniat menelpon sopirnya.
"Pak tolong jemput saya."
"Enggak jadi pulang sendiri Non??"
"Enggak, jemput sekarang ya."
"Baik."
[Name] mematikan saluran telepon dengan sepihak, dan sekali lagi ia menghela nafas saat melihat gedung sekolahnya. Dice lupa akan omongannya?
"[Name]?"
"Eh, Jyuto?"
Pemuda berkacamata dengan nama Jyuto menampilkan senyumnya, dan berjalan mendekati [Name].
"Tidak seperti biasanya kau telat pulang." Ujar Jyuto sambil menatap gadis di hadapannya itu.
"Aku baru menelpon sopirku."
"Pacarmu?"
Dengan malas [Name] menaikkan bahunya seakan menjawab tidak tahu keberadaan kekasihnya itu. Jyuto yang melihatnya hanya tertawa pelan, dan mengeluarkan seringai nya sambil menaikkan frame kacamatanya.
"Sudah ketahuan, heh?"
Sontak [Name] menatap tajam pemuda berkacamata itu, mendengar kalimat yang dikeluarkan dari mulut Jyuto semakin membuat suasana hatinya memburuk.
"Diam kau brengsek."
"Santai [Name], aku hanya mengatakan kata yang sesuai ada di pikiranku."
"Oh? Begitukah? Otak mesum sepertimu memang memiliki pikiran yang bodoh." [Name] menyalurkan tatapan kebencian terhadap Jyuto. Sudah cukup dengan Dice yang lupa akan ucapannya, ia juga tidak mau mendengar ucapan omong kosong dari pemuda di hadapannya itu.
Jyuto hanya menampilkan senyum santainya untuk menanggapi ucapan [Name]. Seakan menganggap semuanya hanyalah angin lewat.
"Apapun katamu [Name]. Lihat, Sopirmu sudah datang."
[Name] menoleh ke arah tunjukkan Jyuto. Tanpa mengucapkan kata terimakasih, [Name] langsung berlari ke arah mobil jemputan nya.
"Tidak akan bertahan."
Merasa sudah selesai dengan urusannya, Jyuto pun juga berjalan keluar dari lingkungan sekolah. Pemuda itu pulang.
$ $ $
- 06.31 PM
Dengan perasaan kacau, [Name] memasuki kediamannya dengan culas. Sepatu yang masih terpasang dan tas yang digendong dengan asal, karena hal itu ia tidak sadar bahwa ada seorang wanita baya yang sedang duduk di sofa, menunggu kedatangannya.
"[Fullname]."
Seperti ada aliran listrik sedang menyambarnya, [Name] langsung terdiam kaku disaat ingin menaikkan kakinya ke anak tangga.
Suara itu, suara yang selama ini tidak dia inginkan memasuki gendang telinganya.
"Ibu memanggilmu [Name]."
Pasrah.
Satu kata yang menjelaskan keadaan [Name] saat ini juga, 1 hari penuh kekacauan menimpa dirinya. Dengan langkah gontai, [Name] pergi ke arah ibu nya dan menduduki sofa disana. Dihadapan orang yang telah melahirkannya.
"Kau berpacaran?" Sebuah 1 pertanyaan melengos dari mulut ibu nya. Dan [Name] mengangguk sebagai jawaban.
"Sudah berapa lama?"
"Setengah.. tahun."
Hening menemani, hanya terdengar suara dentingan jarum jam. Hal tersebut membuat [Name] merasa tidak nyaman.
"Putus kan laki-laki itu, sekarang." Ucap sang ibu secara tiba-tiba.
Mendengarnya, tanpa sadar [Name] langsung menggebrak meja di depannya dan meninggikan suara.
"AKU MENOLAK."
Sang ibu menatap cangkir miliknya yang ternodai oleh bercak teh, setelahnya ia menatap sang anak dengan tajam.
"Dimana sopan santunmu [Name]?"
"Persetan dengan sopan santun, aku tidak mau memutusi pacarku!"
"[FULLNAME]."
Seakan baru sadar membentak ibu nya, [Name] menduduki bokongnya lagi ke sofa dan menutupi wajahnya yang muram dengan telapak tangan.
"Maaf.. maaf.. maaf.."
[Name] sangat ingin menangis, tapi ia tidak bisa melakukannya
"Turuti kata ibu mu ini [Name], kau bukan anak durhaka bukan?"
Pada akhirnya [Name] hanya bisa menganggukan kepala dengan wajah putus asa nya.
"Iya bu."
.
.
.
.
Senin, 12 Juni - 01.08 PM
Dice kini sedang sibuk dengan sedotan di tangannya, tanpa arah ia mengaduk minumannya dengan sedotan yang dipegang. Pikirannya kosong, tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya.
"D.. Di.. Dicee!!"
Terkejut. Dice dengan tak sengaja menumpahkan minumannya dan alhasil mengenai seluruh permukaan meja yang ia tempati.
"Woy lah! Gak usah teriakin gue juga!"
"Elo nya yang dipanggil daritadi gak nyaut!"
Ramuda sang pelaku, menyaut ucapan Dice dengan tak santai. Dice pun kembali menduduki bokongnya dan menghela nafas.
"Ada apa??" Kini Gentarou mengangkat suara.
Dice hanya menggeleng pelan.
"Kebiasaan lo, kasih tau kalo lagi ada masalah." Ujar Ramuda yang menodongkan permen seakan seperti pisau, Dice yang melihat langsung menghela nafas.
