Tease, Propose, and Butterfly

Fanfic ini milik saya!

Disclaimer : Fujimaki Tadatoshi yang menciptakan karakter Akashi Seijuuro yang banyak dipuja oleh kaum hawa.

Pairing : Akashi Seijuuro x OC

Summary : Akhirnya Michi dapat bertemu lagi dengan Akashi, tetapi kehadirannya begitu banyak kejutan bagi Michi. Apakah ekspektasi Michi sesuai harapan?

Genre : Romance, Fluff

"Akashi-kun?"

Dua lilin yang menyala dengan indah di tengah gelanya malam itu dihadiri oleh jamuan mewah. Laki-laki bersurai merah itu tampan mengenakan kemeja hitam dengan lengan yang dilipat sampai siku, hadir memegang sebuket bunga.

"Kalau mulai saat ini kita jadian, bagaimana?"

Gadis itu menekap wajahnya, hatinya begitu menggebu-gebu mendengar pernyataan Akashi, diikuti alunan musik klasik yang mendukung suasana hati.

Ya, hal yang indah dan terjadi terlalu indah itu sungguh menakjubkan.

Brak.

"I-ittai,"ringis Michi mengaduh karena terjatuh dari ranjangnya yang sempit, pas-pasan hanya untuk menopang tubuhnya.

Sejak Akashi telah menjadi asisten dosennya, Michi terbilang jarang bertemu dengan laki-laki itu. Akashi masih tetap saja seenaknya sendiri. Membuatnya penasaran akan sikap Akashi yang cuek, yang kadang-kadang posesif.

Michi merindukan laki-laki itu.

Sebelum beranjak menuju ke kamar mandi, ia mengambil ponselnya yang diletakkan di atas meja. Ia mengecek S-Planner yang sudah ditandai khusus olehnya.

Sebentar lagi semester awalnya sebagai mahasiswi kedokteran akan usai. Tepat libur semester nanti, ia akan menemui ayahnya di Kyoto nanti. Walaupun telah berbekal beasiswa penuh menuju Tokyo, ayahnya masih tetap bersikeras bekerja di keluarga Akashi.

Ding dong.

Pukul 07.12. Tidak biasanya ada yang mencarinya sepagi ini.

Krek. Sesekali keluar dengan piyama mungkin tidak masalah. Mungkin saja petugas keamanan sedang memperingatinya untuk melunasi iuran keamanan bulan ini.

Krek.

"Ohayou,"

Kedua mata Michi membelalak. Kalau ia tahu yang menekan tombol apartemennya adalah pemilik mata heterokrom itu, ia sudah pasti mengganti bajunya lebih dulu. Sesaat ia menyesal tidak mengecek lewat interkom lebih dulu.

"Ohayou,"

"Tidak ada kelas?"tanyanya datar tetapi menatap Michi lekat-lekat.

"Tidak, hehe. Ujian akhir semesterku berlangsung nanti siang, jadi--"

Michi merasakan dekapan erat dari laki-laki itu. Mungkin ini kali pertama mereka bertemu setelah Michi mengetahui Akashi datang menyusulnya.

"Akashi-sensei dimana ya?"suara gadis lain dari kejauhan terdengar oleh Michi.

"Dia tadi masih di sekitar sini, kok,"sambung gadis lain yang berjalan bersama di bawah apartemen Michi. Apartemen Michi yang sederhana berada di lantai atas, sehingga suara yang berasal selantai di bawahnya dapat terdengar oleh keduanya.

"Bawa aku masuk,"Akashi mendorong pelan tubuh Michi.

"E-eh?"Michi panik. Ia belum pernah membawa siapapun masuk ke dalam apartemennya.

"Apa kau tidak bisa melihat kantung mataku yang sudah terlalu gelap ini? Bawa-aku-masuk,"terangnya sekali lagi.

Michi mendesah setelah mendengar hentakan kaki menuju ke anak tangga apartemennya, kemudian menancapkan kartu di pintu hingga muncul sinyal hijau, kemudian keduanya masuk.

