- Diantara Waktu
Tanah sabana semakin membara, sinar mentari mulai mengangkat barbel [baca: beban hidup] lebih giat lagi. Musim panas kali ini jauh lebih panas dari biasanya. Jika kau tidak terbiasa dengan udara panas, mungkin modyar menjadi jawaban terakhir.
"MUSIM PANAS TELAH TIBA, UCAPKAN HORE!" Ucap Natsumi, siswi yang berasal dari antah berantah. Yang juga pula menempati kelas 1-B, kelas terkuat nomor dua yang kalah bersaing dengan kelas sebelah alias kelas bego [kata Monoma, kang sirik sepanjang saat].
"Hebat, setelah 116 tahun dibuat. PR akhirnya disukai" Jawab Kaibara Sen, tetangga sebelah Natsumi yang rajin jadi tukang kuli dadakan.
"Ga gitu, Senantiasa menunggu tanpa kepastian."
"HELLO?"
[ - ]
Katakanlah, siapa yang tidak suka menghutang? Rasanya rasa malas masih merambat diantara otot tubuhmu saat masih diawal liburan suka cita. Namun, lain halnya lagi jika kau berada dalam satu minggu menuju masuk sekolah lagi. Halo simulasi neraka, senang bertemu lagi denganmu.
BRAK!
Pintu itu tak sanggup berdiri sendiri, langsung saja mleyot ketika ditendang oleh Natsumi.
''Subhanallah, indahnya hidup" Teriak hati Sen, bukan ibu.
"WEH SEN, PEER KAU SUDA SELESAI?"
"Yang mana? Kau tanya PR tapi merekanya ada seribu?"
"Yang itulo, cita-cita selain hero."
"Pake uang warisan"
"Kece, saya heran kok kamu masih bisa tidur tenang"
"Ya... mau apa? Masa lanjut nguli?"
Kedua manik kristal itu berkedip cepat, kedua alisnya pun ikut berkerut sedang memaksa otaknya bangun. Antara cepat maupun lambat, kekehan kecil terdengar di gendang telinga Sen. Suara yang terus terngiang itu merambat ke otak, menyimpannya dalam folder kecil untuk dikenang.
"Coba inget dulu waktu kecil sukanya apa? Mungkin diantara sel otak yang engga terpakai itu masih ada sedikit jalanan waktu" Saran Natsumi dengan sedikit bumbu habanero, yang masih menempati peringkat pertama cabai paling pedas sejak tahun 1994 hingga 2006.
"Bahasa kasarnya dihalusin pake tumbukan batu ya mba?"
"Brisik, cpt g?"
-ˋˏ✄┈┈┈
"Ibu, itu yang terbang apa?"
10 tahun yang lalu, dimana Sen kecil masih berumur 6 tahun. Layaknya masyarakat kecil yang meresahkan pada umumnya, Sen kecil masih penasaran dengan dunia yang ia pijaki. Berharap memiliki kesabaran yang lebih besar daripada semut saat menghadapinya.
"Oh? Itu namanya pesawat, mereka yang mengantar kita dari tempat ke tempat yang jaraknya jauh" Jawab ibu Sen.
Benda berbentuk oval serta sayap disekitarnya itu terbang melebihi awan berada. Dengan rata-rata 35.000 kaki, pesawat itu terbang bebas kesana kemari kemanapun mereka tuju.
Awan-awan itu menyingkir dengan pelan membuka jalan untuk pesawat, dibantu pula oleh angin langit. Konon katanya, angin langit ini berasal dari tiupan sang malaikat. Mereka membantu pesawat bergerak menuju landasan landai aspal.
Manik ebony itu menatap seluruh gerakannya dengan serius, umpama ialah yang terbang menemani burung. Mengantar ratusan manusia yang duduk tenang didalamnya, yang sambil melantunkan permintaan kepada tuhan, berharap sampai ditujuan dengan selamat.
"Ibu, kalau aku jadi pilot bagaimana?"
"Kau akan menjadi--"
[ - ]
"Diharap penumpang untuk memegang gagang kursi dengan erat, dikarenakan pesawat akan jatuh dalam kecepatan tinggi. Sang pilot yang masih berhalu ketinggian ini telah jatuh, sekali lagi diharapkan--"
PLAK!
"MULUTNYA DIJAGA YA?" Teriak Sen emosi terhadap ucapan Natsumi, yang langsung menghancurkan mimpinya dalam sekejap.
"Hehe"
"HAhA HeHe, kayak masa kecilmu dulu cakep aja si?"
"Eh cakep dong! Cewek kan selalu benar!"
"Y sj, coba cerita?"
-ˋˏ✄┈┈┈┈
Kichi Kichi Omurice, kedai omurice terenak di Jepang. Yang dimana hanya ada 8 kursi didalamnya, dan butuh 2 bulan lamanya tuk menunggu giliran setelah memesan. Semua itu terjadi dengan dua alasan, yaitu omurice yang tentunya enak, serta chef yang ramah.