"Udah hampir seminggu gue liat [Name] berubah, dia jadi makin diem dan malah makin cuek sama gue. Lo berdua liat sendiri kan kalo lagi di kelas? Gue ada salah apa sampe [Name] ngejauh gitu." Jelas Dice dengan wajah melankolis nya. Ia tak paham dengan perubahan sikap kekasihnya akhir-akhir ini.
"Sebelumnya kamu pernah ngelakuin kesalahan sama dia?" Gentarou bertanya dengan suara lembut, bermaksud untuk menenangkan temannya itu.
Dice sekali lagi menggelengkan kepalanya.
"Seinget gue.. gak ada.."
Gentarou pun terdiam, temannya itu memang tidak pernah membuat kesalahan yang fatal terhadap kekasihnya. Kecuali hubungan mereka.
"Bentar deh, pas Selasa kemarin itu bukannya lo gak jadi balik sama [Name]?"
Dice melebarkan kedua bola matanya. Benar, saat itu ia berkata akan pulang bersama setelah piket, tetapi karena panggilan guru membuatnya telat pulang dan lupa mengabari [Name].
Akhirnya ia tahu kesalahannya dimana.
"GUE MAU NEMUIN [NAME] DULU."
Layaknya dikejar hewan buas, Dice berlari kencang untuk mencari keberadaan kekasihnya. Untuk meminta maaf dan memperbaiki semuanya.
F E Y
Gadis bersurai [your hair color] sedang menikmati hembusan semilir angin di atap gedung sekolah. Sangat menenangkan untuknya yang sedang mengalami tekanan berat saat ini, sebentar saja.
"[NAME]!!!"
Tergelonjak saat namanya dipanggil, [Name] dengan cepat menoleh ke arah sumber suara. Terlihat sosok laki-laki yang sibuk meraup oksigen di sekitarnya.. ah bukan.. itu kekasihnya, sosok laki-laki yang ia rindukan selama seminggu ini.
"Dice.."
"[NAME] MAAFKAN AKU, AKU TAU AKU SALAH KARENA LUPA MENGABARIMU SAAT ITU." Dice mengeraskan intonasi suaranya, seakan ia membuktikan kalau ia benar-benar serius dengan ucapannya.
[Name] melihat Dice berjalan pelan ke arahnya, setiap langkah yang ditapaki lelaki itu berhasil membuat jantung [Name] berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Dan Dice tanpa banyak kata mempercepat langkah kakinya dan langsung menerjang [Name] ke dalam pelukannya.
"Maaf [Name].. maaf.. aku tau aku salah, aku benar-benar lupa saat itu."
Dice mengelus punggung [Name] pelan, ia mengeratkan pelukannya seakan [Name] akan hilang dari pandangan nya jika ia melepaskan pelukannya begitu saja.
"Aku akan melakukan apapun, tapi jangan jauhi aku.. Aku sangat sayang padamu [Name]."
Semilir angin menemani mereka dan setetes air mata dirasakan di bahu Dice, membuat Dice melonggarkan pelukannya dan melihat [Name] menangis tersedu. Membuatnya hatinya pilu saat melihatnya.
"[Name].."
Mendengar namanya dipanggil, [Name] menatap mata kekasihnya. Ia menangkup pipi Dice dan menyunggingkan senyum manis untuk lelaki itu.
"Ini bukan salah kamu, semuanya salah takdir. Mereka jahat karena gak merestui hubungan kita, padahal kita gak salah ya? Mereka jahat banget."
Dice setiap mendengar kalimat lontaran [Name] hanya bisa membalas dengan tatapan sendu. Ia tau benar, bahwa hubungan mereka memang sudah salah dari awal. Ini semua karena tembok tinggi di antara mereka.
Kasta. Itu penghalang mereka.
"Hubungan kita udah sejauh ini.. dan dengan mudahnya mereka hancurin hanya karena kasta sialan itu? Persetan dengan semuanya."
"[Name].."
"Aku muak Dice! Aku lelah!!"
[Name] mengeluarkan keluh kesahnya di dalam pelukan Dice, dan Dice hanya bisa mengelus punggung gadis itu dengan lembut.
Mereka memang tidak melawan hukum takdir.
Namun.. ada cara lain bukan?
"Dice.."
"Ada apa [Name]?"
"Kita bisa memulainya dari awal lagi."
Dengan bingung, Dice hanya menatap dalam mata [Name]. Berusaha mencerna omongan kekasihnya.
"Maksudmu?"
Dengan cepat [Name] langsung menggenggam tangan Dice dan membawa mereka ke tepi bangunan. Tidak ada pagar pembatas yang menghalangi mereka.
Dice menatap ke bawah, melihat beberapa siswa yang masih beristirahat sambil menyantap bekal mereka. Dan melihat sepasang kekasih yang sedang bercanda di bawah sana.
"Dice."
"Ya?"
[Name] mengelus pipi Dice dengan lembut, jangan lupa tatapan kasih sayang yang terpancar di matanya dan sang empu membalas tatapannya secara sama.
"Cinta kita akan selalu bersama kan?" Tanya [Name] yang masih mengelus pipi sang kekasih.
Dice terdiam sebentar dan masih menatap netra [your eyes color], lalu kembali menatap ke bawah.
"Iya.. selamanya."
Mereka berdua menggenggam tangan satu sama lain, seakan tak akan ada yang bisa memisahkan mereka. Apapun itu.
Diiringi pejaman mata bersama, Dice dan [Name] pergi menuju pelabuhan kisah akhir mereka.
.
.
.
.
"Tetapi kita bisa mengubahnya."
END
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top