"Kamarmu..."kata pertama setelah Akashi menjejakkan kaki ke kamar Michi.

Kalau tidak ada tamu, gadis itu akan malas berberes-beres kamar dan membiarkan hal apa adanya di sana tanpa dirapikan.

"Aku ragu kau mahasiswi kedokteran. Kalau nanti ada serangga masuk karena baju kotormu, bagaimana?"Akashi mengernyitkan dahi kemudian mengangkat tanktop putih polos Michi.

Syok, langsung Michi mencoba merebut lebih dulu tetapi segera ditepis Akashi.

"Aku akan coba bersihkan, kalau kau bahkan tidak bisa melakukannya,"

Wajah Michi memanas seketika. "Jangan. Kataku, jangan. Kembalikan dulu tanktopku!"

"Kalau aku bilang tidak, bagaimana?"Akashi mundur selangkah demi selangkah sedangkan Michi sebaliknya.

Michi meniup poni yang melekat di dahinya kuat-kuat. Gara-gara memimpikan laki-laki ini, dirinya sampai jatuh dari kasur. Gara-gara keteledorannya, dirinya justru dibuli habis-habisan.

Cukup malu sudah baginya di pagi hari.

"Aku. Akan. Bersihkan, jadi kembalikan,"Michi mengatakannya putus-putus plus intonasi rendah. Akashi terkekeh.

"Tidak mau. Selanjutnya aku mau mengecek laci yang di sana, ah,"ucap Akashi mendekati laci sebelah tempat tidurnya.

Michi meneguk ludah. Laci itu menampung pakaian dalamnya!

"Jangan. Di sana ada ba-"

Tidak lagi membiarkan Akashi terus menertawakannya, Michi menghampiri Akashi. Sialnya, ia terpeleset oleh kain keset, dan tepat Akashi menoleh ke arah gadis itu, ia langsung berhasil membopongnya.

"Tuh, akibat kecerobohanmu sendiri,"ledeknya menatap Michi.

Michi membuang muka. "Itu karenamu, Akashi-kun,"

Akashi menyelipkan rambut panjang gadis itu ke telinga. "Kalau ada aku, kamarmu tidak akan seberantakan ini. Ngomong-ngomong, apa kau mengenakan parfum saat tidur?"

"Apa kau tidak cukup meledekku lebih dari ini?"

"Serius, aku tidak berbohong."

Demi apapun, Akashi yang di mimpinya bukan Akashi yang sedang menahan tubuhnya saat ini. Laki-laki itu tidak seromantis majalah cantik yang sering dibelinya setiap bulan. Tetapi keusilannya justru membuatnya panik sendiri.

"Dasar. Sudah ah, cewek-cewek itu sudah pergi. Kau bisa pergi sekarang,"Michi mencoba menopang tubuhnya kembali dengan memegang bahu laki-laki itu, tetapi Akashi masih tetap mengerling.

"Kau.. cemburu?"

"Tidak kok,"

Akashi mendekatkan wajahnya di hadapan Michi. Gadis itu bisa merasakan jantungnya berdetak keras, mungkin saja terdengar oleh Akashi.

"A-Akashi-ku-"

Akashi memejamkan mata, wajahnya bertemu dengan bahu Michi. Michi mengernyitkan dahi karena tubuh laki-laki itu tertopang oleh kedua tangannya.

"Akashi-kun, apa kau.."Michi memegang dahinya. Tidak panas, berarti tidak demam. Tetapi kenapa laki-laki itu memejamkan mata. Apa dia..?

Suara dengkuran halus itu terdengar olehnya. Michi akhirnya sadar, laki-laki itu sedang tertidur di tengah ia panik setengah mati. Michi menarik nafas pelan kemudian membopong tubuh Akashi untuk membaringkannya ke tempat tidurnya.

Michi menarik handuk yang menempel di kursi belajarnya, setelah ia mandi, ia akan memasak. Setidaknya ia bisa menggunakan bahan makanan yang ada di kulkas, jadi ia tidak perlu membeli bahan makanan lagi.