Si kecil Natsumi, yang berumur 8 tahun itu tinggal di Kyoto dalam sementara waktu. Ayahnya mengajak dirinya untuk pergi ketempat yang sedang populer kala itu.
"Ayah, ngapain pergi jauh-jauh ke restoran kalau bisa masak dirumah?"
Ayah Natsumi yang sedang menyetir melirik sebentar kearah cermin, melihat anaknya memeluk bantal khusus dimobil. Sejenak menghela nafasnya panjang, lalu tersenyum selebarnya yang ia bisa. Mata yang sudah sipit khas orang asia itu semakin menyipit, namun masih bisa melihat jalan beraspal halus itu dengan jelas.
"Ya... kau pikir ayahmu ini bisa memasak?"
"......."
"Aku lupa, gas kemarin meledak ya?" Batin Natsumi.
Mobil tiba-tiba terhenti didepan gang kecil, dikanan kiri gang itu terdapat banyak ruko yang tersebar. Lampion yang dipajang disebelah pintu itu terdapat tulisan nama ruko.
"Ayo, turun. Sebentar lagi pesanan kita akan dimasakkan."
"Ah, ya. Sebentar dong!"
"Anak-anak sekarang itu lambat ya?"
"Tidak, ayah saja yang gula darahnya rendah"
"Bisakah kau berhenti dengan dark jokes mu itu?"
"NgOoGhE"
Ghibahan yang mengandung dosa itu terdengar hingga luar ruko, mungkin nampak mata jalanan itu sepi. Tapi saat dibuka satu persatu, maka kalian akan melihat betapa padatnya bumi ini.
Disamping kiri jalan, terpampang jelas lampion serta tulisannya "Kichi Kichi Omurice", serta berbagai penghargaan yang didapat dalam kurun waktu yang tak bisa dibilang lama itu.
Saat dibuka, langsung lah terpampang api yang membara dari sebuah kompor kecil. Percikan api yang tersisa itu menghiasi area sekitar kompor, menciptakan efek api biru yang turun sedikit-sedikit layaknya hujan.
"Ah, mungkin kita sudah telat, kau bisa langsung memakannya saja Natsumi"
Kursi nomor 4 dari 8 kursi yang ada, tempat dimana Natsumi akhirnya bisa memakan santapannya dengan tenang. Sementara sang ayah berbincang ria dengan kawan lamanya itu, yang rupanya chef ditempat ini.
Satu sendok disuapkan kedalam mulutnya, gigi seorang anak berumur 8 tahun masih tergolong lengkap. Yang mana mampu untuk menghancurkan omurice yang sedang dikunyahnya.
Satu sendok itu saja. Cukup.
Tidak, ini bukan festival tahunan yang selalu ramai oleh pengunjung.
Tidak, ini bukanlah pula waktu dimana seorang doi akhirnya nyatain cintanya ke kamu di petang hari.
Hanya soal sesendok omurice beserta telur dan kare.
Seorang anak kecil selalu banyak bermimpi kan? Mereka menganggap menggapai mimpi adalah hal yang mudah, tapi tolong jangan berikan mereka realita yang pahit terlalu cepat.
Natsumi, 8 tahun. Sejak kala itu, dia ingin melakukannya lagi, lagi dan lagi.
Jika orang lain bisa, mengapa dirinya tidak?
[ - ]
"Aku yakin, pada akhirnya kau hanya bisa membuat orang mati keracunan nasi basimu" Ucap Sen, yang membalas perkataan Natsumi yang mengandung habanero. Sekarang membalasnya pula dengan garam laut.
"Diam, yang belom pernah coba jangan bikin bibir sendiri dower"
"Idih, sapa kamu?"
"......entah?"
Manik kristal itu tak berkedip, sedang mencoba untuk menyambungkan antara satu dengan satu ruang dalam otaknya. Agar tersambung untuk berpikir.
"Eh tunggu, sebentar" Perintah Sen, ia penasaran dengan mata temannya itu. Yang baru saja tampak terlihat dengan jelas.
"Kenapa?"
"........"
"...........?"
"OH AKU TAU! SEBENTAR SEBENTAR"
"Ha?"
"Penyelam itu ngapain sih?"
"Hah? Apaansih?"
✩̣̣̣̣̣ͯ┄•͙✧⃝•͙┄✩ͯ•͙͙✧⃝•͙͙✩ͯ
Penyelam
Yang tak sengaja terhanyut dalam ilusi matamu, lalu tenggelam sedalam dalamnya hingga palung hatimu.
✩̣̣̣̣̣ͯ┄•͙✧⃝•͙┄✩ͯ•͙͙✧⃝•͙͙✩ͯ
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top