Sebelum ia menuju kamar mandi, ia menatap wajah Akashi yang tertidur dengan pulas. Memang wajah Akashi selalu tampan -- babyface walaupun mereka seumuran, tetapi ia bahkan bisa melihat sedikit lingkaran hitam di tepat di bawah mata laki-laki itu.

"Tidurlah yang nyenyak, Akashi-kun,"

○ ● ○

Akashi membuka matanya perlahan. Awalnya ia bermaksud untuk menjahili gadisnya kemudian kembali ke kampus setelah menghindari kejaran gadis lain. Seisi ruangan Michi menjadi lebih rapi. Saat ia mengucek mata, ia menghirup aroma yang mengundang selera makannya, sekaligus afeksi dari gadis yang kini tengah memasak di dapur.

"Masak apa?"

Michi yang sedang asyik sendiri di tengah kesibukan terkejut akibat suara Akashi yang tepat berada di telinganya. Michi menoleh tetapi langsung disambut oleh kecupan singkat di bibir dari Akashi. Michi langsung tidak berani menatap Akashi. Akashi pun terkekeh. Ia bisa melihat wajah Michi memerah.

"Mau menjahiliku sampai kapan?"Michi mengerucutkan bibirnya sambil mengaduk sup jagungnya yang sudah hampir jadi.

"Sampai... kira-kira menurutmu?"

"Duduk saja di sana,"tunjuk Michi menoleh ke belakang sambil menyendok untuk mencicipi rasa supnya. Akashi menggenggam jemari Michi kemudian mencoba lebih dulu.

"Hm. Enak,"Akashi berbalik badan kemudian menghampiri meja makan. Michi menyusul sambil memegang mangkuk berisi sup jagung yang sudah mengepul bersama sepiring toast.

"Michi, apa kau ingin pulang bersamaku?"tanya Akashi menatap Michi lekat-lekat.

"Aku.."Michi mengucapkannya tertahan karena kebimbangan di hatinya. Kini ia bisa membuktikan bahwa ia bisa menjadi mahasiswi kedokteran tanpa membebani ayahnya, tetapi ia ragu jika dia masih boleh menginjakkan kakinya ke kediaman Seijuuro.

"Ibuku ingin bertemu denganmu. Kau tahu, setelah kau meninggalkanku ke Tokyo, ibuku merindukan sosokmu yang sudah dianggapnya seperti anak perempuannya sendiri,"

Michi belum merespon tetapi segera menyendok kuah sup ke dalam mulutnya. Ia senang mendengarnya tetapi ia segera terbatuk karena lupa meniup lebih dulu.

"Uhuk, uhuk,"

"Dan aku juga sudah menunggumu, parahnya, kita ditambah lagi jarang bertemu,"Akashi menopang dagunya, sirat wajahnya cemberut.

Michi terkekeh. "Akashi-kun, kau lucu,"

"Aku meminta persetujuanmu, bukan menertawakanku,"

"Aku senang Akashi-kun merindukanku, jadi aku akan menimbang-nimbang lagi apa aku bisa ke sana atau tidak,"Michi berdiri melepas apronnya, menggantungkannya di gantungan di dekat Akashi.

"Tidak boleh ada kata tidak, itu karena aku memiliki hak a--"

Michi memegang pipi Akashi, menempelkan bibirnya lebih dulu kepada laki-laki itu.

'Siapa suruh tadi dia dikerjai beberapa kali,'batin Michi. Tidak hanya dia yang selalu bisa dijahili.

"Absolut maksudmu, kan?I know it, baby,"sambung Michi terkekeh.

Akashi terkekeh menatap gadis yang ternyata bisa mengejutkannya. Michi masih berdiri menatapnya, masih memegang bahunya. Akashi memeluk pinggang Michi, memasang seringai penuh arti.

"Dan jangan terkejut terhadap apa yang akan kulakukan sekarang,"

"E-eh?"

Bagi Akashi, bersama gadis ini benar-benar menyenangkan. Waktu berjalan lebih cepat. Segalanya menjadi lebih berwarna.

○ ● ○

"Tadaima,"Michi dan Akashi kini menghadiri kediaman Seijuuro. Terakhir kali dia berada di sini saat SMA. Ayahnya masih tetap bekerja walaupun Michi telah menyempatkan waktu untuk magang bekerja di Tokyo.

"Akashi-san, Michi-chan,"ayah Michi yang sedang mengelap kaca mobil segera menghampiri keduanya.

"Ayah, apa baik-baik saja?"tanya Michi memeluk ayahnya. Ia merindukan ayahnya, sejak berada di Tokyo, mereka hanya berhubungan via telepon.

"Tentu saja. Akashi-san baik sekali sudah berniat mengantarkan putriku untuk menemuiku, terima kasih,"ucapnya membungkukkan badan dengan hormat.

Akashi ikut membungkukkan badan, dan hal itu adalah hal terlangka yang pernah Michi lihat. Laki-laki dengan harga diri yang tinggi bisa menunjukkan sikap hormatnya di depan ayahnya!

"Ayah Michi, apa anda berkenan untuk mengizinkan saya bersama anak anda?"

Michi membelalakkan mata, diikuti ayahnya yang sudah mendaratkan kain lapnya.

"J-j-jadi maksud Akashi-san?"

Akashi tersenyum tulus. "Aku ingin bersama Michi-chan. Dia membawa hidupku lebih berwarna. Tepatnya, aku sedang melamarnya,"

Michi menekap wajahnya, syok. Michi tidak tahu jika dia akan dilamar seperti ini, di kediaman Seijuuro dan di hadapan ayahnya. Ayahnya syok memungut kain lap kemudian membelakangi Akashi.

"Akashi-san, tetapi anakku benar-benar memiliki banyak kekurangan. Dia berpura-pura datar tetapi dia pemalu, dia sulit mengurus dirinya sendiri karena pemalas,"

"Aku tahu itu,"

"Ayah, kenapa malah menjelek-jelekkan anaknya sendiri sih?"

"Tetapi dia anak yang berbakti dan mandiri. Dia selalu mencoba dengan usahanya sendiri, selalu tegar terhadap masalahnya, dan memiliki sikap lembut dari ibunya,"

Michi tidak jadi mengomel karena berikutnya, ayahnya memberinya pujian. Dikaitkan dengan ibu kandungnya yang sudah tiada membuatnya senang sekaligus tersentuh. Bulir kedua matanya tumpah begitu saja.

"Aku tahu itu. Aku ingin mengaitkan hubunganku sebatas tunangan, tetapi tepat dia lulus, aku akan melamarnya kembali untuk menikah,"Akashi menghapus air mata yang menetes deras di kedua pipi Michi.

"Jadi.. bagaimana, yah?"tanya Michi.

Ayah Michi tersenyum lemah. "Aku akan sedih bahwa putri kecilku akan meninggalkanku, tetapi aku tahu, tanpamu dia tidak akan bahagia. Aku ingin Akashi-san membahagiakannya, sama halnya mencintainya dengan tulus,"

Akashi mengangguk kemudian mengambil sekotak kecil hitam. "Terima kasih, ayah Michi. Aku pasti akan membahagiakannya,"

Laki-laki itu memegang jemari Michi kemudian memasangkan cincin itu.

Bagi Michi, mimpinya tidak lagi menjadi mimpi yang terlalu diinginkannya. Bersama laki-laki ini, bersama dengan dirinya yang menjalani hidup yang selalu dihadapi lembaran baru, dia siap melakukannya.

"Will you marry me?"

The End.
Huaaa jadi klise yah ceritanya ('_';), awal-awalnya ada konflik tapi direvisi jadi fluff banget. Haha. Author tahu ini ff yang paling ga ada konflik, jadi dimaklumi.

See ya on the last part ♡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top